Di Amerika Serikat aturan perlindungan pada pekerja seni anak di industri hiburan ini dibuat lebih ketat. Misalnya, di AS, California, aturan ini dikeluarkan oleh  Departemen Hubungan Industrial, Divisi Standar Pelaksanaan Tenaga Kerja di tahun 2013. Isi aturan ini selain tidak memperbolehkan anak-anak bekerja di jam sekolah dan harus ada izin kerja, perusahaan perfilman tempat anak ini bekerja juga harus menyediakan jam bekerja dan fasilitas yang harus dipatuhi.
Bagian menyediakan perlindungan bertanggungjawab bagi pekerja anak di dunia media inilah yang masih timpang di Indonesia. Contoh yang tercantum pada UU Perfilman di pasal 20 tentang perlindungan untuk insan perfilman. Katanya perlindungan pada anak ini haru memenenuhi hak-hak anak dan peraturan perundang-undangan. Dimana yang ditegaskannya adalah pemenuhan hak belajar dan hak bermain.
Sementara secara teknis, aturan mengenai perlindungan ini tidak dijelaskan terperinci. Aturan mengenai apa ada sanksi yang diberikan pada perusahaan hiburan yang tidak menyediakan lingkungan ramah anak yang terlindungi ini belum jelas adanya. Terutama untuk anak yang bekerja di industri hiburan seperti sinetron atau dalam hal ini drama televisi.
Bisa jadi, Zahra sendiri memang menghendaki ingin bisa mengekspresikan menyalurkan bakatnya di dunia akting dan hanya kita yang di luar industri yang menganggapnya berlebihan. Tapi apakah benar, tidak ada peran lain yang lebih pantas bagi gadis seusianya. Apalagi, adegan yang ditampilkan dalam mega series ini seperti yang dipermasalahkan warga twitter, juga terlihat mengganggu dan bukan contoh yang baik.
Baca juga: Teknologi Semakin Maju, Permainan Ini Nyaris Punah!
Sejauh mana batas konten adegan yang diperbolehkan anak lakukan di industri seni peran?
Di Korea Selatan, aturan mengenai perlindungan pekerja hiburan anak juga cukup ketat. Sebagai negara yang mengunggulkan indutri kreatif hiburan, jika negara belum bertindak, warganetnya yang cukup keras bisa langsung bertindak. Contoh, pada drama Korea Backstreet Rookie.
Dalam drama tersebut, ada adegan ketika sang aktris wanita yang kelahiran 1999 memerankan karakter anak SMA yang tiba-tiba melayangkan "kecupan" pada seorang pria tak dikenal berusia hampir 10 tahun di atasnya. Dianggap menjadi contoh karakter anak sekolah yang buruk, adegan ini dikecam keras oleh penonton dan segera dilaporkan ke lembaga penyiaran terkait.
Alhasil adegan mesra yang ada di drama mesti dikurangi demi keamanan penyiaran. Meskipun memang, aslinya usia sang aktris sendiri sudah di usia dewasa menurut usia aturan di Korea. Namun, bahkan setelah drama berakhir dan menayangkan seluruh episodenya, gugatan terkait kritik beberapa adegan dalam drama ini tetap berlanjut dan mau tak mau harus diterima oleh penyelenggara terkait, sekalipun mereka sudah memberikan klarifikasi dan memperbaiki konten selanjutnya.
Patut dicontoh, bagaimana hukum bisa menindaklanjuti keluhan masyarakat dengan cepat dan logis. Semoga, seperti yang KPI mau, warga bisa melaporkan setiap konten tak pantas sekaligus segera mendapat penanganan dengan berkelas.
Baca juga: Wahai Orangtua, Anakmu Sering Bertengkar Itu karena Salahmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H