Sebagai studi multidisiplin, kriminologi dapat berkolaborasi dengan berbagai cabang ilmu pengetahuan lainnya untuk memperdalam analisis suatu kasus kejahatan, seperti dengan studi forensik. Dalam hal ini, Departemen Kriminologi FISIP UI memperluas cakupan pembelajaran kriminologi dengan menghadirkan mata kuliah Kriminologi Forensik. Perkuliahan tersebut diampu oleh Prof. Drs. Adrianus Eliasta Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D. dan melakukan kerja sama dengan berbagai ahli di bidang forensik untuk memaparkan berbagai cabang ilmu forensik.
Salah satu cabang ilmu forensik yang dipelajari adalah Antropologi Forensik dengan pemaparan materi oleh Iman Fachruliansyah, S.Sos., M.Si. Dalam sesi perkuliahan tersebut, beliau menjelaskan bahwa antropologi forensik dapat mengungkapkan identitas korban dan kasus kejahatan. Bahkan, terdapat kasus-kasus di Indonesia yang terbantu pengungkapannya melalui cabang ilmu antropologi forensik.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, antropologi forensik merupakan penerapan dari antropologi fisik atau biologis terhadap kasus-kasus hukum, terutama berkaitan dengan kerangka tulang manusia. Dalam implementasinya, antropologi forensik menggunakan teknik antropologi fisik atau biologis untuk menganalisis tengkorak, pembusukan, atau bahkan mengidentifikasikan jenazah untuk mengungkapkan kasus kejahatan.
Lalu, penjelasan tersebut memunculkan pertanyaan:
Bagaimana antropologi forensik dapat mengidentifikasi korban pada kasus kejahatan?
Pada dasarnya, identifikasi korban pada kasus kejahatan bertujuan untuk mengetahui identitas korban, waktu kematian, hingga penyebab kematian (seperti pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, atau kematian alami). Dalam mengidentifikasi kasus kejahatan, terdapat banyak aspek yang dapat diidentifikasi oleh ahli antropolog forensik. Berikut merupakan beberapa aspek yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi korban dan kasus kejahatan:
Identifikasi jenis kelamin
Antropologi forensik dapat mengidentifikasi jenis kelamin korban dengan beberapa metode. Identifikasi dapat melalui tengkorak dan gigi. Pada tengkorak, adanya perbedaan antara tengkorak laki-laki dan perempuan seperti bentuk rahang, tengkorak bagian depan, dan bagian belakang yang berdekatan dengan leher. Namun penelitian Jayakrishnan et al. (2021) menjelaskan bahwa penentuan jenis kelamin justru sulit dilakukan apabila tengkorak ditemukan dalam keadaan terpecah-pecah. Maka dari itu, identifikasi jenis kelamin juga dapat dilakukan pada gigi korban melalui ukuran crown gigi dan panjang akar gigi.Â
Cara lain untuk mengidentifikasi jenis kelamin juga dapat melalui identifikasi kerangka tulang panggul. Perempuan memiliki tulang panggul yang lebih lebar, sedangkan laki-laki memiliki tulang sakrum yang lebih panjang. Selain itu, identifikasi jenis kelamin juga dapat dilakukan melalui morfologi tulang femur, di mana kepala femur perempuan memiliki rata-rata diameter vertikal lebih kecil dibandingkan kepala femur laki-laki (Moosa et al., 2021).
Identifikasi penyebab kematian
Antropolog forensik juga dapat mengidentifikasi posisi kerangka tubuh untuk mengetahui penyebab kematian seseorang. Tujuan dari identifikasi ini adalah untuk menentukan konteks dikuburkannya seseorang. Wiseman et al. (2021) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa posisi kerangka tubuh manusia dapat memperlihatkan penyebab kematian seseorang, seperti terjadinya tindak kekerasan, eksekusi, ritual pengorbanan, peperangan, praktik sekte, dan lainnya.
Identifikasi melalui tes DNA dan sidik jari
Identitas korban juga dapat diidentifikasi melalui tes DNA yang salah satunya dapat diimplementasikan seperti pada pencarian identitas korban kasus kecelakaan pesawat. Dalam situasi ini, antropolog forensik dapat mengidentifikasi korban dengan melakukan tes DNA berupa pengecekan Mitochondrial DNA (mtDNA) dan Microsatellite DNA (STRs). Cara ini ditujukan untuk mengetahui identitas ayah dari korban (paternity test).
Selain itu identitas korban juga dapat diketahui melalui pengecekan sidik jari. Sidik jari memiliki karakteristik yang unik sehingga bisa digunakan untuk mengidentifikasi seseorang, bahkan mereka yang kembar pun memiliki sidik jari yang berbeda (Win et al., 2020). Sidik jari seseorang dapat memperlihatkan gaya hidupnya sehingga menjadi teknik yang krusial dalam proses investigasi kejahatan. Identifikasi melalui sidik jari ini dilakukan dengan cara membandingkan sidik jari tidak dikenal yang dikumpulkan dari tempat kejadian perkara dan dibandingkan dengan sidik jari yang tersimpan pada database (Win et al., 2020). Pada konteks Indonesia, pencocokkan sidik jari dapat dilakukan dengan data yang tersedia pada database Inafis (Indonesia Automatic Fingerprint Identification System) Polri.Â
Melalui cara tersebut, kriminologi dan antropologi forensik dapat terus berkolaborasi dalam rangka membantu proses peradilan pidana. Bahkan, implementasi yang tepat dapat meminimalisir kesalahan dalam pemidanaan atau miscarriage of justice.
Sangat menarik untuk dipelajari, bukan?
Kira-kira, kolaborasi apa lagi yang bisa dilakukan antara kriminologi dan antropologi forensik?
Mari berdiskusi di kolom komentar!
Referensi:
Fachruliansyah, I. (2023). Forensic Anthropology. Lecture presented at Department of Criminology, Universitas Indonesia; 22 September 2023.
Jayakrishnan, J. M., Reddy, J., & Kumar, R. B. V. (2021). Role of Forensic Odontology and Anthropology in the Identification of Human Remains. Journal of Oral and Maxillofacial Pathology: JOMFP, 25(3), 543-547.
Moosa, S. S., Shaikh, M. H. R., Khwaja, M., Shaikh, S. A. H., Siddiqui, F. B., Daimi, S. R. H., Hiware, S. D., Ismail, E. E., & Begum, Y. (2021). Sexual Dimorphic Parameters of Femur: A Clinical Guide in Orthopedics and Forensic Studies. Journal of Medicine and Life, 14(6), 762-768.
Win, K. N., Li, K., Chen, J., Viger, P. F., & Li, K. (2020). Fingerprint Classification and Identification Algorithms for Criminal Investigation: A Survey. Future Generation Computer System, 110, 758-771.
Wiseman, R., Neil, B., & Mazzilli, F. (2021). Extreme Justice: Decapitations and Prone Burials in Three Late Roman Cemeteries at Knobb's Farm, Cambridgeshire. Britannia, 52, 119-173.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H