Mohon tunggu...
Nada Nadaa
Nada Nadaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga jurusan Studi Kejepangan

Seorang mahasiswi yang mencoba untuk meningkatkan kemampuan literasi dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Sejalannya Filsafat Stoikisme dengan Qada' dan Qadar

13 Mei 2023   19:00 Diperbarui: 13 Mei 2023   19:02 545
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

          Pada tahun 2018, terbitnya buku Filosofi Teras membuat khalayak ramai dengan pemikiran yang tertuang dalam buku tersebut. Berbagai platform media sosial seperti YouTube, Blog, Twitter, dan lain-lain membahas Filsafat Stoikisme karena dipercaya dapat membantu mengurangi kecemasan para penganutnya. Meski sudah lima tahun berlalu, hingga kini pemikiran Stoik menjadi unggulan bagi orang yang sering cemas dengan kehidupannya. Terdapat beberapa tokoh yang viral seperti komedian Raditya Dika, pada video yang Ia unggah di Youtube dengan judul Supaya Hidup Gak Overthinking.. pun membahas terkait Filsafat Stoikisme sebagai mindset andalan untuk mengatasi kecemasan. 

          Apa itu Stoikisme?

          Stoikisme adalah sebuah aliran filsafat Yunani Kuno yang muncul tiga abad sebelum masehi. Penemuan mazhab pemikiran oleh Zeno di Athena ini berjaya hingga 3 abad setelah Masehi dan dikembangkan oleh berbagai filsuf terkemuka seperti Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Pada abad setelahnya, Stoikisme mulai memudar karena kekaisaran Romawi menetapkan Kristen sebagai agama resmi. Meski sudah berabad-abad lalu, Filsafat Stoikisme ini kembali terkenal dan diadopsi oleh banyak orang di abad ke-21 Masehi karena dianggap masih relevan dan cukup berpengaruh pada diri pengikutnya. 

          Filsafat Stoikisme sendiri memiliki inti pemahaman berupa dikotomi kendali atau istilah psikologinya adalah Locus of Control; Kontrol atas kejadian internal atau eksternal yang terjadi pada diri sendiri. Dalam artian lain, kita harus fokus pada apa yang bisa kita kendalikan pada kejadian sehari-hari. Pemikiran ini mengajarkan agar dapat membedakan mana yang dapat dikendalikan dan yang tidak. Tak perlu memusingkan hingga mengeluarkan emosi negatif berlebihan karena hal yang berada di luar kontrol, yang sudah terjadi dan masa depan tak perlu dikhawatirkan, fokus pada yang saat ini bisa dihadapi dengan kesadaran sepenuhnya. Stoik juga mengajarkan bahwa bukanlah sebuah kepentingan bagi kita untuk mengejar duniawi, karena ia juga memiliki pemahaman terkait momento mori; mengingat kematian dan mempercayai bahwa segala sesuatu tidak ada yang abadi, semua ada masanya. 

          Qada' dan Qadar

          Mengulang kembali pemahaman di bangku sekolah, qada' dan qadar merupakan konsekuensi dari syahadat. Dimana jika kita mengimani Allah SWT sebagai Tuhan kita dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan-Nya, maka sebuah keharusan bagi kita untuk mengimani qada' dan qadar. Jika tidak, maka perlu diperbaiki pondasi keimanannya. 

          Pembahasan ini cukup menuai banyak kontroversi karena salah sedikit pemahaman saja, maka akan berakibat fatal bagi produktivitas keimanan. Kesalahan memahami konsep qada' dan qadar dapat dilihat dari aliran Jabariyah yang identik dengan fatalisme, dimana mereka memahami bahwa manusia mau tak mau harus mengikuti takdir Allah SWT tanpa usaha. Adapula Qamariyah atau Mu'tazilah yang menempatkan Tuhan hanya sebagai watchmaker dan tidak memiliki andil dalam menentukan takdir hamba-Nya sama sekali. 

          Dalam pembahasan ini, wajib diketahui bahwa Allah SWT memberikan dua area pada setiap manusia. Yakni area yang dikuasainya dan area yang menguasainya. Area yang menguasainya merupakan hal yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk manusia, karena ia tak akan bisa memilih ataupun mengendalikan kejadian tersebut. Seperti kejadian yang sudah ditetapkan dalam Lauh Mahfuz. Karena itu, manusia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas wilayah yang menguasainya. Disebutkan dalam Ar-Ra'd ayat 39:

Artinya: "Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh mahfuzh)." (Ar-Ra'd[13]:39) 

         Oleh sebab itu, kita tak perlu pusing dalam menerima apa yang sudah ditetapkan pada kita karena kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Diperlukan ilmu untuk tawakal atas apa-apa yang terjadi karena ketetapan Allah SWT. 

         Wilayah kedua, yaitu area yang dikuasainya. Dalam area ini, manusia dimintai pertanggungjawaban atas pilihannya karena melibatkan akal sehat dalam menentukan perbuatannya. Karena adanya peranan akal disitu, eksis pula ikhtiar dalam menjalankan perintah dari akal. Hal ini dikuatkan dengan Surah Ar-Ra'd ayat 11 yang menjadi bukti bahwa usaha itu amat penting karena bisa menggiring dari satu takdir Allah menuju takdir Allah yang lain. Ayat tersebut berbunyi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun