"Sudah sudah, jangan panik lagi! Kita makan dulu yuk!" jawab wanita tersebut.
      Saat itu Redy masih menunggu kerusuhan itu berakhir, dia melihatnya lewat TV yang selalu mereka tonton sejak datang tadi. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, Redy masih bingung bagaimana cara untuk mengontak ibunya dirumah, apakah ibu baik-baik saja. Saat itu Redy tidak memiliki HP ataupun alat komunikasi, di rumah wanita tua itu pun tidak ada telfon rumah. Redy kembali panik karena dia takut ada apa-apa dengan ibunya dirumah.
      "Bu, disini ada wartel?" tanyanya pada wanita tua tersebut.
      "Ada nak tapi agak jauh, yang dekat sini ada telfon umum. Tapi ibu tidak tau apa masih menyala atau tidak." Katanya menunjukkan arah jalan yang dimaksud
      "Ya baik bu, saya kesana dulu. Bang, boleh menemani saya bang, saya kurang paham daerah sini." Kata Redy sambil mengajak tukang ojek tersebut.
      "Ayo bang, saya tau deket sini ada telfon umum." Katanya seraya membuka pintu rumah. Dilihatnya keadaan di gang itu sangat ramai, mereka diluar seperti berpesta dan tertawa-tawa. Belum sampai mereka disana, Redy melihat sosok hantu bermuka datar itu. Dia tak dapat berjalan, tak dapat melangkahkan kakinya, seketika ia lemas dan jatuh. Tukang ojek itu bingung lalu, memanggil teman-temannya untuk menggotong Redy, Redy masih sadar hanya saja tubuhnya lemas. Pada waktu tukang ojek itu memanggil temannya, Redy mendengar suara itu.
      "Redy, ibu tertahan didalam mol!" kata-kata itu membuat pandangannya kosong seketika, hantu bermuka datar itu pun berjalan meninggalkannya. Redy terdiam dan secara tidak sadar air matanya turun.
      Ternyata memang benar, setelah pulang kerumah, sudah ada bendera kuning terpasang di depan rumahnya.
Penulis Nada, seorang penulis, produser film, stand up comedian, bekerja dibidang kesenian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H