Mohon tunggu...
Nadia Akilah
Nadia Akilah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Psikologi Universitas Diponegoro

Secarik pikir.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manajemen Konflik Organisasi Membuat Konflik Menjadi "Apik"

9 September 2020   23:12 Diperbarui: 21 Mei 2021   01:00 2009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini saya akan membahas tentang konflik. Ya, pas pertama membaca kata konflik saja sudah berpikir yang buruk-buruk. Kepikirannya pasti masalah, ribet, capek, dan berbagai jenis umpatan lainnya. 

Pas mendengar kata konflik juga kepikirannya mau cepet-cepet selesai dan berharap semoga konflik- konflik lainnya tidak datang di masa yang akan datang.  

Akan tetapi, pada artikel ini saya berniat untuk memberi tahu anda bahwa konflik di organisasi tidak selalu menyesakkan, konflik juga bisa menjadikan organsiasi menjadi "apik".

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang konflik, kita harus mengetahui apa sih arti dari hal yang "menyebalkan" ini? 

Menurut KBBI (1996:518) konflik adalah percekcokan, perselisihan, pertentangan. Sedangkan menurut Robert, konflik organisasi adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh terhadap pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. 

Baca juga : Bagaimana Cara Bertahan dalam Ronde Konflik?

Pada tahun 1981 Luthans berkata bahwa konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentangan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia.

Sekarang kita sudah mengetahui arti konflik itu apa. Mari kita bahas tentang jenis-jenis konflik.

Jenis konflik organisasi berdasarkan sumbernya:

  • Konflik internal. Konflik internal adalah konflik yang bersumber dari individu dan stakeholder organisasi dan dampaknya bersentuhan langsung dengan organisasi tersebut. Contoh dari konflik internal adalah ketua organisasi yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya, kepala bidang yang suka menghilang, anggota yang bertengkar karena program kerja organisasi.
  • Konflik eksternal. Konflik eksternal adalah konflik yang bersumber dari luar, biasanya dari birokrasi atau pihak ketiga. Konflik yang ditimbulkan juga tidak bersentuhan langsung dengan organisasi. Akan tetapi jika dibiarkan, lambat laun akan mempengaruhi sistem organisasi. Contoh konflik eksternal yang terjadi adalah pelarangan live streaming oleh pemerintah yang dapat mengakibatkan organisasi online terganggu keberjalanannya, pelarangan pengumpulan massa berjumlah besar akan mempengaruhi organisasi masyarakat dan lain sebagainya.

Jenis konflik organisasi berdasarkan sifatnya:

  • Konflik fungsional. Konflik fungsional adalah konflik yang memperbaiki kinerja kelompok dan membantu kelompok untuk mencapai tujuannya. Konflik fungsional ini dapat membuat organisasi menjadi lebih dinamis, berkembang, dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungan.
  • Konflik difungsional. Konflik difungsional merupakan konflik yang menghalangi tercapainya tujuan kelompok. Konflik difungsional ini bersumber dari konsekuensi yang bersifat destruktif. Jika konflik difungsional ini dibiarkan maka dapat berdampak buruk bagi organisasi. Seperti di cap buruk oleh masyarakat, sampai pembubaran organisasi.

Baca juga : Too Much Analyzing yang Mengganggu Konstelasi Organisasi

Jenis konflik intraorganisasi menurut mangkunegara (2011):

  • Konflik hierarki. Konflik hierarki adalah konflik yang terjadi pada tingkatan hierarki organsiasi. Contoh dari konflik hierarki ini adalah konflik antara ketua BEM dengan ketua bidang, konflik staff muda dengan koor bidang.
  • Konflik fungsional. Konflik ini berarti konflik yang terjadi antara departemen yang memiliki fungsi berbeda. Contohnya adalah konflik antara bidang sosial politik dan bidang humas.
  • Konflik lini staff. Konflik lini staff adalah konflik yang terjadi antara kepala unit dengan staff nya. Contoh dari konflik ini adalah staff yang tiba-tiba menghilang meninggalkan tanggung jawab bidang.
  • Konflik formal-informal. Konflik ini adalah konflik yang berhubungan dengan norma yang berlaku di organisasi informal dengan organisasi formal. Contoh dari konflik informal-formal ini adalah kesalahan penetapan norma oleh stakeholder organisasi, staff yang membawa norma kelompok informalnya kedalam organisasi formal.

https://moondoggiesmusic.com/manajemen-konflik/#gsc.tab=0
https://moondoggiesmusic.com/manajemen-konflik/#gsc.tab=0
Nah, kita kan sudah mengetahui lebih dalam tentang konflik. Sekarang, enaknya konflik ini kita apakan nih?

Mungkin banyak orang beranggapan bahwa konflik harus segera diselesaikan sehingga terkadang mereka kurang teliti dan justru mencari solusi yang dapat melahirkan konflik baru. Meskipun begitu, bukan berarti kita tidak harus memikirkannya dengan cepat dan tanggap, namun kita tidak harus terburu-buru untuk menyelesaikannya.

"Semuanya tidak harus selesai sekarang."

Agar dapat mengetahui langkah yang paling tepat dalam menyelesaikan konflik di organisasi, kita dapat melakukan tiga tahapan di bawah ini:

  1. Penelusuran. Kita harus pahami betul konflik organisasi yang sedang terjadi. Tahap ini bisa dilakukan dengan cara mencari tahu latar belakang konflik, akibat yang ditimbulkan oleh konflik ini.
  2. Penyadaran. Pada tahap ini organisasi dituntut untuk sadar bahwa mereka sedang berada di tenganh konflik dan mendorong organisasi untuk mencari cara menyelesaikan konflik se-efektif dan se-efisien mungkin, guna mendapatkan manfaat dari konflik ini.
  3. Penyelesaian. Setelah melalui pemikiran yang matang di dua tahap sebelumnya, sekarang waktunya organisasi untuk mengeksekusi rencananya dan menyelesaikan konflik yang terjadi dengan baik.

Baca juga : Kenali Tiga Prinsip Organisasi Ini Demi Menghadapi Perubahan Lingkungan yang Terjadi

Tahap penyelesaian dapat dilakukan dengan beberapa tahap di bawah ini:

  1. Cari mediator yang dapat dipercaya.
  2. Membedah aturan dasar, untuk mencari tahu bagian-bagian yang salah/kurang tepat.
  3. Nyatakan masalah dari kedua pihak.
  4. Identifikasi dan bentuk kesepakatan bersama.
  5. Mencapai kesepakatan.

Namun disamping itu, kita juga dapat melakukan tindakan mitigasi konflik agar organisasi dapat lebih siap dalam menghadapi konflik yang akan datang. Organisasi dapat memitigasi konflik dengan cara sebagai berikut :

  • mempererat hubungan antar organisatoris,
  • menjaga kebersamaan,
  • memperkuat tujuan bersama,
  • menanamkan visi misi organisasi pada organisatoris, dan
  • menerapkan asas gotong royong dan profesionalitas.

Sumber gambar: https://www.afterhire.com/
Sumber gambar: https://www.afterhire.com/
Oke sekarang sudah paham apa itu konflik, jenis-jenisnya, cara menyelesaikanna, dan memitigasinya. Tapi konflik itu masih terasa menyebalkan, tidak mengenakkan, dan konflik itu lebih baik tidak ada.

Stigma tentang buruknya "konflik" memang sudah mendarah daging. Manusia cenderung melihat masalah sebagai suatu kesalahan yang harus disingkirkan. Padahal kenyataannya konflik merupakan bagian dari kehidupan, termasuk organisasi. 

Seperti yang kita pahami bahwa organisasi terdiri dari berbagai macam jenis manusia dengan beragam kepribadian, sikap, pengalaman, cara berpikir, dan lain sebagainya. Maka dari itu, tidak heran jika konflik menjadi "tamu langganan" di keberjalanan setiap organisasi.

"semua hal yang terjadi itu bersifat netral, yang membuat nya menjadi buruk (masalah) atau baik (anugerah) adalah manusia itu sendiri"

Berikut merupakan keuntungan yang didapatkan organisasi jika dapat memanajemen konflik dengan benar:

  • mendorong kemajuan organisasi.
  • evaluasi dan mapping, mencegah masalah serupa datang di masa depan.
  • memperkuat hubungan kerjasama.
  • mempertinggi kreatifitas dan produktivitas.
  • perubahan, organisasi menjadi dinamis dan terus berkembang.

Dapat dibilang mustahil untuk menciptakan organisasi yang terhindar dari konflik sepenuhnya. konflik tidak selalu berakhir buruk, semua itu tergantung bagaimana cara organisasi menyikapi dan menanganinya.

"Karena organisasi yang serasi akan menjadi statis dan apatis"

-Nadia A.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun