Setiap tahunnya terjadi kenaikan empat persen untuk mobil dan enam persen untuk motor di daerah Kota Yogyakarta. Andong mampu menahan eksistensi diri di jalan raya dengan segala perubahan dan aturannya.
Di tengah keramaian kendaraan bermotor di Yogyakarta, masyarakat masih dapat menemukan dan menggunakan alat transportasi tradisional yang menggunakan tenaga hewan penggerak yaitu andong. Andong merupakan alat transportasi yang menggunakan tenaga kuda. Andong menjadi alat transportasi di daerah Jawa, khususnya di daerah Yogyakarta.
Para raja Mataram zaman dahulu menggunakan kereta kuda yang disebut dengan kereto kencono. Masyarakat kemudian membuat dan meniru kereta raja-raja Mataram tersebut. Pada masa itu, hanya masyarakat berkelas yang mampu mengendarai andong.
Andong berbeda dengan delman. Andong memiliki empat roda dengan dua roda berukuran kecil dan dua roda belakang yang berukuran lebih besar sedangkan delman hanya memiliki dua roda.
Andong memiliki kemampuan untuk menampung lebih banyak penumpang dibanding delman karena keempat rodanya membuat perjalanan kereta menjadi lebih stabil.
Andong saat ini mengalami pergeseran fungsi. Jika sebelumnya digunakan oleh masyarakat untuk bepergian misalnya ke pasar, tapi kini digunakan untuk menarik wisatawan. Pergeseran fungsi tersebut mempengaruhi penampilan andong yang kita jumpai sekarang sangat variatif dari segi hiasannya.
Putra Setiawan (23) merupakan seorang supir andong di kawasan wisata Malioboro. Putra mendapatkan kepiawaiannya dalam mengendarai andong dari sang ayah dan mulai menjadi supir andong di tahun 2006. Putra mengaku membeli kudanya sendiri dari daerah Sumbawa sementara membeli kereta dari temannya.
"Kalau kuda ini saya beli dari Sumbawa harganya Rp 15 juta. Kalau untuk keretanya di sini banyak yang jual. Waktu itu tahun 2006 saya beli Rp 30 juta. Sekarang harga kereta biasanya Rp 60 juta."
Setiap hari pada pukul sembilan pagi Putra akan mengendarai andong dari rumahnya yang berada di daerah Bantul ke kawasan Malioboro dan pulang pada pukul enam petang.Â
Sebelum mulai bekerja Putra akan memberi kudanya makan rumput dan daun kacang yang dicampur dengan dedak. Putra biasa menunggu penumpang di dekat Toko Mirota.Â
Selain Mirota, jalan masuk Malioboro, kawasan depan mall, kawasan di dekat Toko Terang bulan, dan di depan Keraton merupakan tempat biasa bagi para supir andong mangkal.
Putra bekerja dari hari Senin hingga Minggu. Pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu, Putra biasa mendapatkan penghasilan sebanyak Rp 500 ribu.
"Biasanya dapat Rp 500 ribu kalau yang naik lima orang. Bersih," akunya.
Aturan bagi Putra dan para supir andong lainnya dalam bekerja mengendarai andong yakni mengenakan blankon dan baju adat. Pakaian ini menjadi keharusan bagi para supir andong karena adat yang dimiliki oleh Keraton.
 Tidak ada hukuman bagi supir andong yang tidak mengikuti aturan tersebut tapi pakaian ini merupakan adat yang biasa digunakan oleh para pekerja.
Sementara itu, aturan bagi andong dan pemilik andong yakni mulai tahun 2010 andong harus memiliki pelat nomor kendaraan seperti kendaraan bermotor. Selain itu, para supir andong harus memiliki kartu anggota dan memiliki surat izin operasional kendaraan tidak bermotor agar dapat beroperasi di jalan raya.
"Andong sekarang ada pelatnya. Kalau tidak nanti tidak boleh ngandong di sini. Andong sudah seperti motor yang ada SIM, STNK, BPKB, pelat, dan kartu anggota. Sekarang juga andong tidak boleh nambah. Kurang lebih sekarang jumlahnya 500."
Selama bekerja sebagai supir andong, Putra mengalami banyak hal suka dan duka. Andong yang menggunakan tenaga kuda melaju lebih lambat dibandingkan laju kendaraan bermotor. Tidak jarang Putra dan kudanya mendapatkan bunyi klakson agar kendaraan mereka menepi sehingga para penggendara kendaraan bermotor dapat mendahului.
"Senengnya itu bisa kumpul sama orang-orang yang lebih tua dari saya. Temennya tambah banyak. Sedihnya itu kalau kudanya mati. Kuda saya sudah tiga kali mati. Kalau soal diklaksonin saya sering tapi saya biarin, namanya juga kuda bukan motor." ucap Putra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H