Istilah Body Shaming saat ini semakin melanglang buana terutama di jagat media sosial. Sejumlah artis tanah air pun mengaku dan terang-terangan membuka diri jika mereka menjadi korban body shaming. Sayangnya semakin maraknya fenomena body shaming tidak menjadikan banyak orang benar-benar paham apa saja bentuk-bentuk body shaming itu.
Mulai dari Putri Titian hingga Audi Marissa, mengaku menjadi korban dari mulut-mulut netizen julid yang ada-ada saja perkataannya. Audi yang mengunggah fotonya setelah dua bulan melahirkan, menjadi sasaran body shaming para warganet.
Warganet ini banyak mengirimkan komentar pedas terkait bentuk tubuhnya lewat direct mesaage (DM) di akun instagramnya, menurut pengakuan Audi. Tidak ambil pusing, Audi memilih langsung memblock akun-akun yang mengganggu tersebut.
Di lain sisi, dia juga berusaha memahami jika pendapat setiap orang bisa berbeda-beda. Sehingga, ia sudah lebih dahulu memaafkan mereka yang berkata-kata kurang mengenakan soal penampilannya.
Nah, ternyata selain body shaming ini banyak bentuk perbuatannya, ada juga aturan hukum di undang-undang yang bisa menjerat pelakunya, lho! Jadi jika Audi Marissa mau, sebenarnya dia juga bisa saja melaporkan kasus body shaming yang menimpanya ini ke ranah hukum.
Apa itu Body Shaming?
Body Shaming adalah salah satu bentuk perundungan (bullying) yang dilakukan seseorang dengan cara mengomentari bentuk fisik orang lain. Kritik ini bersifat intens hingga bisa berakibat pada korban bullying yang merasa terpengaruh akan patokan bentuk tubuh ideal yang disebut orang tersebut.
Uniknya, saat ini apa itu body shaming tidak hanya merujuk pada seseorang yang bentuk tubuhnya dianggap kurang ideal. Bahkan, ada kalanya orang-orang tetap melayangkan kritikan terhadap bentuk fisik seseorang, perihal bentuk badannya yang "sangat ideal".
Undang-Undang Body Shaming
Seperti yang sudah disinggung di atas. Sekarang, harus lebih berhati-hati saat berkata atau memberikan komentar di antaranya saat bermedia sosial. Jika korbannya merasa sakit hati, korban bisa saja menuntut balik pelaku body shaming ini.
Apalagi salah satu bentuk bullying ini bukan tidak mungkin bisa memengaruhi psikis seseorang. Seperti munculnya rasa malu, tidak percaya diri, bahkan muncul keinginan hidupnya tidak berarti hingga ingin mengakhiri segera hidupnya.
Dalam aturan hukum di Indonesia, ada undang-undang yang mengatur dan membuat para pelaku bullyimg body shaming ini bisa terkena tuntutam hukum pidana. Kasus body shaming khususnya yang terjadi di ranah media sosial ada di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Yakni tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang lebih dikenal dengan UU ITE. Regulasi ini semakin disempurnakan, ketika tahun 2016 dengan UU no 19.
Baca juga: Anak Berbicara dengan Mengulang-ulang Kata atau Kalimat? Jangan Abai, Bisa Jadi karena Echolalia
Body Shaming dan ancaman pidananya
Di pasal 27 ayat (1) UU. No 11/2018. Dalam aturan ini body shaming disebutkan bisa setara dengan perbuatan yang melanggar asusila. Selain itu perbuatan body shaming ini dapat dimasukkan ke pasal 27 Ayat (3). Undang-undang ini mengidentifikasikan perbuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.
Hukuman untuk  pelaku body shaming, tercantum dalam pasal 45 ayat (1) dan (3). Dalam pasal 45 ayat (1) ini tertulis bahwa pengunggah muatan yang melanggar kesusilaan bisa dipenjara maksimal 6 tahun dan/atau paling banyak Rp. 1 miliar.
Selain itu untuk pelaku body shaming yang terbukti menghina dan/atau mencemarkan nama baik orang lain, pengadilan bisa menjatuhkan hukuman penjara selama maksimal 4 tahun serta denda paling banyak Rp. 750 juta.
Jika mengalami perundungan fisik di media sosial, selanjutnya bisa melapor ke kepolisian. Apabila seluruh unsur pidana ini telah terpenuhi, termasuk bukti-bukti yang cukup, pelaku body shaming ini bisa dijerat hukum pidana sesuai undang-undang body shaming yang berlaku sebagaimana di atas.
Tak hanya ada hukuman yang bisa menimpa pelaku body shaming, dampak negatif bagi korban body shaming juga bisa berpengaruh pada kesehatan mental. Jika korbannya mengalami rasa tertekan yang parah, bisa memunculkam berbagai kesehatan mental.
Seperti kehilangan kepercayaan diri, depresi, pola makan yang tertganggu, hingga yang terparah bisa menyebabkan korban bunuh diri.
Baca juga: Dinamika "Sikap Optimis" terhadap Kesuksesan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H