Bagi saya sendiri islam adalah agama yang memiliki tingkat fleksibilitas tinggi. Contohnya cara berdakwah yang selalu berubah-ubah seiring berjalannya waktu. Dahulu Nabi Muhammad memperkenalkan agama islam secara sembunyi-sembunyi hingga akhirnya bisa menyiarkan islam di majlis ta’lim. Para wali 9 pun memiliki berbagai cara untuk membuat khalayak mengenal islam, seperti dari wayang, kebudayaan, tradisi masyarakat, dan kesenian lain.Â
Sekalipun jenis modelnya berbeda namun nyatanya agama islam dapat diterima oleh banyak orang hingga saat ini. Hal ini tak terlepas dari para kyai, ustad, dan pemuka agama yang tak pernah berhenti berusaha dalam menyebarkan agama islam. Nah, pada era serba digital ada sebuah perubahan alur komunikasi yakni menggunakan media sosial.
Media sosial merupakan platform daring atau online yang memungkinkan pengguna berinteraksi  dari berbagi kehidupan sehari-hari, membuat konten pribadi, blog pribadi, dan join  forum. Komunikasi juga berubah bukan hanya karena adanya media sosial, melainkan perubahan sosial masyarakat seperti perilaku dalam menyampaikan, mendapatkan, dan membagi suatu pesan untuk dirinya maupun orang lain.
Dimana saya melihat orang-orang di lingkungan saya mulai mengenal gadget dan internet secara bersamaan. Dulu waktu kecil, saya wajib ngaji di masjid/mushola setiap sore. Tetapi sekarang saya melihat tetangga saya yang masih SD mengaji sendiri dengan orang tuanya yang dibantu dengan video youtube.Â
Ini membuat sudut pandang dan pola pikir saya berubah. Sudah tidak ada alasan lagi untuk seseorang tidak bisa baca tulis Al-quran hanya karena jauh dari tempat-tempat pendidikan agama. Tidak ada lagi yang namanya libur karena hujan atau rapat ustad. Kapanpun dan dimanapun, siapapun dari anak-anak hingga dewasa bisa mengaji sendiri dengan bantuan media sosial seperti Youtube, Instagram, Channel WA, hingga Facebook.Â
Peran digitalisasi yang semakin maju, memudahkan pada da’i memberikan pendapat, pemikiran, dan informasi seputar islam melalui internet. Saya juga melihat para influencer seperti Ustadzah Halimah Alaydrus tokoh perempuan inspiratif yang mengedukasi keagamaan kepada wanita secara offline maupun online.Â
Beliau menggunakan platform sosial media Instagram untuk berkomunikasi, entah itu dalam dm, komentar, postingan, hingga membuat highlights atau sorotan khusus yang menayangkan seputar QnA yang sering ditanyakan oleh para pengikutnya.Â
Ada juga Husein Basyaiban, yang sering muncul memberikan pendapatnya dengan bahasa yang ringan, santai, gaul, dan menarik bagi kalangan muda melalui akun Tiktoknya. Beliau juga termasuk tokoh inspiratif yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah sehingga pembahasannya sangat relate dengan anak muda zaman sekarang.Â
Pembahasan yang menurut saya bagus yakni ketika Husein Basyaiban diwawancarai ‘apakah percaya mengenai mental health issue?’ dan Beliau dengan santai menjawab ‘ya’. Husein Basyaiban membungkus masalah kesehatan mental dengan contoh kasus yang terjadi dalam kisah-kisah di islam seperti Nabi Ya’kub yang diambil pandangannya gara-gara sedih berlarut-larut dan bola matanya menjadi putih.
Rasulullah SAW juga pernah membahas tentang doa dalam sebuah hadits untuk mengurangi rasa sedih. Yang dimana artinya ‘Ya Allah aku berlindung kepada Mu dari kesedihan, rasa sedih, kecemasan, dan sebagainya yang berhubungan dengan segala sesuatu yang membuat hati bergetar takut’
Padahal sekarang banyak orang terutama kalangan muda yang mengalami masalah pada mentalnya. Namun jika menginginkan suatu jawaban yang menenangkan dari orang terdekat hanya dijawab ‘doanya kurang’ ‘coba solat aja’. Padahal semuanya tidak bisa menyelesaikannya dengan cepat.Â