Peran pemerintah dalam mengatasi dan memberikan solusi untuk menindak lanjuti eksternalitas yag terjadi adalah dengan menginntervensi keadaan tersebut melalui regulasinya (kebijakan) dengan memprioritaskan esensi dari stabilisasi, distribusi, dan alokasi (Retnandri,2013). Selain itu, pemerintah juga dapat berperan dengan membuat suatu impuls sehingga akan memberikan pilihan private bagi konsumen ataupun produsen, kemudian akan mencapai target efisien yang ingin dicapai.
Kemudian apabila biaya eksternal (external cost) terjadi, maka pemerintah bisa menggunakan pajak sejumlah biaya eksternal  tambahan (Marginal External Cost = MEC) kepada pihak yang memicu eksternalitas negatif (negative externality). Pajak yang digunakan tersebut akan menggerakkan produsen (sebagai pihak yang memicu terjadinya eksternalitas) ataupun konsumen dalam memasukkan biaya-biaya eksternal yang ada untuk mendapatkan suatu keputusan ekonomi.
Upaya pemerintah dalam mengatasi eksternalitas juga dapat terealisasikan dengan pengenaan subsidi. Pemerintah dapat menggunakan subsidi apabila eksternalias yang ada menimbulkan manfaat eskternal (external benefit = positive externality). Namun, jika sebab utama terjadinya eksternalitas ialah dengan tidak adanya property right, maka cara mengatasi ekternalitas yang terjadi dengan membuat suatu property right kepada pihak-pihak yang berkepentingan  terhadap sumber daya.
Barang publik adalah barang yang memiliki sifat konsumsi secara bersama-sama, ini artinya barang tersebut memiliki eksistensi untuk digunakan atau dikonsumsi oleh siapapun (publik). Barang publik ini memiliki dua sifat dalam konsumsi yaitu non-rivalry serta non-exclusive . Sifat non-rivalry ialah apabila konsumsi seseorang pada suatu barang publik tidak akan mengurangi benefit bagi konsumsi orang lain yang juga menggunakan barang tersebut dalam hal ini merupakan zero marginal cost. Sedangkan sifat non-exclusive adalah keadaan dimana individu atau seseorang tidak dapat dilarang dalam mengkonsumsi atau menggunakan barang publik tersebut.
Optimasi untuk alokasi barang publik memang tidak pernah memuaskan masyarakat, akar dari ketidakpuasan tersebut adalah sulitnya dalam mengungkap prioritas konsumen terhadapat barang publik yang diinginkan. Menurut Wicksell dan Lindhal memprioritaskan analisis penyediaan barang publik melalui pengadaan oleh negara. Mereka beranggapan bahwa harus ada badan nasional atau lembaga yang akan menentukan banyaknya jumlah barang publik yang tersedia.
Samuelson dan Bowen berpendapat bahwa dasar dalam menetapkan jumlah barang publik yang akan diproduksi adalah harga barang tersebut. Dari jumlah barang yang diproduksi itulah konsumen akan membayar pajak sesuai dengan kebutuhannya dalam mengkonsumsi barang publik yang bersangkutan. Ini artinya konsumen yang memiliki kepentingan lebih tinggi terhadap barang publik, maka dia juga wajib membayar pajak dengan nominal yang lebih tinggi.
Sedangkan Pigou berpandangan bahwa penyediaan barang publik harus dibiayai oleh pajak. Ktersediaan barang yang dibutuhkan pasti akan memicu kepuasan, namun pada umumnya pajak tidak disukai oleh masyarakat, sehingga menimbulkan terjadinya ketidakpuasan.
Akan tetapi analisis oleh beberapa ahli tersebut masih memiliki kelemahan yaitu tidak adanya reveal preference . Maka dari itu, barang publik seharusnya memang disediakan oleh pemerintah  dan tidak semata-mata berdasarkan pada mekanisme pasar.
Di Kabupaten Jember sendiri tentunya terdapat eksternalitas akan barang publik yang tersedia yaitu pelaksanaan acara Jember Fashion Carnival (JFC) sebagai ikon ekonomi kreatif, pariwisata, serta pemulihan ekonomi di Jember.
Event JFC ini dapat membagnkitkan perekonomian warga Jember dan sekaligus menjadi salah satu ikon khas di Jember.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H