Pondok pesantren merupakan lembaga islam tertua di Indoenasia dan lahir dari akar sejarah Indonesia. Pesantren-pesantren sering kali diakui sebagai pesantren yang lahir dari rahim kebudayaan indonesia. Konteks ini menunjukan bahwa pesantren memiliki akar sejarah dan budaya yang sangat kuat dalam budaya Indonesia. Namun Norcholis Masjid menyakini pesantren dan perguruan tinggi pra-Islam sudah di Tanah Air sejak zama kerajaan Hindu dan Budha, lalu masuk islam. Sekolah campuran Islam sebagai perwakilan lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah berperan besar dalam mencapai kemerdekaan Indonesia. Sesuai perkembangan zaman, pesantren pun berkembang sehingga muncullah pesantren gaya moderen dan gaya salaf.
Pondok pesantren sebagai wadah pendidikan dan pendidikan kerohanian, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama tetapi juga kecakapan hidup yang membantu santri mengatasi tantangan sosial. Seiring dengan bertambahnya jumlah pesantren, pesantren menjadi salah satu pilar sistem pendidikan nasional yang berkontribusi terhadap pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Namun pengelolaan pondok pesantren menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang dapat mempengaruhi efektivitas fungsi pendidikan yang dilaksanakan sekolah.
Potret Pengelolaan Pondok PesantrenÂ
Pengelolaan pesantren umumnya sentralistik, meskipun memiliki manajemen modern tetapi sosok ustadz atau ustadzah sebagai pimpinan pesantren tidak bisa dihilangkan begitu saja. Hal itu disebabkan karena figur ustadz atau ustazah sebagai pimpinan pesantren memiliki karisma yang kuat dalam menjalankan kepemimpinan pesantren. Menurut Manfred Ziemek, ada beberapa tipe pesantren jika dilihat dari model pengelolaannya.
Ada dua jenis pengelolaan pondok pesantren yaitu pesantren salaf (tradisional) dan pesantren modern. Pesantren salaf, merujuk dengan sistem pengelolaan tradisional yang mempertahankan tradisi akademik yang telah diwariskan secara turun-temurun. Yang pertama adalah pesantren salafiyah (tradisional) murni, yang berfokus pada studi kitab klasik dengan menggunakan sistem sorogan, bandongan, atau wetonan. kedua pesantren modern, atau pesantren kontemporer yang dimana sistem manajemen atau pengelolaan kontemporer digunakan dalam pengelolaan pesantren. Sistem ini menghasilkan kurikulum yang menggabungkan kurikulum pendidikan Islam kepesantrenan dengan kurikulum nasional.
1. Kepemimpinan Kiai
Salah satu ciri khas utama dalam pengelolaan pesantren adalah peran kiai sebagai pemimpin sentral. Kiai tidak hanya bertindak sebagai pemimpin spiritual, tetapi juga sebagai manajer dalam pengambilan keputusan strategis pesantren. Kharisma dan otoritas kiai sangat memengaruhi kebijakan pendidikan, pengelolaan keuangan, hingga hubungan eksternal pesantren dengan masyarakat dan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa struktur manajemen pesantren cenderung tradisional dan berbasis patron-klien.Â
2. Â Sistem PendidikanÂ
Pesantren salaf masih menggunakan metode pendidikan tradisional, di mana proses belajar mengajar dilakukan melalui pengajian kitab kuning. Pembelajaran ini biasanya berlangsung secara lisan melalui sistem halaqah (diskusi antara kiai dan santri). pesantren tradisional tidak terikat oleh kurikulum formal. Kyai menentukan sendiri kitab apa yang akan diajarkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan santri. Sementara pesantren modern telah menerapkan sistem pendidikan formal sesuai dengan standar pemerintah, namun tetap mengintegrasikan nilai-nilai keislaman yang kuat.
3. Â Pengelolaan Sumber Daya
Sumber daya manusia (SDM) di pesantren umumnya terdiri dari kiai, ustadz (pengajar), dan santri (murid). Kualitas pengajar berperan besar dalam proses pembelajaran, namun sebagian besar pesantren salaf masih menghadapi kendala dalam meningkatkan kapasitas SDM akibat keterbatasan dana pelatihan dan akses terhadap ilmu-ilmu terbaru.Â
Problematika Pengelolaan PesantrenÂ
problematika pengelolaan pondok pesantren adalah persoalan-persoalan atau permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan pesantren. Seiring perkembangan zaman, problem yang dihadapi oleh pesantren semakin kompleks. Pesantren dituntut untuk bersaing dengan lembaga pendidikan umum yang lebih modern. Jumlah pesantren di Indonesia terus mengalami peningkatan yang sangat pesat. Sayangnya, peningkatan jumlah tersebut tidak diiringi dengan dengan peningkatan kualitas dan mutu pesantren. Bahkan, pendidikan di pesantren mengalami kemerosotan yang tajam. Hal ini disebabkan banyak pesantren, khususnya pesantren modern lebih mengutamkan pendidikan formalnya daripada pendidikan diniyahnya.Â
1. Keterbatasan Dana dan Sumber Daya
Salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh banyak pesantren adalah keterbatasan finansial. Pesantren yang bergantung pada donasi masyarakat seringkali mengalami kendala dalam menyediakan fasilitas yang memadai bagi santri dan pengajar. Banyak pesantren yang masih mengandalkan bangunan sederhana dengan peralatan belajar yang terbatas. Kondisi ini berdampak pada kualitas pendidikan yang diterima oleh santri.
Solusi Potensial: Pengelola pesantren dapat mempertimbangkan untuk mengembangkan unit usaha mandiri seperti koperasi, agrobisnis, atau wirausaha yang dapat membantu pesantren memperoleh sumber pendanaan yang lebih stabil. Selain itu, peningkatan transparansi pengelolaan keuangan dapat menarik lebih banyak donatur untuk mendukung program-program pendidikan pesantren.
2. Kesulitan Beradaptasi dengan Teknologi
Pesantren, terutama yang berbasis salaf, masih tertinggal dalam hal adopsi teknologi. Padahal, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) sangat penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan manajemen di pesantren. Keterbatasan akses internet dan fasilitas teknologi lainnya menjadi hambatan dalam penerapan sistem pembelajaran berbasis digital yang mulai marak digunakan di sekolah-sekolah umum.
Solusi Potensial: Pemerintah dan lembaga-lembaga non-profit dapat membantu pesantren dengan menyediakan pelatihan dan infrastruktur TIK yang diperlukan. Selain itu, pesantren dapat memanfaatkan platform e-learning untuk memperluas cakupan pendidikan bagi santri.
3. Ketimpangan Kurikulum Pendidikan
Pesantren salaf yang menitikberatkan pada pengajaran agama seringkali kurang memberikan perhatian pada pelajaran umum, sehingga lulusan pesantren kesulitan bersaing di dunia kerja modern. Kurikulum yang tidak seimbang ini mengakibatkan santri memiliki keterbatasan dalam mengakses peluang pendidikan dan pekerjaan di luar lingkungan pesantren.
Solusi Potensial: Integrasi kurikulum yang seimbang antara pendidikan agama dan umum dapat membantu pesantren menghasilkan lulusan yang siap menghadapi tantangan global, tanpa mengabaikan fondasi spiritual yang kuat. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama dengan instansi pemerintah dan swasta untuk memperkaya program pendidikan di pesantren.
Harapan dan Peluang Masa Depan
Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, pesantren memiliki peluang besar untuk berkembang. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan berbasis moral dan spiritual, pesantren dapat menjadi pusat pendidikan yang unggul dalam membentuk generasi yang tidak hanya berilmu, tetapi juga berakhlak mulia.
Modernisasi pengelolaan pesantren, terutama dalam bidang keuangan, teknologi, dan pendidikan, dapat menjadi jalan keluar untuk menghadapi problematika yang ada. Dengan dukungan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat, pesantren di Indonesia dapat menjadi lembaga pendidikan yang lebih mandiri dan kompetitif.
Pesantren di Indonesia, meskipun memiliki peran penting dalam pendidikan agama dan pembentukan moral generasi muda, dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan. Keterbatasan dana, kurangnya akses terhadap teknologi, serta ketimpangan dalam kurikulum pendidikan merupakan problematika utama yang memengaruhi pengelolaan pesantren. Di tengah dilema antara mempertahankan tradisi dan kebutuhan akan modernisasi, pesantren dituntut untuk beradaptasi tanpa mengorbankan identitas keislaman mereka.
Dengan mengembangkan unit usaha mandiri, meningkatkan keterampilan digital, serta mengintegrasikan pendidikan agama dan umum secara seimbang, pesantren dapat menghadapi tantangan ini dan bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang lebih kompetitif dan mandiri. Dukungan dari pemerintah, swasta, dan masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam mewujudkan pesantren yang berkelanjutan dan relevan di era modern.
Penulis: Nadia Pebrianti, Mahasiswi Stitma Yogyakarta, Semester 5
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H