Apakah teman-teman pernah menjalankan asesmen psikologi? jika pernah, apakah kalian sudah mengetahui lebih mendalam tentang asesmen psikologi? jika belum, cari tahu lebih dalam yuk!
Sekilas tentang asesmen psikologi
Menurut Stiggins dalam Safithry (2018) Asesmen merupakan sebuah tahapan, kemajuan, serta hasil belajar (outcomes). Sedangkan menurut Kumano dalam Safithry (2018) asesmen adalah “the process of collecting data which shows the development of learning”. Dapat disimpulkan, asesmen merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai proses pembelajaran pada siswa. Sedangkan asesmen psikologi adalah sebuah tahapan evaluasi yang dilaksanakan dengan teratur dan terencana melalui beberapa tahapan, yaitu observasi, wawancara, serta pemberian instrumen atau alat tes yang memiliki tujuan untuk menilai atau memberikan pemeriksaan psikologi (HIMPSI, 2010). Asesmen psikologi dilakukan untuk mengukur potensi, karakter, ataupun kompetensi peran individu.
Bagaimana cara melakukan asesmen psikologi?
Asesmen psikologi dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik asesmen psikologi, yaitu berupa observasi, wawancara, atau pemberian instrumen tes psikologi. Asesmen psikologi harus dilakukan dengan cara yang tepat, dimulai dari proses adaptasi, administrasi, penilaian, penginterpretasian, pengategorian, serta teknik penggunaan. Selain itu, ketika akan melaksanakan asesmen psikologi, psikolog diwajibkan untuk memberikan informed consent untuk mendapatkan persetujuan dalam pelaksanaan asesmen psikologi (HIMPSI, 2010).
Kategori alat tes psikodiagnostik
Alat tes psikodiagnostik memiliki beberapa kategori, yaitu kategori A, kategori B, kategori C, dan kategori D yang masing-masing memiliki perbedaan, yaitu (HIMPSI, 2010):
- Kategori A, merupakan tes yang bersifat non-klinis serta tidak membutuhkan keahlian khusus dalam penginterpretasiannya. Contoh tes dalam kategori ini adalah tes prestasi di sekolah (Ujian Sekolah, Ujian Nasional, Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester).
- Kategori B, termasuk tes yang bersifat non-klinis tetapi membutuhkan pengetahuan serta keahlian dalam menginterpretasi. Contohnya adalah tes minat bakat.
- Kategori C, merupakan tes yang membutuhkan pengetahuan tentang konstruksi tes serta prosedur tes, dalam pemberian tes kategori C juga harus memiliki pengetahuan dan riwayat pendidikan psikologi. Contoh tes dalam kategori C adalah personality inventory.
- Kategori D, merupakan tes yang membutuhkan pengetahuan tentang konstruksi tes serta prosedur tes dan harus didukung dengan pengetahuan dan pendidikan psikologi. Tes yang termasuk kategori D juga membutuhkan pemahaman tentang testing yang didukung dengan pendidikan psikologi standar psikolog yang memiliki pengalaman lebih dari satu tahun disupervisi oleh psikolog dalam menggunakan alat tes kategori ini. Contohnya adalah tes-tes psikologi yang dilakukan untuk kepentingan klinis.
Siapa saja yang boleh melakukan asesmen psikologi?
Asesmen psikologi harus dilakukan oleh pihak yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang psikologi, pelaksanaan asesmen psikologi tidak boleh dilakukan oleh orang yang tidak berkualifikasi. Hal tersebut harus dilakukan supaya mendapatkan hasil asesmen yang berkualitas dan tidak menimbulkan kesalahan. Sehingga untuk interpretasi dan pembuatan laporan hasil pemeriksaan psikologis, HARUS dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki gelar psikolog, artinya sarjana psikologi dan ilmuwan psikologi dilarang membuat laporan hasil pemeriksaan psikologis.
Interpretasi dan penyampaian data serta hasil asesmen
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, interpretasi dan pembuatan laporan hasil pemeriksaan psikologis, HARUS dilakukan oleh seseorang yang sudah memiliki gelar psikolog. Seorang psikolog harus mampu mempertimbangkan berbagai faktor dari instrumen yang digunakan. Sedangkan untuk penyampaian data serta hasil asesmen, psikolog wajib menyampaikannya kepada pengguna layanan dengan bahasa yang mudah dimengerti (tidak menggunakan istilah-istilah psikologi). Hasil asesmen psikologi merupakan kewenangan psikolog, data dapat bersifat rahasia, namun dapat juga disampaikan kepada sesama profesi apabila pengguna layanan membutuhkan penanganan lebih lanjut.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa asesmen psikologi harus dilakukan oleh orang yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang psikologi. Bahkan untuk menginterpretasikan serta membuat laporan hasil pemeriksaan, harus dilakukan oleh psikolog. Alasannya adalah supaya hasil pemeriksaan berkualitas dan tidak ada kesalahan yang dapat menimbulkan ketidakvalidan data.
Referensi
HIMPSI. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Pengurus Pusat Himpunan Psikologi Indonesia, 11–19. http://himpsi.or.id/phocadownloadpap/kode-etik-himpsi.pdf
Safithry, E. A. (2018). Asesmen Teknik Tes dan Non Tes. IRDH.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H