Mohon tunggu...
Nadhira Ashilla Kamila
Nadhira Ashilla Kamila Mohon Tunggu... Mahasiswa - have a nice day

pleased to meet you

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tidur dengan Tenang namun Tidak Setenang Ini

2 Juli 2021   22:11 Diperbarui: 2 Juli 2021   22:27 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sleep Paralysis atau bisa lebih dikenal dengan sebutan ketindihan merupakan salah satu hal yang ternyata cukup umum dan lumrah terjadi pada semua lapisan manusia. 

Banyak orang yang meyakini dan mengkaitkan peristiwa ini hal-hal yang spiritual. Ketindihan sendiri adalah keadaan dimana tubuh kita mengalami kelumpuhan sesaat yang biasanya ditemui saat tertidur atau terbangun dari tidur (Cheyne dan Pennycook, 2013). Hal ini diawali dengan adanya pergerakan dari otot secara sukarela yang kemudian terhambat tetapi mata kita dan sistem pernafasan kita tetap dan indra yang masih dibilang jelas (Aizah, 2014). 

Dari semua pengakuan yang datang dari mereka yang sudah mengalami ketindihan, hampir semuanya mengatakan bahwa mereka tidak dapat menggerakan anggota tubuh mereka namun, mereka masih bisa bernafas dan dapat mengerakkan mata mereka meskipun ada dari mereka yang lebih memilih untuk menutup mata mereka. Dengan alasan ini, seringkali orang-orang mengkaitan peristiwa ketindihan dengan hal yang berbau mistis.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ketindihan, ketindihan dapat bisa dihubungakan dengan berbagai hal, seperti waktu pola tidur yang kurang teratur, stress, posisi tidur terlentang, menginap masalah tidur lainnya, adanya pemakaian obat yang kemudian mempengaruhi pola tidur, dan mengonsumsi minuman beralkohol (Aizah, 2014). 

Ketindihan sendiri terdiri dari 3 klarifikasi berdasarkan American Sleep Association (2005), yaitu; Pertama, intruder yang biasanya dicampuri oleh perasaan takut dan cemas, dan muncul keyakinan akan hadirnya roh halus, disertai halusinasi dalam pendengaran dan penglihatan, yang kedua ada Incubus. 

Pada jenis ini adanya kesusahan dalam bernafas, yang disertai rasa sesak pada dada (sensasi tercekik), rasa sakit dan adanya invasi secara fisik. Yang terakhir adalah percampuran dari dua jenis sebelunya, dimana adanya perasaan takut yang hebat. Pada ketindihan jenis ini tak jarang orang mengalami peristiwa dimana seseorang merasa roh kita keluar dari tubuh kita atau menyaksikan badan kita tertidur. Peristiwa seringkali ditemani oleh perasaan terbang, melayang, dan berputar-putar.

Melihat dari sisi biologis, tentunya ketindihan bukan dapat terjadi karena sebatas kepercayaan spiritual. Ketindihan sendiri dapat terjadi dari kita mulai terbangun dari tidur dalam keadaan sadar atau tidak sadar. Jika ketindihan terjadi saat kita terbangun dari tidur disebut dengan ketindihan hypnopompic atau postdormital (Sharpless & Barber, 2011). 

Dimana badan kita mulai rileks dengan perlahan, hal ini membuat kita akan menjadi kurang sadar, bahkan ada beberapa yang tidak dapat merespon dengan perubahan yang terjadi. Akan tetapi, jika sudah sadar (contohnya terjatuh sehingga tidak dapat berbicara atau menggerakan tubuh). 

Pada ketindihan hypnopompic, terdapat beberapa tahapan tidur yang dialami tubuh kita, seperti REM dan NREM. Tubuh kita mengalami kedua proses ini sepanjang 90 menit. 

Dari keseluruhan waktu ini, selama 75% akan dihabiskan untuk siklus tidur NREM. Saat siklus ini berlangsung tubuh kita akan rileks dan menjadi sembuh sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan siklus tidur REM. Pada tahapan ini, mata kita secara cepat bergerak. Mimpi muncul pada proses ini. 

Proses ini biasanya disebut sebagai proses munculnya halusinasi akan kepercayaan adanya sosok lain. Selama tahap ini berlangsung otot-otot pun istirahat. Jika kita sadar sebelum siklus tidur REM ini selesai, kita akan mengalami ketidakmampuan diri untuk bergerak dan berbicara (Aizah, 2014).

Menurut Islam sendiri, ketindihan ini bisa dialami jika seseorang memiliki banyak masalah dan stress (Bahraen, 2014). Hal yang seperti dapat menggoyahkan iman dan hati kira sehingga gampang dipengaruhi syaiton. Sebagaimana penyakit memang bisa muncul karena adanya campur tangan dari syaiton. Mimpi sendiri dapat berasal dari syaiton yang sering kita sebut sebagai mimpi buruk yang menimbulkan perasaan terganggu dan takut. Diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim, pada Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, mengenai sumber mimpi dan macam-macamnya, yang berbunyi berbunyi:

الرؤيا ثلاث حديث النفس وتخويف الشيطان وبشرى من الله

"Mimpi itu ada tiga macam: (1) bisikan hati, (2) ditakuti-takuti setan, dan (3) kabar gembira dari Allah."
Dengan ini, dapat dikatakan ketindihan menurut pandangan islam merupakan sebatas mimpi. Namun jika mengabungkan dari kedua pandangan tersebut, ketindihan dapat terjadi jika seseorang tersebut sedang berada dalam keadaan stress yang berlebih. Selain itu dapat juga dapat juga dialami oleh seseorang yang pola tidurnya berantakan atau tidak teratur. Untuk menghindari hal ini, kita dapat mencegahnya dengan menjaga kesehatan pikiran kita dan menjauhkan diri dari pikiran stress yang berlebih.

Daftar Pustaka


Aizah, R. D. N. (2014). Hubungan Antara Stres Dengan Sleep Paralysis Pada Santri Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang (Doctoral dissertation, Untag Surabaya). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Psikologi. Universitas 17 Agustus 1945: Surabaya.
American Academy of Sleep Medicine. (2005). International Classification of Sleep Disorder: Diagnostic and Coding Manual, 2nd ed. Chicago: Westchester, IL.
Bahraen, R. Dr. (2014) Fenomena Ketindihan (Syariat dan Medis). Diakses pada 28 Mei 2021, dari https://muslimafiyah.com/fenomena-ketindihan-syariat-dan-medis.html
Cheyne, J. A., & Pennycook, G. (2013). Sleep Paralysis Postepisode Distress : Modeling Potential Effects of Episode Characteristics, General Psychological Distress, Beliefs, and Cognitive Style. Journal. Clinical Psychological Science, 1, 135. Diakses pada 29 Juni, 2021, dari http://cpx.sagepub.com/content/1/2/135.
Sharpless, B.A., & Barber, J. P. (2011). Lifetime Prevalence Rates of Sleep Paralysis: A Systematic Review. Sleep medicine reviews, 15(5), 311-315.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun