Membaca dongeng Kugy membuat Keenan merasa hidup. Apalagi di sela-sela tulisannya ia melihat Kugy berusaha mengilustrasikan tokoh-tokoh di dalamnya, namun selalu gagal. Saat itulah untuk pertama kalinya Keenan sangat bersemangat melukis untuk orang yang baru ia kenal. Tentu, Kugy sangat bahagia. Bersama Keenan ia merasa bahwa impiannya begitu dekat. Keenan juga bahagia Kugy melibatkannya menjadi bagian dari agen rahasia Neptunus. Agen yang dianggap main-main oleh orang lain, namun lewat radar ini mereka berdua pada akhirnya saling menemukan.
.....
Ada masa-masa ketika keadaan tak berpihak pada impian mereka. Kugy sempat berhenti menulis dan mencoba berpikir lebih realistis. Keenan juga sempat berhenti melukis karena dirinya merasa lukisannya tidak terlalu layak dipajang di sebuah galeri nasional. Sang ayah yang tidak pernah mendukung Keenan dalam melukis juga makin membuatnya tahu bahwa dirinya tidak akan pernah bebas melukis. Meski Keenan berhasil membuktikan pada papa dengan indeks prestasi tertinggi di angkatannya selama dua semester berturut-turut, nilai itu tidak berarti apapun, yang jelas tidak lebih berarti dari melukis.
.....
Keenan dan Kugy cukup memberikan gambaran tentang meredefinisi makna belajar yang sesungguhnya. Pendidikan yang sesungguhnya bagi saya adalah ketika orang-orang mampu bahagia atas kebebasan pilihannya, bukan atas materi dan pengakuan dari orang lain. Keenan sangat dibanggakan keluarganya ketika sukses kuliah manajemen, padahal baginya ia lebih sukses melukis. Papa selalu mengatakan bahwa melukis tidak akan membuatnya jadi kaya. Seniman tidak dibutuhkan di perusahaan tradingyang dikelola orang tuanya. Ah iya, saya lupa kalau saya tinggal di Indonesia. Saya tinggal di negara yang terlalu meterialistis mengukur sebuah kesuksesan dengan penghasilan pekerjaan.
Lalu pikiran ini jauh melayang pada bidang-bidang tertentu yang secara alami menjadi lebih diunggulkan daripada jurusan lain. Tidak lain karena dia memberikan materi lebih besar dalam dunia yang serba realita ini. Maka, jangan heran bahwa dokter, insinyur, teknisi, pengusaha digadang-gadang sebagai tolak ukur kesuksesan ketimbang sastra atau seni. Hal ini pulalah yang membuat sekolah-sekolah lebih banyak membuka kelas sains, dan ilmu sosial-humaniora menjadi terpinggirkan. Saya ingat, dulu ketika SD dan SMP, saat semua pelajaran bersifat umum, saya tidak pernah mendapati rumpun IPS atau seni menjadi salah satu materi yang diujikan dalam UN. Akibatnya, pelajaran sains dan matematika hampir menjadi satu-satunya tolak ukur kecerdasan pelajaran sekolah, sebabnya tentu karena ilmu-ilmu pasti mudah dinilai dan menjadi tolak ukur assessment. Pelajaran-pelajaran yang memiliki estetika dikesampingkan gara-gara pola ini, dan celakanya banyak anak, juga orang tua kolot terlalu terjebak dengan pemikiran demikian. Cerda situ ya juara olimpiade fisika, jaogo matematika, atau menang lomba biologi, bukan menulis apalagi melukis.
Rasa-rasanya ingin sekali menciptakan model pendidikan seperti yang diciptakan A.S. Neill dalam Summerhill Shool-nya. Di Summerhill anak-anak bebas dan sehat karena kehidupan mereka tidak terkotori oleh rasa takut dan benci. Summerhill, kata Neill tidak pernah menyuruh anak-anaknya sekadar duduk, dan patuh pada peradaban masa kini yang primitive,yang parameter keberhasilannya adalah uang. Ide Neill yang brilian itu muncul karena ia sadar bahwa selama ini anak-anak harus belajar dengan konsepsi yang diinginkan orang dewasa tentang belajar. Lantas Summerhill dibuat sebagai upaya menciptakan sekolah yang membiarkan anak-anak bebas menjadi diri mereka sendiri.
.....
Menjadi diri sendiri bagi Keenan dan Kugy membuat mereka bahagia. Kugy selalu menulis dongeng yang akhirnya menjadi nyata bersama Keenan, dan satu lagi K kecil di dalam perutnya. Perahu kertas telah berlabuh dengan bahagia di akhir cerita. Semoga kamu juga
Ps. Saya menggunakan buku Summerhill School: Pendidikan Alternatif yang Membebaskanterbitan Serambi (2007) sebagai bahan tambahan untuk melihat hanya satu sisi cerita dalam novel Perahu Kertas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H