“Aku ingin berbicara banyak padamu,” kata lelaki disampingku membuka percakapan setelah sekian waktu hening.
“Kau tau, sudah lima tahun kita bersama, semuanya terlewati. Aku tak pernah menyakitimu. Tak pernah mendua apapun godaan di luar sana. Aku yang menjagamu ketika kamu sehat ataupun sakit,”
Aku menoleh untuk memandangnya,”Lalu?”
“Lalu, aku ingin menikahimu segera. Dengarkan aku, saat aku meninggalkanmu, aku tak sungguh-sungguh melakukannya. Itu kesalahanku, tapi itu yang pertama dan terakhir kalinya.”
Aku mendadak tergugu dan beku. Keheningan kembali menjadi lagu.
“Jadi, apakah kamu siap jadi istriku?”
Aku masih hening dalam lamunan.
“Begini, jika kamu masih terluka, santai saja. Kita hadapi semuanya bersama. Jangan khawatir, aku tak akan meninggalkanmu apapun yang akan terjadi nanti. Bagaimana ?”
“Aku masih ... tidak percaya,” akhirnya bibirku mampu mengucapkan kata
“Kau mencintainya ? Masih ?” dia mencari manik mataku, mencari kebenarannya sendiri. Lalu bahunya sudah memeluk tubuhku erat.
“Kau tau, kadang masalah yang kita hadapi adalah hal yang klise. Orang yang kita cintai berbeda dengan orang yang mencintai kita, begitu misalnya.”