Di situlah Soeraja muncul dan turut membantu Dasiyah untuk masuk ke ruang saus yang khusus untuk laki-laki. Soeraja selalu membantu Dasiyah secara diam-diam, sampai akhirnya Dasiyah bisa meracik saus buatannya sendiri. Padahal Soeraja hanyalah seseorang yang bukan siapa-siapa, hanya seseorag yang dibawa oleh ayah Dasiyah dari pasar untuk membantu di pabrik ayah Dasiyah. Namun seiring berjalannya waktu, Soeraja semakin sering membantu Dasiyah untuk membuat kretek buatan Dasiyah sendiri, hingga semakinsering mereka bertemu sehingga muncul benih-benih cinta di antara mereka berdua, dan muncullah Kretek Gadis, kretek buatan Soeraja dan Dasiyah.
Tak lama dari situ, keluarga Dasiyah diterpa badai, di mana keluarganya terdampak oleh peristiwa pembantaian pada tahun 1965. Rumahnya dijarah, ayahnya meninggal akibat berusaha memberikan perlawanan kepada tentara-tentara yang berusaha untuk memenjarai ia dan keluarganya. Sejak saat itu, Dasiyah terpisah dengan keluarganya dan juga Soeraja. Mimpi Dasiyah yang besar untuk membuat Kretek Gadis bisa diketahui oleh banyak orang sirna, dan mimpinya untuk bisa hidup bersama dengan kekasihnya, Soeraja, juga sirna. Mulai dari situ, hidup Dasiyah begitu menyedihkan. Ia sempat dipenjara, dan tak berapa lama kemudian bertemu dengan Ibu dan adiknya, walaupun semua kekayaan, jabatan, dan segalanya yang ia miliki dulu sudah hilang. Mereka bertiga memulai hidup baru dari awal tanpa seorang ayah.
Sementara itu, Soeraja yang juga berpisah dengan Dasiyah karena kejadian mencekam itu turut bersedih hati. Ia mencari Dasiyah ke berbagai tempat, namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan Dasiyah di manapun. Karena sudah melalui pencarian yang panjang, akhirnya Soeraja berpikir untuk tetap melanjutkan hidupnya karena tidak ada pilihan lain selain itu. Ia pun akhirnya menikahi anak dari Bapak Djagat. Djagat adalah kompetitor ayah Dasiyah, yang usaha kreteknya tidak terdampak oleh kejadian di tahun 1965 itu. Pernikahan tersebut membuat hidup Soeraja sejahtera, karena ia turut membantu Djagat untuk memasarkan bisnis kreteknya hingga ke luar negeri. Sangat amat disayangkan, kretek yang dijual oleh Djagat dan Soeraja dan membuat usaha mereka meroket adalah Kretek Gadis, kretek yang dahulu Soeraja buat bersama dengan Dasiyah. Sejak saat itu, Soeraja melanjutkan hidup dengan menjadi pebisnis rokok yang sukses bersama istrinya, dan ketiga anaknya, yang salah satunya bernama Lebas.
Apa yang dilakukan Soeraja kepada Dasiyah adalah pengkhianatan terbesar. Begitu mudahnya ia melupakan Dasiyah dan menikah dengan anak dari musuh ayah Dsiyah. Yang lebih parahnya lagi, ia membantu usahanya dengan mencuri resep Kretek Gadis yang dahulu ia buat bersama dengan Dasiyah. Karena hal itu, banyak sekali penonton serial ini yang mengutuk Soeraja. Tentunya semua orang melihat apa yang dilakukan Soeraja adalah kejahatan mutlak. Tetapi, bila tokoh Soeraja diulas lebih dalam dengan pendekatan psikologi, ia belum tentu sepenuhnya melakukan kejahatan. Teori disonansi dari kognisi sosial dapat menjelaskan mengapa Soeraja melakukan hal yang sedemikian jahatnya kepada Dasiyah.
Apa itu Teori Disonansi?
Pada awal abad ke-20, istilah behaviorisme (faktor eksternal), sangat laris untuk menjelaskan mengapa manusia berlaku demikian. Namun di pertengahan abad ke-20, para psikolog mulai memikirkan ulang mengenai pendekatan kognitif (faktor internal) untuk memahami perilaku seseorang, dan tidak hanya berfokus kepada faktor eksternal saja. Salah satu teori kognitif yang dapat menjelaskan perilaku manusia adalah Teori Disonansi Kognitif yang digagas oleh Leon Festinger pada tahun 1951.
Pada buku Theories of Human Communication dijelaskan bahwa ada dua hal yang menjadi konsep dalam teori disonansi kognitif, yaitu kognitif dan disonansi. Kognitif adalah elemen-elemen yang terdiri atas sikap, persepsi, pengetahuan, dan keyakinan. Di sisi lain, disonansi adalah konflik atau perdebatan atau ketidak konsistenan. Gagasan pada teori ini adalah bahwa setiap orag memiliki elemen-elemen kognitif, di mana elemen tersebut tidak terisolasi, namun berhubugan satu sama lain. Hubungan antar elemen tersebut terbagi ke dalam tiga hubungan, yaituL 1) hubungan tidak relevan, 2) hubungan saling memperkuat (konsonan), 3) dan hubungan yang saling bertabrakan (disonan).
Teori disonansi milik Festinger mengatakan bahwa disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki seseorang ketika mereka melihat bahwa dirinya sedang melakukan apa yang tidak sesuai dengan pendekatan atau pemahaman yang mereka pegang. Brown mengatakan bahwa disonansi kognitif adalah keadaan ketidaknyamanan psikologis yang memotivasi untuk melakukan usaha-usaha agar tercapai konsonansi (keseimbangan).
Dalam bukunya “A Theory of Cognitive Disonance”, Leon Festinger (1957) mengemukakan bahwa teorinya banyak dipengaruhi oleh pemikiran teori psikologi lapangan (field theory) milik Kurt Lewin, yang merupakan pengembangan dari konsep konsistensi dalam kognisi manusia yang dikenalkan oleh Jean Piaget. Kemudian, inti dari pemikiran Kurt Lewin tersebut kembali kembangkan oleh Festinger untuk menjadi dalil utama teori disonansi. Disonansi kognitif dideskripsikan sebagai suatu kondisi yang membingungkan, yang terjadi ketika individu ”menemukan diri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang diyakini”. Dengan kata lain, teori disonansi kognitif berkaitan dengan dua jenis inkonsistensi perilaku sikap tertentu, yang timbul karena dilakukannya perilaku yang tidak sesuai dengan sikap dan yang timbul karena pengambilan keputusan. Dalam hal terjadinya disonansi maka akan timbul ketegangan psikologis, atau ketidaknyamanan (Festinger, 1957:3; Sears, et.al, 1985:156157; Littlejohn & Foss, 2005:77; Griffin, 2006:228,237; Perloff, 2010:238; Tankard dan Werner, 2008:165)
Selain itu, Solomon (1992) juga menyatakan bahwa disonansi kognitif adalah sebuah pendekatan yang sangat penting untuk melihat perilaku berdasarkan prinsip kekonsistenan. Solomon menyatakan bahwa individu sangat termotivasi untuk mengurangi disonansinya dengan cara menyelaraskan pemahamannya dengan yang lain. Menurutnya, cara mereduksi disonansi bisa dilakukan dengan cara menghapuskan, menambahkan, atau mengganti elemen-elemen kognitif tertentu. Di sisi lain, East (1997) menyebutkan bahwa disonansi adalah kondisi yang membingungkan seseorang, di mana pemahaman atau kepercayaannya tidak sejalan dengan yang seharusnya.
Penyebab disonansi kognitif yang dialami oleh pasangan beda agama terdiri dari berbagai sumber. Festinger (1957) mengemukakan sumber-sumber disonansi kognitif yaitu logical inconsistency yaitu disonansi yang terjadi karena ketidaksesuaian antara elemen kognitif dengan hal-hal yang logis di lingkungan, culture mores yaitu perbedaan budaya yang menyebabkan terjadinya disonansi kognitif, opinion generality yaitu disonansi yang terjadi ketika opini yang dianut banyak orang dipaksakan pada opini individu, dan past experience yaitu ketika kognisi individu tidak sesuai dengan pengetahuan masa lalu individu, maka akan muncul disonansi.