Abstrak: Penggunaan teknologi penginderaan jauh memiliki peranan yang sangat penting dalam pengawasan serta pengaturan sumber daya alam, termasuk dalam mengelola daerah tangkapan air. Dalam riset ini, disajikan sebuah tinjauan mengenai bagaimana teknologi penginderaan jauh dimanfaatkan dalam mengamati daerah tangkapan air.Â
Berbagai metode penginderaan jauh, seperti pemantauan melalui citra satelit dan penggunaan drone untuk pemetaan, memberikan kemampuan untuk mengumpulkan informasi spasial dengan tingkat resolusi yang tinggi serta meliputi area wilayah yang luas. Riset ini menyoroti beragam penerapan teknologi penginderaan jauh dalam pemantauan daerah tangkapan air, termasuk dalam hal pemantauan mutu air, pengukuran volume air, identifikasi pola aliran, pemantauan vegetasi di sekitar sungai, dan penentuan pola penggunaan lahan yang mengelilingi daerah tangkapan air.Â
Pemanfaatan teknologi ini tidak hanya berguna dalam mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang ada, tetapi juga membantu dalam mengambil keputusan yang tepat dalam pengaturan sumber daya air. Walaupun begitu, masih ada beberapa tantangan yang dihadapi, seperti kesulitan dalam menginterpretasi data yang kompleks, biaya yang tinggi, dan keterbatasan teknis, yang menjadi penghalang dalam pemanfaatan teknologi ini secara lebih luas.Â
Karena itu, riset ini juga membahas kemajuan terbaru dalam pengembangan teknologi penginderaan jauh dan potensi integrasinya dengan sistem informasi geografis (SIG) untuk meningkatkan efektivitas dalam pengawasan serta pengaturan daerah tangkapan air di masa mendatang.
Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Pemantauan Daerah Tangkapan Air, dan Sistem Informasi Geografis.
PENDAHULUAN
Saati ini, sebagian besar DAS dan danau di Indonesia telah mengalami degradasi karena pertumbuhan populasi, perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi lahan lain, polusi, dan erosi tanah. Konversi lahan tanpa memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan dapat menyebabkan dampak negatif yang signifikan, baik selama tahap pembukaan maupun pengelolaan lahan.Â
Pembukaan lahan hutan secara besar-besaran dengan alat berat dapat menyebabkan polusi suara yang mengganggu lingkungan sekitar, sementara penundaan penanaman pada lahan yang baru dibuka dapat memicu erosi tanah terutama pada wilayah berlereng.Â
Tingginya tingkat erosi di DTA mengakibatkan keruhnya air di perairan, yang pada gilirannya dapat mengganggu ekosistem sungai, waduk, dan danau. Degradasi di danau dapat menyebabkan pendangkalan, peningkatan pertumbuhan eceng gondok, penurunan volume air, dan penurunan kualitas air, yang semuanya berdampak pada produktivitas perikanan, produksi listrik, dan pariwisata.
Teknologi penginderaan jauh melalui satelit saat ini berkembang pesat, menyediakan berbagai jenis data dengan karakteristik resolusi spasial, temporal, dan spektral yang beragam. Oleh karena itu, data satelit penginderaan jauh menjadi salah satu sumber informasi yang paling penting dan efisien untuk memantau perubahan di suatu wilayah dari waktu ke waktu, terutama terkait dengan pengelolaan DAS dan danau. Banyak penelitian, baik di dalam maupun di luar negeri, telah menggunakan data satelit untuk pemantauan perubahan lahan di DAS, luas dan kualitas danau, aliran permukaan air, pemetaan lahan kritis, dan zona rawan banjir atau longsor, di antara banyak aplikasi lainnya.Â
Namun, standarisasi dalam pengolahan data awal masih menjadi masalah, terutama terkait dengan proses orthorektifikasi dan koreksi radiometrik, yang dapat mengakibatkan ketidak konsistenan informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh. Untuk mengatasi hal ini, perhatian khusus telah diberikan pada standarisasi pengolahan citra, terutama dalam kerangka program INCAS, yang bertujuan untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dengan cara mengurangi deforestasi dan meningkatkan reforestasi secara berkelanjutan.Â
Koreksi data satelit melalui proses orthorektifikasi, koreksi radiometrik, dan koreksi terrain menjadi tahap yang penting untuk memastikan akurasi dan konsistensi data, meskipun metode ini hanya berlaku untuk data satelit Landsat dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk data satelit dengan sensor yang berbeda.
Menurut panduan Pengelolaan Ekosistem Danau (KLH, 2008), kondisi ekosistem danau dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah erosi lahan, yang merupakan proses kehilangan lapisan tanah akibat pergerakan air atau angin (Foth, 1995).Â
Tingkat erosi yang tinggi dan melampaui batas toleransi dapat menyebabkan daerah tangkapan air (DTA) suatu danau dikategorikan sebagai mengalami kerusakan. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) sering digunakan untuk memperkirakan laju erosi tanah, terutama di daerah dengan hujan dan aliran permukaan sebagai penyebab utama erosi (As-syakur, 2008).Â
Namun, metode USLE membutuhkan data lapangan yang kadang tidak tersedia untuk setiap wilayah di Indonesia. Metode alternatif yang berbasis pada data satelit penginderaan jauh, memerlukan informasi spasial seperti kemiringan lereng dan data Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk wilayah studi (Hazarika & Honda, 2001). NDVI adalah indeks vegetasi yang populer yang dapat mencerminkan kondisi vegetasi, seperti tingkat kehijauan, kesehatan, dan kerapatan vegetasi.Â
Walaupun NDVI dirancang untuk mengurangi pengaruh faktor eksternal dan internal, faktor-faktor seperti tutupan awan, bayangan, dan perbedaan pencahayaan dapat memengaruhi nilai piksel digital NDVI secara berbeda, terutama di wilayah Indonesia yang terpengaruh oleh pembentukan awan tropis.
METODE
Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah literatur review. Pada tahap ini, peneliti melakukan penyelidikan dan analisis terhadap literatur yang relevan dari berbagai sumber seperti jurnal ilmiah, buku, artikel, dan publikasi terkait lainnya. Tujuan dari literatur review ini adalah untuk memahami dan menyintesis pengetahuan yang telah ada tentang topik penelitian, mengidentifikasi kerentanan atau kekosongan dalam literatur yang ada, serta merumuskan kerangka konseptual atau hipotesis untuk penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian, literatur review memberikan dasar yang kuat untuk perumusan masalah penelitian, pemilihan variabel penelitian, serta pengembangan metode dan pendekatan penelitian yang tepat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengambilan NDVI dengan menggunakan kombinasi band 3 (merah) dan band 4 (inframerah) secara digital dipengaruhi oleh kondisi cuaca seperti awan, kabut, dan bayangan, serta topografi permukaan bumi. Citra Landsat menunjukkan topografi yang berbukit di wilayah studi dan nilai NDVI yang dihasilkan dari citra tersebut. Perbedaan topografi menyebabkan variasi dalam intensitas pencahayaan matahari di permukaan bumi.Â
Bagian yang terkena sinar matahari langsung memiliki intensitas pencahayaan yang tinggi, tercermin dalam nilai piksel yang tinggi (cerah), sementara bagian yang teduh memiliki intensitas pencahayaan yang rendah, yang tercermin dalam nilai piksel yang lebih rendah (gelap). Penurunan intensitas pencahayaan pada area yang teduh lebih signifikan pada band dengan panjang gelombang yang lebih panjang (band 4) dibandingkan dengan band yang memiliki panjang gelombang lebih pendek (band 2).Â
Akibatnya, area yang teduh memiliki nilai NDVI yang lebih rendah. Pengaruh awan sangat memengaruhi objek di permukaan bumi, di mana awan tebal memblokir sebagian besar gelombang elektromagnetik dan memantulkannya kembali ke atmosfer, sementara awan tipis (haze) hanya memblokir sebagian kecil gelombang elektromagnetik, menyebabkan penurunan intensitas cahaya pada daerah yang terpengaruh oleh haze.Â
Fenomena ini juga terjadi pada daerah yang menjadi proyeksi awan pada permukaan bumi (daerah bayangan awan atau haze), menyebabkan penurunan intensitas cahaya yang berdampak pada nilai NDVI, yang menjadi sangat rendah pada daerah yang tertutup oleh awan dan haze. Oleh karena itu, penurunan NDVI membutuhkan proses standarisasi data dan penghapusan awan, haze, dan bayangan. Proses standarisasi data mencakup koreksi radiometrik (koreksi geometri matahari dan koreksi terrain) serta penghapusan awan dan bayangan.Â
Evaluasi visual menunjukkan bahwa standarisasi data yang dilakukan telah mengurangi dampak-dampak tersebut, sehingga diharapkan NDVI yang dihasilkan menjadi lebih konsisten dan akurat. Nilai NDVI minimum terpantau pada air danau, sawah (dalam fase air) di dataran rendah, dan daerah lahan terbuka di bagian hulu.
Analisis perubahan dalam nilai NDVI di DTA dilakukan dengan menghitung selisih antara NDVI maksimum dan NDVI minimum. Selanjutnya, selisih NDVI tersebut dibagi menjadi tiga kelas perubahan NDVI, yaitu kelas perubahan NDVI rendah, kelas perubahan NDVI sedang, dan kelas perubahan NDVI tinggi. Kelas perubahan NDVI tinggi dan NDVI sedang terlihat pada daerah sawah, ladang, dan perkebunan yang mengalami perubahan tingkat kehijauan yang signifikan.Â
Ini mencakup periode penanaman atau setelah masa panen, di mana kehijauan vegetasi saat fase vegetasi yang didominasi oleh tutupan daun yang rapat (NDVI tinggi), sedangkan tanah cenderung memiliki NDVI rendah. Sementara itu, kelas perubahan NDVI rendah terlihat pada hutan, air danau, permukiman, dan semak belukar, di mana tingkat kehijauannya relatif tetap atau cenderung sama sepanjang waktu.
KESIMPULAN
Penginderaan jauh membawa manfaat signifikan dalam pemantauan dan pengelolaan daerah tangkapan air, memungkinkan pemahaman yang mendalam tentang kondisi ekosistem air dan pengambilan keputusan yang tepat dalam manajemen sumber daya air. Meskipun demikian, tantangan seperti kompleksitas interpretasi data, biaya tinggi, dan keterbatasan teknis tetap perlu diatasi. Standarisasi pengolahan data dan penghilangan gangguan seperti awan, kabut, dan bayangan menjadi kunci untuk memastikan konsistensi dan akurasi hasil analisis.Â
Analisis perubahan nilai NDVI di daerah tangkapan air memberikan gambaran yang jelas tentang dinamika vegetasi di berbagai lokasi, dengan perubahan kehijauan yang signifikan terlihat pada daerah sawah, ladang, dan perkebunan. Di sisi lain, daerah seperti hutan, air danau, permukiman, dan semak belukar cenderung menunjukkan tingkat kehijauan yang relatif stabil sepanjang waktu. Dengan demikian, penginderaan jauh, bersama dengan analisis NDVI, memiliki potensi besar sebagai alat yang efektif untuk pemantauan dan pengelolaan daerah tangkapan air di masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
M. S. Dr. Bambang Trisakti Arum Tjahjaningsih, Ir., M.Si. Nana Suwargana, Drs., M.Si. Ita Carolita, Ir., M.Si. Mukhoriyah, ST., Pemanfaatan Penginderaan Jauh Satelit untuk Pemantauan Daerah Tangkapan Air dan Danau, vol. 7, no. 1. 2014. [Online]. Available: http://pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/indikator/revisi buku Lapan Danau 220215.pdf.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI