Yuki Harumi,
      Apa kabar? Kabar baik kan? Memang hanya kalimat itu saja yang ingin aku ketahui. Oh iya, Selamat ulang tahun ya, Cantik. Semoga kebahagiaan senantiasa menyertai hari-harimu. Sudah sembilan belas tahun kamu membumi. Tumbuh bersama kebaikan yang tak kenal kata henti. Aku mengingkari akan perayaan hari kelahiranmu di Panti Asuhan Mentari bersama adik-adik kita. Aku tahu kamu akan marah dan tak akan berbicara kepadaku selama yang kau mau. Semua ini sungguh di luar kendaliku sebagai manusia. Saat sepucuk surat ini berada di genggamanmu, kita telah berbeda dimensi. Biar ku sampaikan sederet rasa rindu yang masih bisa aku utarakan lewat selembar kertas putih ini. Karena aku merasakan waktu ku untuk menjadi pelindungmu akan usai. Titip kedua orang tuaku ya. Jadilah penggantiku kelak jika aku kembali. Mereka sangat menginginkan anak perempuan, apalagi secantik dirimu. Aku akhiri surat ini. Tanganku sudah kelu untuk menulis lagi. Terakhir, maaf atas segala kesalahanku selama kita bersama. Dan, terima kasih karena telah mengizinkanku untuk menjadi bagian dari lembaran hidupmu. Menemani setiap langkah di sampingmu. Mengukir senyuman manis yang tak lekang oleh waktu.
Tertanda
Rei Hikaru.
      Setetes air mata kembali jatuh dari pelupuk mata Yuki setelah membaca sepucuk surat pemberian Rei. Yuki menyadari bahwa Rei telah meninggalkannya sejak enam bulan yang lalu setelah berjuang melawan covid-19 yang menyerang tubuhnya. Sepucuk surat dan boneka awan pemberian Rei pada Bulan Januari saat ulang tahunnya menjadi dua benda terakhir peninggalan Rei. Rei sepertinya sudah mengira bahwa dirinya akan pulang, sehingga kado ulang tahunnya ia titipkan pada Mika.
      Rei Hikaru. Lelaki berusia sembilan belas tahun yang menjadi sahabat baik Yuki Harumi. Lelaki yang melindunginya dari bully teman kelasnya karena ia tinggal di Panti Asuhan Mentari. Lelaki yang tak malu untuk bersahabat bahkan mengantarnya pulang ketika selesai bekerja paruh waktu di sebuah restoran seafood. Lelaki yang masih memikirkan kebahagiaanya di hari-hari terakhir hidupnya.
      Yuki sering kali dihantui rasa penyesalan. Dirinya tidak tau bahwa Rei bertarung melawan penyakit covid-19 di salah satu rumah sakit di kotanya. Sepertinya Rei tahu bahwa ia akan melakukan apa pun demi Rei, sekali pun harus merawat Rei di rumah sakit menggunakan APD. Dan tentunya, Rei tak akan membiarkan hal tersebut terjadi. Rei juga menitipkan kedua orang tuanya pada Yuki. Rei yang merupakan anak tunggal dengan rumah mewah yang teramat sepi, membuat Rei mempercayakan masa tua orang tuanya akan memperoleh kebahagiaan dengan Yuki membersamai. Terlihat saat Rei membawa Yuki ke rumahnya di sambut hangat dan kebahagiaan oleh Mika dan Riko.
      Yuki masih menatap kosong hujan dengan rongga pikiran di penuhi oleh Rei. Kali ini hatinya mulai lapang. Perlahan jiwanya telah menerima kenyataan teramat menyakitkan. Ia mencoba bangkit dari keterpurukan. Mika dan Riko adalah titipan Rei yang teramat berharga untuk dijaga dengan sangat baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H