Putra bekerja dari hari Senin hingga Minggu. Pada hari libur seperti Sabtu dan Minggu, Putra biasa mendapatkan penghasilan sebanyak Rp 500 ribu.
"Biasanya dapat Rp 500 ribu kalau yang naik lima orang. Bersih," akunya.
Aturan bagi Putra dan para supir andong lainnya dalam bekerja mengendarai andong yakni mengenakan blankon dan baju adat. Pakaian ini menjadi keharusan bagi para supir andong karena adat yang dimiliki oleh Keraton.
 Tidak ada hukuman bagi supir andong yang tidak mengikuti aturan tersebut tapi pakaian ini merupakan adat yang biasa digunakan oleh para pekerja.
Sementara itu, aturan bagi andong dan pemilik andong yakni mulai tahun 2010 andong harus memiliki pelat nomor kendaraan seperti kendaraan bermotor. Selain itu, para supir andong harus memiliki kartu anggota dan memiliki surat izin operasional kendaraan tidak bermotor agar dapat beroperasi di jalan raya.
"Andong sekarang ada pelatnya. Kalau tidak nanti tidak boleh ngandong di sini. Andong sudah seperti motor yang ada SIM, STNK, BPKB, pelat, dan kartu anggota. Sekarang juga andong tidak boleh nambah. Kurang lebih sekarang jumlahnya 500."
Selama bekerja sebagai supir andong, Putra mengalami banyak hal suka dan duka. Andong yang menggunakan tenaga kuda melaju lebih lambat dibandingkan laju kendaraan bermotor. Tidak jarang Putra dan kudanya mendapatkan bunyi klakson agar kendaraan mereka menepi sehingga para penggendara kendaraan bermotor dapat mendahului.
"Senengnya itu bisa kumpul sama orang-orang yang lebih tua dari saya. Temennya tambah banyak. Sedihnya itu kalau kudanya mati. Kuda saya sudah tiga kali mati. Kalau soal diklaksonin saya sering tapi saya biarin, namanya juga kuda bukan motor." ucap Putra.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H