Mohon tunggu...
Nadia Larisa
Nadia Larisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi, 4E Penulisan Berita dan Penulisan Kreatif

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Itu S(kill)

27 Mei 2024   21:12 Diperbarui: 30 Mei 2024   12:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulis bukan sekadar merangkai kata-kata, tetapi membuatnya bermakna dan hidup dalam pikiran pembaca. Tulisan yang memiliki senyawa ilmu diharapkan muncul dari penggawa masa depan bangsa, siapa lagi kalau bukan mahasiswa. Aku bersyukur bisa belajar menulis dijenjang kuliah, bagiku menulis tak sesederhana yang banyak orang katakan, lebih dari itu tulisan yang baik mampu mengubah dunia dan membangun peradaban.

Lemas. Spontan menyebut kalimat istighfar. Aku hanya bisa terperangah melihat kelas  yang tersisa adalah dengan dosen tersebut. Seketika memoriku kembali ke semester satu, setiap diajar olehnya jantungku berdebar kencang, tak hanya tampang yang garang, tugas yang diberikanpun cukup membuat kewalahan. Aku hanya berharap di semester empat ini, beliau lebih bersahabat dibanding semester satu lalu. Ternyata harapan tersebut menjadi kenyataan, semester ini beliau lebih banyak bercanda dan tak se-kaku yang kukenal.

Sejujurnya aku menyukai mata kuliah Penulisan Berita dan Penulisan Kreatif karena aku ingin mengasah kemampuan menulis, terlebih dosen tersebut lebih menekankan praktik daripada teori. Ia juga bekerja sama dengan Pemimpin Redaksi (Pimred) media lokal terkemuka di Banten.

Pada awal perkuliahan, ia meminta mahasiswa membentuk kelompok, kemudian setiap minggu membuat berita berdasarkan tema yang telah ditentukan dan opini bertema bebas. Tulisan akan diposting di website media lokal yang telah diajak kerja sama, tetapi sebelumnya harus dicek oleh Pimred yang juga merupakan kerabat dekat sang dosen.

Singkat cerita kelompokku mendapatkan tema seni untuk berita. Hari demi hari terlewati, siapa sangka opini kelompokku yang pertama kali diposting, tentunya ini menambah semangat untuk menghasilkan tulisan-tulisan berikutnya. Tetapi nyatanya tak demikian, semangat mendadak hilang dihembus rumput yang bergoyang, entah mengapa mendadak Pimred tersebut sangat slow respon sehingga berita dan opini semua kelompok tak kunjung terbit. Disaat yang bersamaan, kami harus membuat berita untuk minggu-minggu selanjutnya.

Siapa yang tidak kesal? Susah payah cari isu tentang seni, riset sana-sini, lelah meliput secara langsung, diskusi alot membuat opini, tetapi Pimred tersebut tak kunjung membaca pesan kami. Rasanya habis energi, belum lagi menghadapi narasumber yang tidak merespon bahkan seolah enggan diwawancarai.

Masalah lainnya terdapat berita yang kejar-kejaran dengan aktualialisasi sehingga kami takut beritanya basi. Seperti orang kesal pada umumnya, misuh-misuh selalu menghiasi perbincangan di kelas. Apalagi kami mempunyai tugas kuliah lain, sangat menyita waktu jika terus-menerus memikirkan tugas ini dengan segala ketidakpastiannya.

Hingga pada suatu hari, dosen tersebut mengabarkan bahwa rekannya sedang sakit sehingga off whatsapp untuk beberapa minggu. Aku merendahkan emosi, mengingat visualisasi Pimred tersebut ketika awal perkuliahan diundang untuk memaparkan materi di kelas, ia nampak sudah berumur. Walaupun kerap bercanda, tetapi sosoknya serius dalam bekerja, terbukti ada beberapa kelompok yang mendapatkan revisi dengan kalimat yang cukup pedas.

Saat sudah kembali sehat, barulah satu persatu pesan whatsapp kelompok dibalas. Awalnya kelompokku senang karena setelah sekian lama menunggu akhirnya mendapatkan balasan, tetapi kesenangan tersebut mendadak sirna karena untuk pertama kalinya opini kami dinilai tidak to the point dan mendapatkan revisi sebanyak 3 kali. Tetapi setidaknya dengan kembali responsifnya Pimred menimbulkan secercah gairah untuk melanjutkan tugas ini.

Mendengar keluh kesah mahasiswa yang seperti sudah kehilangan semangat, dosen meminta tiap mahasiswa untuk menceritakan pembelajaran yang didapat selama pengerjaan tugas, dan akhirnya ia memutuskan untuk menyudahi tugas ini. Lega rasanya, pun menurutku pengalaman ini sudah cukup menambah wawasan, terlebih Pimred tersebut tidak bisa terus-menerus mengurusi kami-kami ini. Bohong kalau selama prosesnya tidak kesal, capek, jengkel, bosan, tetapi yang pasti menjadi pengalaman yang mahal.

Dari tugas ini aku belajar tentang pentingnya mahasiswa peka terhadap peristiwa di sekitar serta aturan penulisan berita dan opini agar tidak menyesatkan khalayak. Selain itu, tugas jurnalis juga bukan hanya menulis, tetapi mampu riset dan berpikir kritis. Dari sisi berita, pelajaran yang paling membekas adalah berita harus to the point, sedangkan dalam konteks opini, kami diajarkan untuk berani bersuara dan melahirkan ide-ide cemerlang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun