Meskipun sangat sulit untuk mencapai nol cacat, Crosby dan para guru melakukan upaya ekstra untuk mewujudkannya. Menurut Philip B. Crosby, kualitas adalah pemenuhan spesifikasi atau manfaat yang dinyatakan, seperti jam tangan tahan air, sepatu kokoh, atau dokter yang berpengetahuan. Metodenya bersifat hierarkis. Hasil suatu proses pendidikan itulah yang menentukan mutu pendidikan; Jika proses ini dilakukan secara efektif, efisien, dan benar, besar kemungkinan tercapainya hasil pendidikan yang berkualitas. Dalam kerangka pendidikan sebagai suatu sistem, mutu pendidikan berfungsi sebagai variabel, mulai dari buruk hingga tinggi.
Empat kemutlakan kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut: (1) kualitas harus disesuaikan sebagai kesesuaian dengan kebutuhan, bukan sebagai kebajikan atau keistimewaan; (2) pencegahan, bukan penghakiman, adalah sistem untuk menghasilkan kualitas; (3) standar kerja harus sempurna, tidak “mendekati nol cacat”; dan (4) pengukuran kualitas adalah harga dari ketidakpatuhan, bukan pedoman.
Setiap institusi pendidikan, menurut Crosby, harus diimunisasi agar memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian. Karena kesenjangan ini merupakan salah satu faktor penyebabnya, maka kesenjangan ini perlu dihindari dan diselesaikan. Ada lima komponen yang harus diciptakan suatu organisasi untuk mempersiapkan vaksinasi, yaitu:
a. Integritas : Di bidang pendidikan, manajemen atau kepala sekolah juga bertanggung jawab untuk memberikan vaksinasi berkualitas tinggi kepada stafnya. Pemangku kepentingan terlibat dalam mencapai tujuan bersama. Agar konsumen benar-benar memperoleh mutu yang diinginkan, setiap bagian sekolah harus menjamin integritasnya.
b. Sistem : Setelah terbentuknya visi dan tujuan bersama di antara seluruh pemangku kepentingan sekolah untuk meningkatkan integritas kualitatif mereka, sistem ini harus dijalankan dengan kepatuhan yang tulus terhadap protokol yang ditetapkan. Dalam situasi ini, diperlukan seorang supervisor yang bertugas mengawasi pengoperasian sistem untuk memastikan bahwa sistem beroperasi sesuai dengan protokol yang relevan atau tidak.
c. Komunikasi : Selain struktur, harus ada pertukaran informasi yang sehat dan adil antara atasan dan bawahan serta antara kepala sekolah dan dosen. Evaluasi dan diskusi mengenai keadaan mutu akan dilakukan, dimulai dari kegagalan anggota dalam melaksanakan tujuan memperoleh mutu dan diakhiri dengan keberhasilannya.
d. Operasi : Salah satu strategi untuk meningkatkan kompetensi staf dalam meningkatkan standar sekolah adalah dengan memberikan sesi pelatihan. dan melakukan penilaian setelahnya.
e. Kebijakan : Menetapkan kebijakan mutu yang tepat dan tidak ambigu bagi bawahan, bersama dengan justifikasi, kriteria, dan prosedur yang tepat dan terukur, sehingga bawahan dapat memahami dan mematuhi perintah atasan dengan tekun.
Philip B. Crosby mendefinisikan kualitas sebagai kepatuhan terhadap standar, atau melakukan sesuatu dengan cara yang diamanatkan atau distandarisasi. Apabila suatu produk memenuhi persyaratan tertentu, maka produk tersebut dikatakan berkualitas tinggi. Persyaratan ini mencakup bahan mentah, prosedur pembuatan, dan barang akhir. Menurut Philip Crosby, pencapaian kualitas melalui pendekatan metodis akan menghasilkan kualitas yang tinggi.
Pengembangan Mutu Pendidikan Philip B. Crosby
Philip B. Crosby dalam bukunya Quality is Free mengungkapkan empat dalil mutu seperti berikut ini:
- Definisi mutu adalah kesesuaian dengan persyaratan.
- Sistem mutu adalah pencegahan.
- Standar kerja adalah tanpa cacat.
- Pengukuran mutu adalah biaya mutu.
Philip B. Crosby memperkenalkan "Zero Defect," atau "tidak ada cacat," atau "membuatnya benar pada kali pertama" sebagai pendekatan alternatif terhadap kualitas. Ini dipecah menjadi 14 komponen yang membentuk proses peningkatan kualitas. 12 Empat belas komponen berikut ini dapat dibentuk untuk meningkatkan standar pendidikan:
- Komitmen manajemen (Management Commitment).
- Tim perbaikan mutu (Quality Improvement Team).
- Pengukuran mutu (Quality Measurement).
- Evaluasi biaya mutu (Cost of Quality Evaluation).
- Kesadaran mutu (Quality Awareness).
- Tindakan perbaikan (Corrective Action).
- Komite Ad Hoc untuk program Zero Defect.
- Pelatihan penyelia (Supervisor Training).
- Hari Zero Defect.
- Penentuan sasaran (Goal Setting).
- Penghapusan penyebab kesalahan (Error Cause Removal).
- Penghargaan/pengakuan (Recognition).
- Dewan mutu (Quality Council).
- Lakukan berulang kali (Do it Over Again).