Mohon tunggu...
nadalfizahra
nadalfizahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Karena kamu butuh banyak pengetahuan baru untuk dipelajari, jadi mari belajar bersama!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepucuk Surat

11 Maret 2022   08:33 Diperbarui: 20 Juni 2022   13:26 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nadalfizahra/11 Maret 2022

__2021, Juni

            Di bawah pekatnya langit malam, terhitung sejak tiga puluh menit yang lalu hujan mengguyur bumi. Semerbak bau tanah senantiasa mengiringi air yang memberikan kehidupan bagi penduduknya. Tak ada lagi gugusan bintang mengampar atap langit. Cahaya rembulan pun tak mau menampakkan diri.  Menghilang sejenak untuk kembali lagi. Hanya sepi yang tersisa. Melebur bersama dengan dinginnya angin yang bertarung dalam balutan kerinduan.

            Di sisi lain, seorang gadis memejamkan mata sambil beradu dengan pikirannya. Terjebak dalam ruang ilusi, merunduk, dan mendekap diri hingga kaki terasa kelu untuk melangkah jauh. Batinnya tersiksa, lidahnya kaku untuk berteriak. Bersua tanpa bunyi adalah pilihan terbaik saat ini. Mengulang kenangan yang tak pernah memperoleh penjelasan dari sang pemilik kisah.

__2020, Februari

            Hujan turun dengan tenang. Mendobrak tanah kering di sepanjang sudut kota. Deru ban motor memecah keheningan malam. Lelaki pengendara berusaha sampai di tempat tujuan dengan selamat dengan kecepatan yang tak biasa. Berkali-kali ia merutuki kebodohannya. Ceroboh. Tak membawa mantel di tengah musim hujan yang datangnya tak menentu. Benda penting yang seharusnya menjadi pelindung dirinya dan gadis yang tengah bersembunyi di balik punggungnya.

            Lelaki itu menghentikan motornya tepat di sebuah kafe bernuansa klasik. Di sambut dengan alunan lagu friendzone milik Budi Doremi menggema memenuhi ruangan yang sepi pelanggan. Hujan di luar semakin deras dan belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Dua cangkir cappuccino dan steak telah sampai pada meja di sudut ruangan. Menemani waktu di malam kelabu dengan udara mengalun lembut. Hamparan bintang tak lagi memenuhi atap langit hitam.

             "Kamu beneran gak papa pulang telat, Rei?" tanya Yuki memastikan sekali lagi.

            Rei  hanya bisa tersenyum lebar kepada gadis yang berada dihadapannya, "Apa sih yang enggak buat kamu." Gelak tawa Rei terdengar setelahnya.

__2021, Januari

            Yuki melangkahkan kakiknya duduk di gazebo samping rumah. Tempat kesukaannya selama satu tahun terakhir. Menikmati senja tak pernah terlewatkan keindahannya. Pikiran melayang, tatapan kosong, relung hati bertarung melawan kekosongan jiwa. Ia berkali-kali menghela napas berat. Memejamkan mata seraya menyandarkan punggung pada tiang gazebo. Di tengah asyik dengan dunianya, Yuki merasa seseorang telah duduk di sampingnya. "Lagi sedih ya, Nak?"

            Yuki sangat mengenali suara lembut milik Mika---mamanya. Ia lantas menegakkan punggung dan mengikis jarak dengan Mika. "Iya, Ma. Kesedihan sering kali menghantui tanpa permisi. Sekuat apa pun aku menyangkal, ingatan itu akan terus berlari hingga waktu mendamaikan." keluh Yuki seraya mencoba tersenyum.

            "Kesedihan itu akan terus mengikuti kemana pun kehidupan membawamu, Nak. Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua hal yang harus di jaga keseimbangannya. Hari ini kita tertawa bahagia, namun tak ada yang menjamin kebahagiaan itu akan abadi. Coba sekarang renungkan kembali. Banyak orang di luar sana yang masih harus berjuang mencari segenggam uang untuk makan di hari itu. Apalagi pandemi covid-19 membuat segala sektor kehidupan berdampak, tak terkecuali ekonomi. Oksigen habis. Kelaparan. Pengangguran. Bencana alam. Kematian. Rasanya setiap hari kita mendengar berita tersebut silih berganti,"

            Mika menghela napas sejenak. Kemudian melanjutkan pembicaraan yang sempat terhenti. "Kamu berhak bangkit dari segala macam terjal kehidupan. Menjadi makhluk yang memberikan dampak besar bagi masyarakat."

            Yuki tersenyum kepada Mika. Secara tersirat, lagi-lagi ia diingatkan oleh semesta untuk tidak larut dalam kesedihan. Dipeluklah Mika secara erat, menenggelamkan wajah yang sempat tertunduk lesu ke dalam pelukan hangat seorang ibu.

            "Sudah-sudah dramanya. Kenapa papa gak dapet pelukan lagi dari dua bidadari cabang komplek pondok indah ini ya," canda Riko__papanya pada anak dan ibu yang baru menyadari keberadaannya.

            Mika tersenyum ke arah Riko.  Riko menyodorkan kue ulang tahun yang ada di tangan kanannya kepada Yuki. Di sisi lain, Yuki masih belum menyangka akan kejutan sederhana yang keluarganya berikan. Yuki menggeser tubuhnya dan memberikan ruang kepada Riko untuk duduk di samping kiri dirinya. Yuki diapit oleh dua sumber kasih sayang.

            "Selamat ulang tahun anak papa. Tak terasa usiamu telah menginjak sembilan belas tahun. Gadis yang tangguh serta penuh semangat. Semoga kesuksesan dan kebahagiaan senantiasa menemani kisah kehidupanmu, Nak." Ucapan tulus Riko membuat Yuki menahan haru.

            Mika yang berada di samping kanan menggenggam tangan Yuki, "Selamat ulang tahun ya gadis cantiknya mama. Semoga segala impianmu perlahan terwujud ya, Nak," ucapan Mika menggantung di udara. Mika memberikan sebuah bingkisan kepada Yuki, "Ini sebuah bingkisan dari seseorang yang menitipkannya kepada mama untukmu, Nak." sambung Mika setelah memberikan sebuah kado yang berada ditangannya.

            Yuki memeluk keduanya. Mengucapkan terima kasih atas kebahagiaan kecil yang tak ternilai harganya karena sebuah kasih sayang tak dapat dibayar dengan uang. Seberapa pun nominalnya. Satu persatu kebahagiaan sederhana Kembali menyapa kehidupannya.

__2021, Juni

Teruntuk

Yuki Harumi,

            Apa kabar? Kabar baik kan? Memang hanya kalimat itu saja yang ingin aku ketahui. Oh iya, Selamat ulang tahun ya, Cantik. Semoga kebahagiaan senantiasa menyertai hari-harimu. Sudah sembilan belas tahun kamu membumi. Tumbuh bersama kebaikan yang tak kenal kata henti. Aku mengingkari akan perayaan hari kelahiranmu di Panti Asuhan Mentari bersama adik-adik kita. Aku tahu kamu akan marah dan tak akan berbicara kepadaku selama yang kau mau. Semua ini sungguh di luar kendaliku sebagai manusia. Saat sepucuk surat ini berada di genggamanmu, kita telah berbeda dimensi. Biar ku sampaikan sederet rasa rindu yang masih bisa aku utarakan lewat selembar kertas putih ini. Karena aku merasakan waktu ku untuk menjadi pelindungmu akan usai. Titip kedua orang tuaku ya. Jadilah penggantiku kelak jika aku kembali. Mereka sangat menginginkan anak perempuan, apalagi secantik dirimu. Aku akhiri surat ini. Tanganku sudah kelu untuk menulis lagi. Terakhir, maaf atas segala kesalahanku selama kita bersama. Dan, terima kasih karena telah mengizinkanku untuk menjadi bagian dari lembaran hidupmu. Menemani setiap langkah di sampingmu. Mengukir senyuman manis yang tak lekang oleh waktu.

Tertanda

Rei Hikaru.

            Setetes air mata kembali jatuh dari pelupuk mata Yuki setelah membaca sepucuk surat pemberian Rei. Yuki menyadari bahwa Rei telah meninggalkannya sejak enam bulan yang lalu setelah berjuang melawan covid-19 yang menyerang tubuhnya. Sepucuk surat dan boneka awan pemberian Rei pada Bulan Januari saat ulang tahunnya menjadi dua benda terakhir peninggalan Rei. Rei sepertinya sudah mengira bahwa dirinya akan pulang, sehingga kado ulang tahunnya ia titipkan pada Mika.

            Rei Hikaru. Lelaki berusia sembilan belas tahun yang menjadi sahabat baik Yuki Harumi. Lelaki yang melindunginya dari bully teman kelasnya karena ia tinggal di Panti Asuhan Mentari. Lelaki yang tak malu untuk bersahabat bahkan mengantarnya pulang ketika selesai bekerja paruh waktu di sebuah restoran seafood. Lelaki yang masih memikirkan kebahagiaanya di hari-hari terakhir hidupnya.

            Yuki sering kali dihantui rasa penyesalan. Dirinya tidak tau bahwa Rei bertarung melawan penyakit covid-19 di salah satu rumah sakit di kotanya. Sepertinya Rei tahu bahwa ia akan melakukan apa pun demi Rei, sekali pun harus merawat Rei di rumah sakit menggunakan APD. Dan tentunya, Rei tak akan membiarkan hal tersebut terjadi. Rei juga menitipkan kedua orang tuanya pada Yuki. Rei yang merupakan anak tunggal dengan rumah mewah yang teramat sepi, membuat Rei mempercayakan masa tua orang tuanya akan memperoleh kebahagiaan dengan Yuki membersamai. Terlihat saat Rei membawa Yuki ke rumahnya di sambut hangat dan kebahagiaan oleh Mika dan Riko.

            Yuki masih menatap kosong hujan dengan rongga pikiran di penuhi oleh Rei. Kali ini hatinya mulai lapang. Perlahan jiwanya telah menerima kenyataan teramat menyakitkan. Ia mencoba bangkit dari keterpurukan. Mika dan Riko adalah titipan Rei yang teramat berharga untuk dijaga dengan sangat baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun