Mohon tunggu...
nadalfizahra
nadalfizahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Karena kamu butuh banyak pengetahuan baru untuk dipelajari, jadi mari belajar bersama!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Juang Tak Terhenti

22 Juli 2022   09:12 Diperbarui: 22 Juli 2022   09:24 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
JuangTakTerhenti-220722

Hembusan napas berat memecah keheningan. Menciptakan alunan bising melelahkan. Ribuan detik lamunan menyapa angin. Menggerogoti suara hati sedang tidak baik. 

Sejenak bayangan melenyap dan menghindar dari kenyataan terlalu menguasai. Melangkah maju setelah luka basah bukanlah hal mudah untuk di jalani. Terdengar klise, seperti kata kebanyakan orang, " jalani prosesnya maka kebahagiaan akan menyertai". 

Nyatanya, semua membutuhkan pertarungan kesembuhan batin. Setapak demi setapak terlewati. Potongan impian menemukan bagiannya. Bagian hilang mulai terisi sebagaimana mestinya. Mengikis rasa sendu yang senantiasa mengikuti.

            "Sudah lama menunggu?," tanya Hana .

            Lily menggeleng sambil tersenyum.

            "Kamu mau pesan apa? Biar aku pesankan sekalian"

            "Emm... apa ya. Aku juga bingung sebenarnya. Samakan saja"

Lily membaca daftar  menu makanan dan minuman dalam genggamannya. Ia berpikir sejenak makanan apa yang akan menemani obrolan santai di bawah langit sore bersama tetes-tetes hujan. "Sepertinya aku ingin kentang goreng saja deh" lanjut Lily.

"Serius, Ly? Gak ingin yang lain? Tumben pesan satu menu. Biasanya kan hehe. Eh btw, tapi aku gak pingin makan kentang goreng deh. Burger enak kali ya. Eh, ngga deh kayaknya. Mending mie kenangan atau ketang goreng atau burger menurutmu, Ly?" tanya Hana.

Lily memutar bola mata malas. Hana dan keribetannya adalah satu hal yang sia-sia. Kadang terbesit dalam pikiran untuk menyerah dengan Hana. Tapi Lily terlampau sayang kepada Hana yang sudah menjadi tempat berkeluh kesah permasalahan duniawi sekian purnama. Mungkin hanya kata pasrah mewakili kelakuan ajaib wanita berusia 21 tahun yang seringkali menyamai tingkah laku bocah.

"Tadi bilang disamakan. Sekarang malah ingin pesan beda. Gitu aja terus sampe kenyang makan janji palsu," wajah Lily sudah tidak dapat dikondisikan dan memilih meluapkan kekesalannya.

Hana tertawa sekejap, "Hehe maafkan diri saya yang imut, cantik, dan menggemaskan ini sehingga daku  membuatmu marah diikuti rasa kesal yang berkepanjangan, sist" senyum kemenangan terlihat di wajah Hana.

Lily tak menjawab lagi. Segera ia berjalan untuk memesan makanan dan memutuskan untuk memesankan Hana camilan pilihannya. Jika Hana protes, Lily tak akan peduli. Toh, dirinya telah memberikan waktu pada Hana untuk memilih dan berujung pada kebingungan sendiri. Daripada menunggu Hana mendapatkan hidayah akan membeli makanan apa lebih bai kia saja yang memutuskan untuk gadis omnivora itu, pemakan segalanya lebih tepat.

Lily melangkah kembali ke hadapan Hana membawa nomor antre.

"So? Apa yang mendasari pertemuan kita kali ini?" Tanya Hana to the point.

Dibalik sikap Hana yang terkadang masih kekanakan, ada salah satu sifat baik Hana. Sikap perhatian yang tak pernah pudar. Hana akan menanyakan secara langsung jika ia merasa ada bermasalah dalam diri temannya.

Senyum meluap seketika. Tawa yang menghiasi suasana perlahan memudar berganti sorot mata sendu. Wajah lelah Lily tak bisa dideskripsikan. Jiwa ceria seakan berganti kekosongan hati. Seperti sedang memendam beban. Guratan kesedihan masih terlihat jelas di wajah manisnya. Hana lebih memilih untuk diam meski sedikit ia memiliki insting terhadap apa yang terjadi. Hana memberikan ruang kepada Lily untuk memulai cerita tanpa ada desakan.

Hana dan Lily berteman baik sejak enam tahun yang lalu. Mereka dipertemukan dalam kesempatan menghadiri seminar kesehatan di salah satu universitas sebagai delegasi ektrakulikuler PMR---Palang Merah Remaja di SMA Kebangsaan. Setelah kegiatan yang berlangsung selama tiga hari tersebut, mereka semakin dekat dan di cap sebagai kembar tak sedarah oleh teman-temannya. Dengan slogan, "dimana ada Hana, disitu ada Lily". Satu sekolah pun hafal dengan kedekatan mereka. Tak jarang keduanya beberapa kali menjuarai perlombaan di bidang akademik maupun non-akademik sehingga di nobatkan menjadi bagian dari siswa berprestasi ketika hari kelulusan tiba.

"Aku merasa gagal, Na. Aku merasa semua yang aku perjuangkan sia-sia. Kayak apa ya, sulit buat dijelaskan. Kamu paham kan maksudku? Apa karna aku terlalu berharap untuk menjadi nomor satu makanya Allah belum mentakdirkan aku untuk menjadi pemenangnya? Tapi aku sudah berusaha dengan batas maksimal yang bisa aku berikan untuk lomba bergengsi ini, Na" Serak putus asa terdengar jelas di telinga Hana. Terlihat Lily masih berusaha untuk tidak meneteskan air mata. Kantong mata Lily bersua bahwa dirinya menghabiskan separuh malam untuk meluapkan emosi. Hana terlalu paham untuk kebiasaan Lily jika sedang bersedih.

Hana menatap Lily sedang menunduk. Hana jelas merasakan apa yang Lily rasakan. "Ly. Aku tahu ini gak mudah bagi kamu, tapi---"

Ucapan Hana terhenti. Seorang pelayan sedang mengantarkan pesanan mereka. "Maaf mengganggu waktunya, Kak. Izin meletakkan makanan dan minuman kakak sekalian," pelayan tersebut meletakkan makanan ke meja Hana dan Lily. "Apakah sudah sesuai kak pesananya? Atau masih ada pesanan yang belum kami sajikan, Kak?" tanya pelayan tersebut ramah.

"Sudah, Kak. Terima kasih." Jawab Hana dan Lily bersamaan.

"Kembali kasih, Kak. Selamat menikmati hidangan dari kami. Semoga terkenang dan  saya izin undur diri," Pelayan tersebut tersenyum sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi melakukan tugas lainnya.

"Kamu tahu, Ly. Sejak pertama kamu terpilih menjadi Mawapres di Fakultas MIPA, satu kata yang terlintas dalam benakku. Bangga. Tak ada yang lebih membahagiakan menyaksikan sahabatnya berhasil menjadi terbaik ditingkat fakultas. Orang iri akan berkata bahwa hal tersebut lebay, namun tidak dengan aku. 

Di mata aku, Lily sahabatku menjadi juara. Aku tahu kamu sangat berharap menjadi Mawapres satu ditingkat universitas. Namun, semua yang terjadi hari kemarin adalah takdir terbaik untuk kamu. Kamu punya banyak hikmah didalamnya. Kamu menjadi Runner Up keren banget. 

Aku di urutan ke lima saja sudah bangga terhadap diriku. Kenapa? Karena aku berhasil mengalahkan ketakutan terbesarku untuk melangkah menyelesaikan rentetan impian. Semua jalan dimudahkan. Dan itu lebih dari cukup untuk menambah rentetan pengalaman hidup. 

Apakah aku tidak ingin juara? Tentu jawabannya sama sepertimu. Juara satu adalah impian, tapi sebanyak apa pun kata sesal hari ini, tak akan mengubah sesuatu yang sudah di garis takdirkan untuk kita. Tetap semangat ya. Ayo berjuang bersama lagi untuk mencoret segala mimpi yang telah kita susun bersama." Senyum Hana meneduhkan hati Lily.

"Aku sedang berusaha memupuk rasa ikhlas di tengah pengharapan diri yang berujung rasa kecewa. Ekspektasiku terlalu tinggi berujung menggoreskan luka. Salah memang, niat bermula lurus menjadi berbelok seketika karena aku merasa aku mampu untuk menjadi yang pertama. 

Bagi Sebagian orang mungkin ini sesuatu yang membanggakan, namun aku masih sering kali merasa kecewa yang berujung menyalahkan diri sendiri karena belum mampu memberikan yang terbaik untuk membahagiakan orang tua, keluarga, kamu, dan teman-teman lainnya," sambung Lily. Wajah bahagia sehari-hari hanyalah cerita di hari ini. Senyum manis berubah menjadi jiwa rapuh tak bertenaga.

"Ly, berkali-kali aku bilang. Kami semua bangga ke kamu. Meskipun cara menyampaikan kebahagiaan dan ucapan selamat kepadamu akan berbeda setiap orang. Intinya kami bangga terhadap pencapaian luar biasa ini. Jangan suka overthinking ya. Bangkit lagi dan berusaha mengejar impian lain. Semangat untuk kita."

"Aku kadang masih suka membandingkan diri dengan pencapaian kakakku, Na. semua orang tahu prestasi dia di bidang akademik maupun non akademik. Kadang aku merasa semua yang aku capai hingga detik ini masih belum cukup untuk mengejar semua pencapaian kakak. Lebih ke masih belum bisa menyembuhkan diri untuk tidak membanding-bandingkan diri dengan kakakku. Meskipun banyak yang menganggap kami sama-sama anak yang berprestasi, namun di relung hati terbesit rasa rendah diri" Lily masih melanjutkan sesi kesedihan dan hal yang membuat pikirannya lelah.

Hana menatap Lily, "Ly, sejatinya jalan setiap orang berbeda. Setiap insan yang terlahir di dunia ini memiliki jalan takdirnya masing-masing. Sebuah fenomena yang bisa kita lihat, bayi kembar identik yang terlahir di tanggal sama saja memiliki kehidupan sendiri apalagi yang berbeda? Lantas mengapa kamu membandingkan banyak hal dengan berlebihan atas segala pencapaian kakakmu hingga kamu terlupa, bahwa kamu dan kakakmu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing? Membandingkan diri untuk memperoleh semangat dan energi perjuangan yang tinggi memang baik, namun jika hal tersebut membuatmu stress dan tertekan akan membuat hal baik berubah menjadi tidak baik"

Lily tersenyum. Lalu bangkit menuju kursi Hana. Memeluk Hana dari belakang adalah zona nyaman yang biasa dilakukan Lily saat suasana hatinya kacau. Ada perasaan lega setelah mencurahkan kesedihan yang mengahantui beberapa hari ini kepada Hana, "Makasih, Na sudah berada di sisiku dalam sepak terjang kehidupan ini. Syukurku masih sama dan akan terus bertambah. Menjadi bagian dari dirimu adalah hal istimewa"

"Iya dong, Ly. Aku kan emang sahabat terbaik, terdabest, dan ter-ter cantik tentunya. Bismillah acc jadi kakak ipar," gelak tawa terdengar dari Hana sambil mengusap telapak tangan Lily yang memeluknya dari belakang. "Udah ah, Ly. Malu ih peluk-peluk segala. Ya meskipun aku tahu ya badanku ini emang pelukable, tapi liat kondisi dong. Nanti di sini ada crush ku dan dirinya akan berpikir dua kali deketin aku. Aku gak mau itu terjadi lho ya. Kan gak lucu ya bestie" cerca Hana yang tak ada tanda koma ketika berbicara.

Lily menjitak kepala Hana, "Kebiasaan deh. Gak bisa diajak sweet  sejak dini emang anaknya. Kan tadi aku sudah baper dengan kata-kata bijakmu yang entah copas dari mana"

"Woy, Ly. Tolonglah gausa terlalu jujur jadi orang. Manipulasi dikit kek kata-katanya. Bikin sahabat jadi seneng binti bahagia aman dapat pahala kok. Kalo aku ngambek dirimu gak punya temen nanti bingung sendiri ," Hana pura-pura melakukan aksi ngambeknya. Sedetik kemudian, Hana meneruskan ucapannya. "Terserah deh. Aku mau makan makanan yang bismillah akan ditraktir Lily"

Lily tersenyum pada Hana dan kembali duduk di kursinya. Lily yang usil mengacak hijab yang dikenakan Hana. Hal tersebut merupakan hal yang tentunya tidak disukai oleh Hana dan mendapatkan pelototan mata tajam darinya. Sesaat kemudian, mereka menyantap makanan tidak dalam keadaan diam. Selalu saja ada obrolan mengalir diantara keduanya yang sebagian besar jauh dari topik berfaedah. Tak ada kata jaim jika mereka bersama. Adu mulut tentu saja menjadi sasaran utama dalam menyampaikan argumen. Tak jarang obrolan atau gelak tawa dari keduanya memancing sekitar untuk menolehkan kepala melihat apa yang terjadi.

Tak  terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Hana dan Lily kembali ke kos masing-masing. Setelah membereskan kamar dan merapikan meja belajarnya, Lily menemukan selembar kertas di dalam tasnya. Lily menegakkan tubuh di kursi belajar. Mengangkat kepala untuk sejenak menikmati cahaya rembulan menorobos jendela mungil kamar. Membuka secarik surat dari Hana secara perlahan lalu menikmati setiap aksara yang tertuang di dalamnya. 

Teruntuk Lily tersayang,

Yang sedang menikmati dinginnya angin

"Hallo Lily Rumaisha Az-Zahra. Doa yang tersemat dalam namamu aku yakin memiliki makna yang indah di dalamnya. Seperti kebaikan disetiap untuaian doa, hadirmu menjadi penyejuk bagi tiap jiwa jika berada di dekatmu. Iya, kamu tahu bahwa sahabatmu  ini susah jika urusan memberi wejangan nasehat secara langsung. Lebih suka untuk mengekspresikannya melalui tulisan sederhana. Semoga berkenan membacanya ya, sayang haha. Dan makasih untuk getaran suara hati mengatakan tulisan ini sungguh indah. Dan semoga (lagi) akan terkenang hingga hari kemudian.

Mari awali cerita ini dengan sebuah pertanyaan sederhana. Perlahan resapi tiap kata demi kata yang tertuang manis. Pesan tersurat, ambil tisu sebelum membacanya.

Kamu tahu satu hal, Lily? Kesuksesaan tidak selalu diartikan dengan kamu menjadi nomor satu maka gelar sukses akan menyandang pada dirimu. 

Entah dalam konteks seperti apa  saja, rasanya kalimat tersebut beriringan dengan kehidupan fana saat ini. Menjadi terbaik tidak harus menjadi juara pertama dalam sebuah perlombaan. 

Menjadi terbaik tidak harus mendekati sempurna. Menang kalah adalah hal yang biasa terjadi khususnya dalam sebuah ajang perlombaan. Kesuksesan yang sebenarnya adalah ketika kamu memutuskan di hari pertama berani melangkah untuk melawan segala ketakutan-ketakutan yang sepenuhnya belum terjadi. 

Kecewa itu pasti ada. kecewa adalah pelengkap bagi setiap pengharapan manusia atas kemampuan diri sendiri yang bersifat semu. Akan tetapi, larut dalam kesedihan dan berujung menyalahkan diri sendiri tak ada artinya. 

Takdir telah tersusun rapi pada bagiannya. Jika memendam rasa sakit hingga berlarut-larut akan mengubah takdir yang ada, maka semua orang yang gagal pun akan melakukan hal serupa untuk mengubah fakta yang telah terjadi. 

Namun, kenyataanya tidak demikian, bukan? Semua tidak sesederhana mentari menyinari bumi di pagi hari. Sesederhana pelangi menjalankan tugas setelah hujan terhenti. Kalo boleh aku bilang, aku bangga padamu. 

Sungguh benar adanya. Kamu mencoba mengupayakan hal yang kamu impikan sejak menginjakkan kaki di kampus ini untuk menjadi petarung yang gigih, yang tak kenal kelah, yang bersahabat dengan tangis, dan yang memeluk rasa semangat.

Sebagai sahabat dan teman seperjuanganmu, aku tahu tangismu untuk kompetisi ini tidaklah sedikit. Banyak waktu, tenaga, materi, belajar, dan terus mengupgrade diri tak mengenal waktu 24 jam. 

Pada intinya, kamu sudah juara satu untuk dirimu sendiri. Menjadi nomor satu untukmu yang berani melangkah dari jebakan masa lalu. 

Untukmu di masa lalu yang gamang dalam menentukan langkah di masa depan. Jangan tampakkan keluh, sedih, dan wajah murungmu karena setiap orang memiliki masalah berbeda-beda, hanya saja mereka mampu bersembunyi di balik topeng mengelabui. 

Aku sangat merindukan keceriaan dari seorang Lily. Aku pun merasakan hal yang sama jika hal tersebut terjadi padaku. Sedih karena takdir tak membiarkan impian kita menjadi nyata. 

Aku ingat kata-kata menyejukkan batin saat kegagalan itu tiba, bahwa sejatinya setelah kesulitan ada kemudahan dan setelah kesedihan akan ada kebahagiaan. Semangat Lily. Kamu akan mengambil hikmah terbaik dari pelajaran hidup yang terjadi di waktu yang terasa singat ini,"

Tertanda

Sahabat terbaikmu,

Hanara Syakira

Sedari tadi Lily menunduk, air matanya menetes dikeheningan malam. Menatap jendela, melihat rembulan yang menderang menyinari sunyinya kegelapan. Seketika hujan membasahi bumi seakan ikut menemani Lily memetik hikmah dalam perjalanan hidup yang ia lalui sampai saat ini. Luka batin perlahan mengering. Jiwa kosong perlahan berganti kebisingan hangat. Sejuk bau tanah setelah hujan menciptakan ketenangan bagi jiwa yang merindukan ketenangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun