Media sosial adalah media yang tidak dapat dipisahkan bagi remaja terutama mahasiswa. Hal tersebut dikarenakan media sosial dapat menjadi wadah untuk membantu mencari informasi di perkuliahan dan mendapatkan teman baru. Namun, media sosial memiliki kegunaan lainnya. Salah satunya sebagai tempat untuk menghadapi jenuhnya perkuliahan yang terkadang bisa diselesaikan dengan hanya scroll-scroll fyp yang muncul agar tidak tertinggal tren.
Tren yang saat ini bisa berubah dalam waktu yang singkat tentu menjadi hal yang tidak boleh terlewatkan agar kita tidak tertinggal suatu hal yang sedang ramai di bicarakan atau bisa dikatakan agar tidak dianggap "kudet". Keadaan itu yang kemudian memicu fenomena FOMO yang melekat di kalangan mahasiswa saat ini. Mulai dari FOMO hal-hal yang kecil sampai besar dan tanpa disadari memengaruhi mahasiswa dalam mengambil keputusan.
FOMO-nya mahasiswa itu...
Fomo atau Fear of Missing Out adalah fenomena yang menyebabkan seseorang merasa takut atau khawatir akan tertinggal suatu aktivitas yang tengah terjadi. Contohnya, ketika kamu sedang bermain media sosial lalu mulai berpikir, seperti "Wah kayaknya kalau aku bisa gitu keren ya?" atau "Apa aku ikut kegiatan itu aja ya? kayaknya aku cuma kupu-kupu doang di kuliah!".
Kemudian, tanpa disadari pemikiran tersebut mendorong kita melakukannya tanpa alasan yang jelas. Hal seperti itulah yang dinamakan dengan FOMO.
Bagi mahasiswa, sebagian besar rasa FOMO yang kita rasakan bukan lagi untuk sekadar mengikuti tren pakaian atau makanan tetapi sudah berubah dengan FOMO terhadap hal yang bisa berdampak cukup besar bagi kita salah satunya FOMO berkegiatan atau berorganisasi di kampus.Â
Minat untuk berorganisasi atau mengikuti kegiatan di kampus memanglah memiliki dampak yang sangat baik untuk mahasiswa karena membuat mahasiswa menjadi produktif. Namun, seringkali FOMO yang dilakukan hanya sekadar untuk obat agar kehidupan kuliah tidak hambar.Â
Sayangnya, FOMO yang dipilih seringkali tidak disesuaikan dengan minat serta kemampuan tiap individu. Hal tersebut yang kemudian menjadikan mahasiswa cenderung kewalahan dan tidak dapat mengatur waktu mereka dengan baik. Keadaan itulah yang biasanya akan berakhir dengan penyesalan dan kata-kata seperti "Ah, ternyata nggak seseru itu! Percuma ya ikut gituan!" yang dapat menimbulkan dampak negatif yang merugikan orang lain.
Dampak FOMO sepenuhnya negatif atau bisa positif ya?
FOMO dapat berdampak negatif ketika mahasiswa tidak dapat mengendalikan dirinya dengan baik. Salah satu hal paling umum yang sering terjadi tentang FOMO adalah FOMO dalam menentukan karir. Sebagian mahasiswa memilih jurusan yang ia lakukan saat ini hanya dengan pengaruh FOMO yang ada di media sosial atau terpengaruh dengan teman. Tidak sedikit pula yang akhirnya berakhir dengan merasa salah jurusan.Â
Kondisi itulah yang membuat FOMO menjadi negatif karena menjadikan kita tidak bersungguh-sungguh dalam mengambil keputusan. Padahal, ketika suatu aktivitas dilakukan tanpa dasar suka lama kelamaan dapat membuat rasa jenuh yang dapat berdampak pada fisik dan mental.
Meski memiliki dampak negatif, bukan berarti FOMO seratus persen selalu dalam arti negatif. FOMO juga dapat menjadi penunjang peningkatan mahasiswa yang berdampak positif ketika keputusan yang kita ambil tidak sekadar dilandasi rasa iri saja.Â
Jika FOMO bisa dilakukan dengan mempertimbangkan banyak hal, seperti hal yang kita sukai dan kegiatan yang relevasi dengan kemampuan kita maka akan menghasilkan combo yang sempurna. FOMO jenis itulah yang dapat berdampak positif, seperti menambah pengalaman dan membuka gerbang dalam mengeksplorasi banyak hal.
Cara mengendalikan diri agar tidak terbawa arus FOMO
Hal paling dasar yang dilakukan agar tidak mudah terbawa arus FOMO adalah menetapkan goals atau tujuan yang ingin dicapai. Menetapkan tujuan dapat menjadi suatu setting agar ketika kita mencoba suatu aktivitas, aktivitas itu tidak melenceng jauh dari yang sudah kita rencanakan. Â Karena sejatinya, setiap mahasiswa memiliki value mereka masing-masing. Sehingga, sangatlah wajar jika di tengah jalan keputusan yang kita ambil berbeda dengan orang lain.
Cara kedua yang dapat kita lakukan adalah membuat skala prioritas. Menetapkan tujuan dan memilah hal yang sesuai dengan potensi tidaklah menutup kemungkinan kegiatan yang berdatangan kepada kita menjadi lebih sedikit. Hal itulah yang membuat kita harus paham akan skala prioritas yang dapat membantu kita memutuskan kegiatan atau aktivitas yang lebih penting. Sehingga, aktivitas yang akan dilakukan bisa efisien.
Cara terakhir yang bisa dikatakan pula sebagai gong penentu adalah memilah dan mengurangi penggunaan media sosial. Media sosial memanglah menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dengan mahasiswa saat ini. Namun, bukan berarti media sosial harus 24/7 ada dalam genggaman kita. Mengurangi dan memilah media sosial setidaknya dapat mengurangi rasa iri atau tidak puas dengan hal yang sudah dilakukan. Kita juga bisa lebih fokus dengan aktivitas yang tengah dilakukan agar aktivitas tersebut menjadi maksimal.
FOMO bisa menjadi dorongan mengeksplor aktivitas tetapi bisa pula sebaliknya. Maka dari itu, perlulah keseimbangan dalam menghadapi FOMO terutama dalam mengambil keputusan. Ingatlah untuk selalu melakukan manajemen aktivitas dan fokus dengan tujuan diri sendiri. Mendengarkan pendapat orang lain itu perlu, tetapi tampunglah dalam porsi yang pas. Hal tersebut harus kita lakukan agar nantinya rasa senang yang akan datang menemani proses kita dalam belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H