Penulis menilai hakekat dari ternate sebagai Alam Ma Kolano adalah dalam rangka menjalankan Khalifah Fil Ardh, sehingga manusia-manusia yang hidup di negeri Alam Ma Kolano adalah manusia yang mampu menjaga keseimbangan antara manusia dengan manusia, maupun antara manusia dengan sekalian alam.Â
Jika kita mengingat dengan cermat dan merenungkan kembali, maka kita akan melihat bahwa para leluhur yang hidup di Alam Ma Kolano telah meninggalkan banyak pelajaran bagi kita di masa kini dan yang akan datang, tentang bagaimana manusia harus bisa menjaga hubungan baik antara manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan diriNya.
Persoalan Alam Ma Kolano tentu saja tidak sebatas manusia, hewan, dan tumbuhan. Namun lebih daripada itu, di bumi yang juga ditempati makhluk tuhan lainnya, seperti golongan Jin yang tentu tidak kasat mata manusia.Â
Disinilah yang menjadi tantangan bagi kita, bagaimana menjalankan Alam Ma Kolano atau Khalifah Fil Ardh agar seluruh makhluk di alam semesta mampu merasakan rahmat di tengah-tengah kehadiran manusia sebagai Khalifah Fil Ardh.
Namun menurut penulis keyakinan dan pengakuan bahwa ternate sebagai Alam Ma Kolano perlu kita kritisi kembali, bagaimana tidak! melihat gejolak yang dihadapi belakangan ini, interaksi antara manusia dipenuhi dengan kebencian, adu domba, saling menyalahkan, setiap manusia merasa sebagai yang paling benar dan turut menghakimi manusia lainnya sehingga manusia tidak lagi memposisikan diri sebagai wakil tuhan tetapi menuhankan diri sendiri. Para penguasa berbuat seenaknya menghilangkan nilai Toma Loa Se Banari.Â
Di lingkungan anak cucu Jazirah Al Mulk kian masih terpenjara propaganda dan adu domba, dengan kebanggaan kedaerahan yang pada akhirnya menafikan bahwa KIE RAHA adalah suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Seperti halnya interaksi antara manusia, interaksi manusia dengan alam juga menunjukan gejolak yang tidak sejalan dengan kedudukan manusia sebagai Khalifah.Â
Dengan penuh kerakusan manusia mengintimidasi alam, kepekaan dan rasa cinta antara manusia dan alam mulai pudar.Â
Manusia dengan mudahnya merusak alam, yang pada akhirnya tidak terciptanya kesimbangan. Alam pun murka, melihat Khalifahnya bertindak semenah-menah, bencana dimana-mana banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, angin puting beliung dan sebagainya.Â
Menunjukkan eksistensi manusia sebagai Khalifah Fil Ardh perlu dipertanyakan, pengakuan perihal Alam Ma Kolano perlu dikritisi.
Sekali lagi penulis mengajak untuk kembali merenung, masih layakkah kita berbangga diri dengan pengakuan sebagai Alam Ma Kolano? setelah negeri ini ditimpa gejolak yang menunjukan ketidak harmonisan antara manusia dan Alam.Â