UKT untuk mahasiswa baru kembali menjadi sorotan setelah terbitnya Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dalam aturan itu, kelompok UKT 1 sebesar Rp. 500 ribu dan UKT 2 sebesar Rp. 1 juta menjadi standar minimal yang harus dimiliki PTN.
Wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal atauKenaikan biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang tinggi tengah ramai dibicarakan, bahkan menuai aksi protes dari para mahasiswa. Mereka menuntut agar pihak rektorat dan pemerintah meninjau kembali kebijakan kenaikan UKT dan mencari solusi yang lebih pro rakyat.
Permendikbud Ristek ini mengatur adanya kebijakan kenaikan UKT di beberapa perguruan tinggi negeri khususnya untuk mahasiswa baru. Hal itu disampaikan oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) berlaku bagi mahasiswa baru.
“Jadi peraturan Kemendikbud ini tegaskan bahwa peraturan UKT baru ini, hanya berlaku kepada mahasiswa baru. Tidak berlaku untuk mahasiswa yang sudah belajar di perguruan tinggi.”
“Jadi masih ada mispersepsi di berbagai kalangan di sosmed dan lain-lain bahwa ini akan tiba-tiba mengubah rate UKT pada mahasiswa yang sudah melaksanakan pendidikan di perguruan tinggi. Ini tidak benar sama sekali,” kata Nadiem dalam rapat kerja Komisi X DPR, Selasa (21/5/2024).
Keputusan kenaikan UKT dilakukan oleh masing-masing universitas secara individu, dan bukan merupakan kebijakan universal di semua universitas. Beberapa perguruan tinggi telah mengumumkan kenaikan UKT atau penambahan kelompok UKT baru untuk semua jalur penerimaan, seperti Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP), Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBT), dan jalur mandiri. Di sisi lain, ada perguruan tinggi yang sudah memastikan tidak ada kenaikan UKT mahasiswa baru di tahun 2024, seperti Universitas Airlangga (Unair) dan Universitas Diponegoro (Undip).
Krisis Pendidikan
Krisis pendidikan merujuk pada situasi yang mengancam atau mempengaruhi sistem pendidikan suatu negara atau wilayah. Krisis pendidikan dapat melibatkan berbagai masalah, termasuk penurunan standar pendidikan, kurangnya akses pendidikan yang merata, ketidakmampuan sistem pendidikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan perubahan dalam tuntutan dan tantangan global yang mempengaruhi pendidikan.
Di Indonesia, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menyatakan bahwa krisis pendidikan di Indonesia telah terjadi selama 20 tahun terakhir. Hal ini terlihat dari skor Programme for International Student Assessment (PISA) yang menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia hanya mampu meraih skor di angka 300-an dalam bidang Matematika, Membaca, dan Sains. Nadiem menyebut ini sebagai suatu krisis yang membutuhkan solusi-solusi luar biasa untuk mengejar ketertinggalan.
Krisis pendidikan saat ini meliputi krisis pendidikan akibat pandemi Covid-19, krisis pendidikan karakter, dan krisis pembelajaran. Banyak yang terpaksa menutup sekolah untuk mencegah penyebaran virus, sehingga proses pembelajaran harus dilakukan secara daring atau jarak jauh. Hal ini menimbulkan berbagai tantangan, seperti akses terbatas terhadap teknologi dan internet, kesulitan dalam mempertahankan kualitas pembelajaran, serta dampak psikologis pada anak-anak.
Di Indonesia, pendidikan karakter telah tertanam dalam Pancasila, yang memiliki peran penting dalam menciptakan karakter bangsa. Namun, arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat telah menghadirkan tantangan dalam pembentukan karakter yang baik. Peran keluarga, sekolah, guru, pemerintah, media massa, dan lingkungan sangat penting dalam membentuk karakter yang baik.
Dan, Krisis pembelajaran dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti kurangnya sumber daya manusia, infrastruktur yang tidak memadai, dan perubahan sistem dan pola pembelajaran yang cepat. Selama pandemi Covid-19, krisis pembelajaran semakin diperparah karena adanya pembelajaran jarak jauh yang membutuhkan akses teknologi yang terbatas dan tantangan dalam menjaga interaksi antara guru dan siswa.
Upaya Mengatasi Krisis Pendidikan
Krisis pendidikan merupakan masalah serius yang perlu ditangani dengan berbagai upaya. Berikut adalah beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis pendidikan:
- Implementasi Pendidikan Karakter : Dengan mengimplementasikan pendidikan karakter di lingkungan masyarakat, terutama kalangan generasi muda, diharapkan dapat mengatasi krisis moral yang telah terjadi di masyarakat luas
- Reformasi Struktural: Reformasi struktural dalam sistem pendidikan dapat membantu meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan, lama waktu belajar, dan peningkatan kualitas tenaga pendidik. Pemerintah Indonesia telah melakukan reformasi struktural dengan mengubah pendidikan dasar menjadi 9 tahun
- Pemanfaatan Teknologi: Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran dapat menjadi solusi untuk mengatasi krisis pendidikan. Dalam era digital, pendidikan daring atau pembelajaran online dapat menjadi alternatif yang efektif untuk memastikan akses pendidikan yang lebih luas dan berkualitas.
- Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik: Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan kemampuan akademik, meningkatkan profesionalisme, dan memberikan jaminan kesejahteraan bagi tenaga kependidikan
- Kolaborasi antara Pemerintah dan Masyarakat: Pemerintah perlu melibatkan semua pelaku pendidikan, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, dalam merumuskan kebijakan dan melaksanakan program-program pendidikan yang efektif
Solusi dan Evaluasi
Dalam menghadapi kenaikan UKT dan krisis pendidikan, beberapa langkah telah diambil. Misalnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, telah membatalkan kenaikan UKT tahun 2024. Selain itu, beberapa pihak juga menuntut agar rektorat dan pemerintah melakukan evaluasi terhadap kenaikan UKT yang terlalu tinggi.
NADIA CAHYA KUMALA
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Jurusan : Akuntansi S1
Dosen : IRENNE PUTREN S.PD.,M.pd
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H