Perceraian dengan alasan syiqaq memiliki akibat hukum yang sama dengan perceraian pada umumnya. Berikut adalah akibat hukum dari syiqaq:
1) Putusnya Ikatan Perkawinan
Perceraian dengan alasan syiqaq mengakibatkan putusnya perkawinan, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 114 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yaitu putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.
2) Berlakunya Masa 'Iddah bagi Perempuan
Seorang istri mengalami masa 'iddah setelah putusnya perkawinan. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 153 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang salah satu poinnya menyebutkan bahwa waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan, apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid ditetapkan 3 (kali) suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari.
3) Hak Asuh Anak
Apabila suami istri yang bercerai mempunyai anak, maka anak tersebut dalam pemeliharaan ibunya. Namun, dalam Pasal 105 huruf (a) dan (b) Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan apabila anak belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya tetapi apabila anak yang sudah mumayyiz dapat diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaanya.
4) Kewajiban Menanggung Nafkah
Akibat dari perceraian, suami wajib memberi nafkah atau biaya hidup apabila mempunyai anak. Hal tersebut disebutkan dalam Pasal 41 huruf (b) Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
5) Harta Bersama
Perceraian dengan alasan syiqaq juga mengakibatkan adanya pembagian harta bersama. Berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 menjelaskan bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya masing-masing. Sedangkan, dalam Pasal 157 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa harta bersama dibagi menurut ketentuan Pasal 96 dan Pasal 97 yang mana dalam pembagian harta bersama, masing-masing suami istri mendapatkan bagian yang sama. Namun, untuk harta bawaan dan harta yang diperoleh sebagai hadiah maupun warisan dikembalikan kepada yang berhak.