Air merupakan salah satu aspek terpenting dan paling dibutuhkan dalam kehidupan untuk seluruh komponen biotik di muka bumi. Bagi kehidupan manusia, air akan digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti minum, mandi, memasak, dan yang lainnya. Namun air juga akan menjadi masalah jika kualitas serta kuantitas yang dimilikinya tidak sesuai batas normal.
Pencemaran air menurut definisi yang tercantum pada PP No. 20/1990 Pasal 1 Ayat 2 tentang Pengendalian Pencemaran Air yaitu: "Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya."Â
Menurut Setiawan (2001), pencemaran air dapat disebabkan oleh 3 aspek utama yaitu aspek kejadian, aspek pelaku/penyebab, dan aspek akibat. Pencemaran air dapat diidentifikasi dengan menggunakan beberapa parameter yang dikategorikan menjadi parameter fisik, parameter kimia, dan parameter biologi.
Pencemaran air sendiri memiliki tingkat kualitas air yaitu tingkat tak cemar dan tingkat cemar. Tingkat tak cemar merupakan tingkatan kualitas air yang belum mencapai batas.Â
Sedangkan untuk tingkat cemar adalah tingkatan kualitas air yang sudah mencapai batas atau melewati batas. Batas yang dimaksud adalah standar baku mutu tertentu seperti yang dicantumkan pada UU Kesehatan No. 23 1992 ayat 3 serta Peraturan Menteri Kesehatan No. 146 tahun 1990.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang memiliki luas 2.986 km2. Kabupatem Bogor memiliki banyak sumber air bersih yang dapat digunakan untuk keperluan kehidupan sehari-hari.Â
Dewasa ini, sungai-sungai di Kabupaten Bogor banyak yang mengalami pencemaran air. Masalah yang timbul akibat pencemaran air ini adalah perubahan warna air sungai yang menjadi hitam, ikan-ikan mati sehingga menimbulkan aroma yang kurang sedap, kualitas air menurun, banjir, hingga estetika sungai yang berkurang. Â
Pencemaran air di Kabupaten Bogor umumnya terjadi karena adanya aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab atas lingkungan sekitarnya. Aktivitas manusia tersebut dapat berupa pembuangan limbah pabrik ke sungai dan pembuangan sampah oleh warga sekitar secara sembarang.Â
Salah satu ampak yang akan terjadi akibat aktivitas manusia ini adalah berkurangnya sumber air minum dan air bersih untuk masyarakat. Selain karena aktivitas manusia, pencemaran air di Kabupaten Bogor juga dapat terjadi karena kondisi biota air yang melebihi batas normal seperti jumlah mikroorganisme yang membludak.
Pencemaran air yang terjadi di Kabupaten Bogor saat ini marak terjadi. Pada awal tahun 2022, warga sekitar Sungai Cikaniki melaporkan bahwa ekosistem yang ada di sungai tersebut rusak.Â
Hal ini dibuktikan dengan muculnya peristiwa ribuan ikan mati di Sungai Cikaniki. Warga di sekitar Sungai Cileungsi juga mengeluhkan rasa mual dan sesak napas yang diakibatkan oleh aroma tidak sedap dari sungai. Peristiwa-peristiwa tersebut tentunya tidak hanya membuat keresahan bagi warga setempat, namun juga bagi pemerintah.
Menurut salah satu penelitian yang dituliskan pada jurnal berjudul "Status Mutu Air Sungai Cikaniki Kabupaten Bogor Berdasarkan Indeks Pencemaran dan Keanekaragaman Makrofauna" menyebutkan bahwa Sungai Cikaniki memiliki tingkat cemar ringan dengan nilai 2.05-2.35. Penelitian ini menggunakan parameter pH, temperatur, nitrat, ammonia, fosfat, BOD, COD, DO, TSS, dan TDS. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah BOD dan COD yang nilainya melebihi batas baku mutu air. Sungai Cikaniki yang digunakan sebagai permukiman sehingga dapat meningkatkan tingginya bahan organik pada Sungai Cikaniki.
Matinya ribuan ikan di Sungai Cikaniki ini juga disebabkan oleh pencemaran limbah. Menurut Agustira (2013), beban pencemaran organik yang masuk ke dalam sungai juga diberikan oleh kegiatan industri meskipun nilainya masih lebih kecil jika dibandingkan dengan permukiman dan pertanian. Setelah dilakukan pengukuran pada awal tahun 2022, komponen kimiawi berupa Sianida di Sungai Cikaniki berada di atas batas baku mutu air. Sianida ini diduga berasal dari pengolahan emas ilegal di Pongkor.
Sedangkan pada Sungai Cileungsi yang menghitam serta memunculkan aroma yang tidak sedap ini diduga karena adanya limbah yang terbuang secara sembarang. Menurut penuturan Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas, perubahan warna sudah terjadi sejak 5 tahun yang lalu. Selain itu, beliau juga menyatakan bahwa perubahan warna serta bau yang muncul terjadi sekitar 18.00 WIB sampai 22.00 WIB. Setelah fajar muncul, air sungai sudah kembali seperti semula.
Dugaan awal menyebutkan bahwa Sungai Cileungsi tercemar akibat aktivitas industri yang berada di sekitar sungai. Bau amis yang muncul dapat disebabkan oleh limbah daging, sedangkan bau menyengat disebebkan oleh limbah industri yang mengandung bahan kimia. Belum ada penelitian lebih lanjut terkait pencemaran yang terjadi di Sungai Cileungsi sehingga baik pemerintah maupun warga setempat belum mengetahui pasti penyebab terjadinya pencemaran.
Pencemaran air memiliki banyak dampak yang merugikan seluruh aspek kehidupan di muka bumi. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2004), dampak pencemaran air umumnya dibagi menjadi 4 yaitu dampak terhadap kehidupan biota air, dampak terhadap kualitas air tanah, dampak terhadap kesehatan, dan dampak terhadap estetika lingkungan. Untuk mencegah serta menanggulangi masalah pencemaran air dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti:
- Melakukan pengelolaan limbah dengan benar
- Tidak menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan akhir sampah
- Menggunakan deterjen yang ramah lingkungan
- Melakukan pembersihan sumber air
Pencemaran air tidak akan terjadi bila kita dapat menjaga lingkungan yang kita tempati dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H