Part 2
Hari Kematian Papa (Siang)
Papa telah pergi pukul 6 pagi ini, Andri yang menemani di RS, sementara aku menyiapkan apa yang perlu disiapkan di rumah duka. Aku masih belum bisa menangis saat itu, aku sibuk dengan beberapa hal yang harus dibereskan didalam rumah. Masalah papa yang belum selesai adalah PR ku seumur hidupku, aku tidak tau apakah aku bisa melewati segalanya. Aku tidak tau apakah aku mampu menghadapi semuanya, aku tau hal-hal apa yang akan kuhadapi, tapi pertanyaan, apakah aku kuat?
Siang itu semua orang berkumpul dan papa harus dimakamkan hari itu juga, aku hanya memandang bendera kuning yang terpampang jelas nama papa ku, aku hanya melihat tulisan itu dan beberapa karangan bunga yang datang kerumah. Aku menghitung karangan bunga tersebut yang bertuliskan “Turut berduka cita” lebih dari 60 karangan bunga. Aku pernah ingat waktu ada saudaraku meninggal, aku sempat bercanda sama papa, “Pa, lihat karangan bunganya banyak ya, punya papa akan lebih banyak dari itu!” aku ingat sekali kata-kata itu, dan ya benar punya papaku lebih banyak dari yang saat itu kami bicarakan. Aku mengantongi HP ku didalam celana, beberapa bergetar dan berbunyi tapi tidak pernah kuangkat apalagi kulihat, aku hanya termenung di karangan bunga tersebut dan pintu masuk ke rumah papa mama. Aku duduk didepannya bersama anakku Billa, Billa berkali-kali menangis dan mengusapkan air matanya, kami berdua menangisi sesuatu yang kami tau akan terjadi dalam waktu singkat. Ya benar, kami berdua sangat dekat dengan papa. Tiba-tiba mengambil HP nya, lalu dia tersentak dari tempat duduknya, “Bun, kakek!” dia memperlihatkan panggilan di HP nya yang tertulis dengan nama papa. Aku melihatnya, lalu mengambilnya. Aku menjawab HP nya, tapi tidak ada suara sama sekali, berkali-kali aku memanggil tapi tidak ada jawaban.
“Billa, sudah berapa kali kakek telfon?” tanyaku menatap tajam kepada anakku
“Baru ini!” jawab Billa, aku langsung memegang kencang anakku, kami berdua berlari kecil kearah rumahku dan masuk ke kamar. Aku mencoba mencari HP papa yang sengaja kusimpan di laci dalam keadaan mati. Kucoba hidupkan HP papa, mencari sinyal didalam HP nya. Aku terdiam dan hanya menatap layar HP papa yang baru saja hidup. Aku lalu mencari nomor telfon operator agar dapat menelfon operator dan menanyakan hal yang sangat mencurigakan. Operator memberitahukan bahwa kemungkinan HP papa sudah di hacked oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Saat itu aku hanya mengiyakan, tapi Billa tidak tinggal diam. Dia langsung mengecek keberadaan IP address yang menelfonnya dengan membuka aplikasi di HP nya. Dia mencari HP yang menelfonnya tapi tetap tidak ditemukan keberadaannya, berbeda ketika kami melihat aplikasi “FIND PHONE” terlihat jelas bahwa HP papa ya benar berada di titik koordinat rumah kami.
“Bun, ini aneh!” kata Billa melihat jam didalam telfon nya
“Apa yang aneh?” tanyaku melihat layar HP nya
“Ini harusnya jam 11.23 AM tapi disini tertulis jam 11.23 PM, artinya yang menelfon ini tadi malam, bukan siang ini. Kalau tadi malam, kakek masih hidup bun!” kata Billa melihat waktu yang ada di layar telfon.
“Yang bener ah kamu? Coba bunda lihat!” Aku memperhatikan jam nya dengan seksama, ya benar aku melihat jam nya menunjukkan PM yang artinya malam. Sedangkan saat itu siang, yang harusnya menunjukkan pukul 11.23 AM, 11 Siang sebelum adzan Dzuhur. Lalu mengecek HP papa pada jam yang sama, terlihat memang ada panggilan keluar ke nomor anakku pada jam tersebut, tapi tidak mungkin. Papa ku berada di RS sementara HP papa ada di dalam laci kamarku yang tidak pernah dia pegang lagi setelah dia mengalami gangguan penyakitnya. “Ah apakah ini suatu petunjuk?” aku bertanya dalam hati, tiba-tiba Andri masuk kedalam kamar, dia bilang papa akan berangkat ke kuburan setelah Dzuhur. Aku dan Billa menghentikan perdebatan kami berdua didalam kamar, lalu kami sibuk mencari selendang hitam untuk dapat ikut jenazah papa didalam ambulance yang akan mengantarnya.
Hari kematian Papa (Dikuburan)
Aku melihat mantan suamiku berjalan kearahku yang sudah berada diatas ambulance, dia mengucapkan bela sungkawa, lalu aku menyuruhnya berbicara dengan Andri. Tak lama kemudian dia masuk kedalam ambulance bersamaku, tapi kami tidak sempat berbicara lama. Aku fokus pada foto papaku yang ada di pangkuanku, beberapa kali HP ku berbunyi dan aku tidak pernah mengangkatnya. Setelah sampai di kuburan, aku merekam video pemakaman papaku dengan seksama, telfon yang masuk tidak sempat kulihat lagi.
Setelah selesai berdoa, menutup liang kuburnya, aku tidak bangkit dari kuburannya, aku tetap duduk disebelah kuburannya, aku hanya mengucapkan padanya, “Masalahmu yang belum selesai akan kuselesaikan bersama Andri dan Billa, bantu aku pa!” kata-kata itu masih terus terngiang di telingaku, aku mengucapkan itu persis setelah mendoakan yasin di kuburannya.
Aku berjalan turun dari kuburannya menuju Andri yang sedang duduk merokok, aku menghampirinya bersama anakku Billa. Tiba-tiba HP Billa dan HP ku bersamaan bunyi dan aku ingat bunyi nya nyaring seperti tak biasanya, aku dan Billa menatap satu sama lainnya, kami berdua langsung mengeluarkan HP dari kantong celana. Dan benar yang kami pikirkan berdua, nama papa yang ada di layar HP kami, sementara HP papa kutinggal di dalam laci kamar dalam keadaan hidup.
Disinilah awal mulai perjalanan HP papa bernyanyi seumur hidup kami.
Sehari Kematian Papa
Setelah kemarin di kuburan HP ku berbunyi dari nomor papa, aku sengaja tidak mematikan HP papa sampai saat ini, ternyata pesan whatsapp pun muncul dari nomornya. Dia hanya menuliskan apa yang sering dia tulis, “Nak, papa sayang sama kamu, jaga Billa dan mama ya.” Kata-kata itu muncul di layar HP ku, aku mengecek HP papa dan benar baru tertulis beberapa saat aku membacanya. Aku tanpa pikir panjang, lalu aku membalasnya, “We’ll be fine papa, rest in peace with love, your only daughter”
Aku tidak berpikir panjang tentang HP itu, aku dan Billa menganggap HP itu mungkin sarana energi papa yang sudah tidak ada agar dapat mengirimkan pesan apa yang dia ingin sampaikan sebelum dia meninggal. Tapi ternyata dugaan kami berdua salah, datang lah beberapa kali telfon dari nomor teman-teman papa yang bilang bahwa mereka ditelfon di jam-jam tertentu, ada beberapa karyawan papa pun memberitahukan kami bahwa pada jam 10.30 malam mereka selalu mendapatkan telfon dari nomor kantor yang pastinya tidak ada orang sama sekali didalamnya. Aku langsung berpikir ada sesuatu yang ingin papa sampaikan tapi mungkin tidak dapat kesampaian. Akhirnya aku memutuskan untuk tetap menghidupkan HP papa beberapa saat.
Malam itu terjadi lagi, aku dan Billa memutuskan untuk datang ke kantor papa pada pukul 10.30 malam, yang kata karyawan ada telfon masuk dari nomor kantor itu. Aku dan Billa datang kesana, kami berdua melihat persis bayangan hitam yang duduk di depan meja kerja papa, aku terdiam lalu melihat apa yang dia lakukan, benar dia mendekat telfon tapi tidak mengangkat telfon. Aku sedikit takut dan gemetar melihatnya, Billa yang sudah biasa komunikasi dengan hal seperti ini pun mengeraskan memanggil suaranya kepada bayangan tersebut.
“Mau apa kamu?” kata Billa lantang kearah bayangan tersebut. Bayangan itu diam tapi aku melihat bayangan itu menghampirinya, aku sedikit ketakutan dan mundur dari tempatku berdiri, Billa dengan lantang tetap berdiri seperti semula dan aku melihat raut wajahnya berubah sedih. Aku melihat Billa tidak seperti biasanya, dia melihat bayangan itu sambil menunduk dan mengeluarkan air mata, aku ketakutan karena belum biasa menghadapi hal seperti ini. Lalu kudengar suara siul persis sama seperti suara siul yang papa biasa lakukan dari arah luar kantor. Aku mencoba melihat keluar perlahan, aku melihat ada bayangan lewat pelan sambil mengeluarkan siulan itu.
“Billa, ada apaaa… ini…” aku berusaha memanggil anakku dengan gemeteran, aku berharap setidaknya Billa datang menghampiriku, tapi bayangan itu menjauh pergi. Tak lama Billa datang memelukku.
“Kakek belum tenang, bunda… ada sesuatu yang harus diselesaikan!” tiba-tiba Billa memeluk erat tubuhku tanpa berkata apa-apa lagi, kami memutuskan malam itu langsung kembali kerumah.
“Billa, ceritakan pada bunda, apa yang terjadi?” tanyaku dengan nada yang masih gemetar, sementara Billa belum bisa mengatakan apa-apa, dia tetap memeluk erat aku dalam perjalanan pulang.
Keesokan Harinya
Billa memutuskan untuk tidak bersekolah beberapa hari kedepan, dia memutuskan untuk berdiam diri didalam kamar, dia belum menceritakan apapun padaku. Aku tau ada yang tidak beres, sepertinya aku harus mencari tau sendiri, lalu aku mengetikkan pesan ke whatsapp papa didalam HP ku.
“Papa, aku sangat merindukan dirimu, aku kehilangan dirimu dan aku juga tau bahwa bukan hanya aku yang kehilangan dirimu tapi terlebih dengan Billa. Papa kan tau bahwa Billa sangat sensitif, dia terlahir sebagai orang yang memiliki kekurangan, dia memiliki sesuatu yang tidak semua orang miliki, tolong kami papa… ada apa sebenarnya yang terjadi?”
Ketika mengetikkan pesan itu, aku tidak pernah menyangka bahwa akan ada pesan balasan darinya, karena HP papa pun aku yang pegang, walaupun dalam keadaan hidup. Aku menunggu beberapa saat, kupikir mungkin ada keajaiban akan dibalas. Akhirnya aku bermain bersama anakku yang lain, aku juga memiliki anak-anak yang masih kecil berusia 2 tahun dan saat itu aku masih mengandung janin laki-laki yang usia kandunganku memasuki 6 bulan.
Beberapa saat kemudian, Billa datang menghampiriku yang tertidur di kamar, dia memeluk kencang diriku sambil membisikkan sesuatu di telingaku, “Kakek masih ada disini bunda!” kata-katanya mengejutkan ku. Yang kutau bahwa jiwa yang sudah meninggal tidak akan pernah kembali kecuali jin, tapi Billa mengatakan ini bukan jin melainkan benar kakeknya, tepatnya energi papa yang masih tertinggal didalam rumahku.
Pada awal mula Billa cerita aku tidak percaya, lalu aku mulai ceramah ke Billa bahwa jiwa yang sudah meninggal tidak akan pernah kembali, tetapi Billa memberitahukan kepadaku bahwa ini bukan jiwa, tapi energi yang masih tertinggal didalam rumahku, dia menjelaskan ada perbedaan, tapi aku tidak mengerti sepenuhnya.
“Kalau bunda tidak percaya, telfon HP kakek, apakah diangkat?” Billa memberikan HP papa kepadaku saat itu, aku benar-benar tidak percaya ini akan terjadi. Tapi aku lakukan demi menenangkan hati Billa. Aku memencet nomor papa sesuai arahan Billa dan kedua HP ada di depan mata kami, lalu HP papa dijauhkan sedikit dari jangkauanku, aku menelfonnya. Dan benar HP itu diangkat, aku melihat seperti bayangan tapi bukan bayangan hitam melainkan transparan, hampir tidak terlihat. Aku langsung menyebut nama Tuhan tidak berhenti.
“Astaghfirullah, apa yang terjadi Billa? Billa… ini kenapa?” aku kaget tidak karuan, Billa langsung memelukku dan memegang pundakku, dia mencoba menenangkan aku yang sibuk dengan menunjuk kearah banyangan tersebut. Aku melihat anakku yang berusia 2 tahun perlahan berdiri dari tempat tidur dan melihat kearah bayangan tersebut.
Seketika aku menghela nafas panjangku, aku tidak percaya apa yang telah kulihat didepan mataku, Billa tersenyum dan kembali duduk disampingku. Dia mengambil HP papa lalu memberikannya padaku.
“Ada sesuatu yang besar yang akan kita hadapi, energi kakek tidak akan pernah meninggalkan bunda sendirian, bunda akan tau apa yang akan terjadi nanti.” Billa mencoba memberitahukan kepadaku dengan kata-kata singkatnya. Aku lalu menangis jadi-jadian, aku tau bahwa papa meninggalkan kami tidak dalam keadaan tenang. Dia masih mempunyai masalah yang harus aku selesaikan. Tak lama kemudian whatsapp aku dijawab papa, aku melihat ke layar HP ku atas nama papa. Aku membuka pesannya, aku membaca pesan singkatnya, “Be careful! Don’t trust anybody, you’re alone!”
Aku hanya bisa menghela nafas panjang, aku dan papa lebih banyak menggunakan bahasa Inggris dalam pesan singkat kami, agar kami tidak mengetik panjang lebar seperti bahasa Indonesia. Dan iya benar, aku merasakan itu energi papa ku, tidak ada orang lain yang mengirimkan pesan singkat seperti itu dengan aura yang sangat tegas, saat itu aku menyadari, benar kata Billa bahwa itu adalah energi papa ku. Aku masih belum tau apa yang akan terjadi setelah ini, tapi aku tau pesan itu sangat tegas dari seorang papa ku yang kukenal puluhan tahun. Iya benar, itu papa ku. Billa melihat reaksi ku dan tersenyum seperti memberitahukan bahwa energi papa masih berada di rumah kami.
“Billa, gimana nenek?” tanyaku melihat matanya.
“She’s not ok, you have to protect her also!” Aku tau ini pasti ada urusannya dengan warisan yang papa ku tinggalkan, sementara keluarga mama ku rakus dengan harta.
Sekilas tentang keluarga mama ku, aku dan papa tidak begitu menyukai mereka, mereka pernah mempunyai masa lalu suram, mereka mengambil rumah orangtua mama ku dan sampai saat ini belum pernah ada yang pernah menyelesaikannya. Mereka datang dari keluarga yang kaya raya sampai akhirnya habis dan bangkrut, mereka tidak memiliki apapun kecuali peninggalan dari Opa dan Oma (orangtua dari mamaku).
Semasa hidup papa, papa sering menceritakan bagaimana liciknya mereka, menghabiskan uang modal ayam papa, menghabiskan beberapa uang yang papa berikan untuk modal sampai akhirnya rumah Oma harus mereka gadaikan dan papa menerima mereka didalam rumah kami yang dulu masih kecil. Aku harus hidup dengan 6 orang kakak mama beserta dengan cucu mereka yang masih kecil-kecil, masalah itu tidak pernah diperpanjang oleh mama dan papa, tapi papa adalah orang yang tidak pernah percaya sama keluarga mama. Hal itu sering diceritakan waktu aku masih kecil dan aku ingat terus. Papa masih mengingat untuk menitipkan sebuah sertifikat rumahnya sebelum dia meninggal, karena dia tau bahwa keluarga itu jahat.
Sebulan setelah Kematian Papa
Mama masih terbendung kesedihan karena papa, aku mengajaknya pindah kerumahku tapi dia memilih untuk meninggal dirumahnya. Sementara rumahnya di kelilingi oleh keluarga mama yang mempunyai kisah kelicikan sebelumnya. Saat itu aku masih mengandung anakku yang terakhir, jadi aku tidak berniat untuk berperang dengan mereka, tapi HP papa ku tidak pernah berhenti mengirimkan pesan support. Aku membacanya seperti pesan singkat, tegas tapi juga marah.
Aku dan Billa sepakat untuk menutup hal ini dari Andri, suamiku. Karena jika Andri mengetahuinya, dia pasti sudah berpikir bahwa kami gila. Aku sering membaca yasin setelah kepergian papa, aku tidak tau apa yang akan aku hadapi didepan, ya aku tau aku pasti akan berperang dengan keluarga mama, tapi apa aku bisa mengambil mama dari tangan mereka, itu yang masih tidak bisa aku lakukan. Aku terlalu lemah, aku butuh papa. Aku butuh PAPA ku, bukan pesan singkat saja. Aku butuh dirinya ada disini, bukan hanya sekedar energi yang dia kirimkan.
Berminggu-minggu, energi papa tetap hadir didalam rumah, aku terus memimpikannya dengan berbagai cerita. Billa juga selalu menceritakan apa saja yang harus kami lakukan, tapi aku tetap diam dan tidak melakukan apapun. Aku memilih untuk berduka dan berdiam diri sampai aku dapat melahirkan anakku yang didalam kandungan dengan baik-baik saja.
Ternyata Tuhan berkata lain, ketika menjenguk mama ku, mulai lah drama horor didalam rumah mama terjadi, aku cek cok dengan keluarga mama dan mulai tidak masuk akal. Aku yang awalnya hanya diam, lama-lama aku berteriak juga, aku teringat pesan papa di whatsapp waktu itu. “Buktikan kalau kamu benar! Prove it!” kata-kata itu membuatku merekam semua percakapan dengan keluarga mama, aku selalu merekam record suara saat aku mendatangi mereka. Terlebih dengan Billa, yang memang sudah berkali-kali dipesankan oleh kakek nya untuk berhati-hati terhadap mereka. Billa sangat membencinya, tidak ada satu orang pun yang Billa takuti. Billa hanya ingin menjenguk nenek nya yang sudah pikun didalam rumahnya, tapi itu pun jadi perdebatan yang sangat keras. Aku memilih untuk diam dan mundur. Aku berusaha menenangkan Billa, tapi ternyata Billa punya caranya sendiri.
“Bunda, mau sampai kapan diam? Nenek sendirian, kita harus membelanya!”
“Bunda harus apa Billa, mereka punya power! Kalau kita ribut apa kamu tidak kasihan sama nenek yang harus mendengarkan kita berteriak-teriak didepannya?”
“Tapi Bunda harus membela nenek! Nenek harus kita ambil!” kata Billa sambil memakiku, ya aku tau aku lemah, aku bodoh saat itu.
“Kasihan nenek, Billa. Nenek sudah sakit-sakitan, jangan sampai ribut!”
“Bunda akan sangat menyesal, nenek sudah tidak lama lagi, bunda tau itu! Bunda stop ketakutan, jangan berharap kakek bisa membelamu, kakek sudah tidak ada, yang ada hanya energi dan spiritnya, itu tidak bisa membelamu apapun! Bunda tau itu!” teriakkan Billa membuat Andri datang kearah kami, lalu dia melerai kami.
Aku tau aku salah dalam hal ini, seharusnya aku bisa menarik mama ku sendiri tapi itu tidak aku lakukan, aku takut perang ini membuatnya tidak nyaman. Pesan didalam HP papa sudah cukup jelas bahwa aku akan menghadapi peperangan bersama keluarga mama, tapi aku tidak melakukan apapun. Ya aku bodoh! Sangat Bodoh!
6 Bulan Kepergian Papa
Aku masih mondar mandir ke kamar mandi, aku merasa seperti sebentar lagi aku akan melahirkan. Aku masih sibuk membereskan pakaian, Billa hanya menatap tajam kearahku. Dia tidak membantuku, hanya bermain dengan adiknya yang kecil, anakku yang masih berusia belum genap 2 tahun. Aku menidurkan badanku, membolak balikkan badanku ditempat tidur dan masih terasa sakit, tiba-tiba aku menerima pesan singkat dari HP papa. Ya seperti dugaanku, pasti dia akan mengirimkan support didalam pesan singkatnya. Billa hanya melihat dengan matanya tapi tidak mengambilnya. Mata Billa seperti mengarahkan kebencian pada diriku, dia memandangku sangat bodoh! Ya aku bodoh!
Aku bahkan tidak tenang sama sekali, berkali-kali aku melihat anakku yang berusia 2 tahun dan Billa, aku menatap keduanya dan aku seperti ibu yang tidak berguna untuk mereka berdua. Billa masih kesal karena sikapku yang seperti acuh tidak acuh keberadaan neneknya, sementara aku yang masih bingung harus bagaimana menyikapi keluarga mama yang terkenal licik ini.
“Bunda, telfon nenek! Bilang kalau bunda akan melahirkan.” Tiba-tiba Billa berkata kepadaku dan melemparkan HP ku kearahku.
“Ya nanti bunda telfon!” kata ku singkat
“Tidak! Sekarang!” jawab Billa ketus. Aku melihat kemarahan dari raut wajahnya yang putih mungil, aku tau bahwa itu raut wajah yang tidak biasanya.
“Mau sampai kapan bunda ga perduli sama nenek? Nenek sakit dan butuh kita!” bentak Billa kearahku.
“Billa, bunda mau melahirkan, setelah ini bunda janji akan jaga nenek, tapi tolong untuk sekarang kamu bantu bunda, jangan membentak bunda. Bunda tau bunda bodoh! But STOP THAT NOW!” jawabku ikut membentaknya.
Tanpa berpikir panjang, aku masih merasakan mulas tapi aku memaksa kaki ku untuk melangkah kearah rumah mama yang ada disebelah. Aku melangkahkan kaki perlahan, berjalan perlahan-lahan, aku siap menghadapi mereka apalagi ini adalah waktu aku akan melahirkan cucu dari nenekku, jika mereka mengajak perang, aku yakin akan membalas mereka.
“Kamu mau kemana?” teriak Andri dari arah dapur
“Aku mau pamit sama mama, aku mau melahirkan!”
“Sebentar, aku antar!” jawab Andri mengejar langkahku yang tertatih-tatih perlahan.
Akhirnya aku sampai dirumah mama dengan selamat, aku sempat mencium dirinya yang selama ini aku rindukan, aku sempat memeluknya dan memberitahukan bahwa mungkin nanti malam atau besok, aku akan melahirkan cucu laki-laki pertamanya. Karena sebelumnya cucunya perempuan semua. Ya seperti dugaanku, mama ku menerimaku dengan senang dan bahagia, wajahnya terlihat sumringah, dia senang, aku tau dia sangat senang. Keadaan mama ku tidak jauh berbeda dengan papa waktu beberapa bulan sebelum meninggalnya, aku tau ini pasti tidak lama lagi waktu mama ku. Aku hanya memeluk erat dan memainkan rambutnya seperti biasa. Rambutnya yang keriting kecil dan tipis selalu aku mainkan dari kecil dan itu membuatku sedikit nyaman. Tak lama kembali kudengar suara keras dari keluarga mama, “Mama kamu harus mandi!” teriakkan mereka membuat aku sangat-sangat membencinya, bahkan sampai detik ini aku masih mengingatnya persis seperti apa nada suaranya. Tak lupa aku masih memiliki rekaman suara mereka yang membentakku dan anakku.
Lalu Andri mengajakku pulang kerumah, agar tidak terjadi perang didalam rumah mama, aku sedih kenapa di akhir hayat mama jadi seperti ini, persis seperti apa yang pernah papa ceritakan dulu sama aku. Aku hanya memiliki energi papa didalam HP papa, aku sama sekali tidak mempunyai apapun juga. Tak lama sebelum aku melangkahkan kaki keluar rumah mama, aku mendengar HP mama berbunyi, aku masih melirik nama yang menelfon “PAPA” ya benar, ternyata energi papa tidak hanya di HP ku tapi juga HP mama ku, aku hanya bisa mengambil HP mama lalu mematikannya. Kutaruh HP mama ku persis di posisi yang sama, aku tidak pernah tau apakah mama masih mengetahui bahwa papa juga masih menghubunginya seperti menghubungiku dan Billa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H