Penyebaran informasi kini sudah semakin bertambah. Informasi kini diberitakan tidak lagi melalui merpati seperti zaman orde lama, tidak lagi hanya melalui radio dan televisi, dan tidak lagi hanya melalui media cetak, seperti koran dan majalah. Kini, informasi juga sudah dapat disebar dan diakses melalui web media online. Berbagai macam web online kini sudah banyak beredar, perusahaan media juga sudah mulai memproduksi berita melalui media cetak dan media online. Pemberitaan di media online dapat dikatakan lebih cepat, sigkat, dan dapat menghemat waktu pembaca. Â
 Memberikan sebuah informasi kepada khalayak memerlukan aturan-aturan penting didalamnya. Hal ini dikarenakan, seluruh pengetahuan dan keterampilan jurnalisme bersifat teknis (technicalities) karena para jurnalis dapat menyadari keadaan secara objektif yang akhirnya dapat di format menjadi sebuah informasi (Siregar, 1998, hal.11). Maka dari itu, semua berita yang diberikan oleh jurnalis setidaknya harus mengikuti 9 elemen jurnalistik.Â
Salah satu elemennya yaitu kejujuran menyebarkan informasi, ketika menyebarkan informasi, maka harus jelas faktanya dan sudah diverivikasi kebenarannya. Pemberitaan dalam media online juga harus hati-hati, karena ada banyak ketentuan yang harus diikuti para jurnalisme online dalam menyebarluaskan pengetahuan yang dimiliki mereka untuk masyarakat.
Aturan-aturan untuk para jurnalis hampir sama, mereka sama-sama memiliki 9 elemen jurnalis yang harus dipatuhi. Aturan ini juga sudah diatur dalam Undang-undang Pers, yang dibuat oleh Dewan Pers. Selain dewan pers, aturan lainnya juga dibuat oleh Aliansi Jurnalisme Indepeden (AJI). Mereka memiliki regulasi sendiri untuk para wartawan mereka, regulasi atau aturan ini juga tidak jauh beda dengan yang dibuat dewan pers. Regulasi untuk jurnalis hampir semua sama, tidak ada bedanya, yang membedakan hanya pembuatnya saja.
Pemberitaan yang dilakukan oleh jurnalis, tidak boleh semena-mena. Meskipun seorang jurnalis online, etika juga sangat diperlukan dan dipertimbangkan. Tujuannya untuk menambah nilai dan unsur kepercayaan yang dimiliki oleh khalayak. Kelalaian dalam pemberitaan akan berujung membuat persepsi rasa tidak percaya pada masyarakat terhadap media lagi.Â
Pemberitaan yang tidak layak diberitakan dapat mengganggu  kenyamanan pembaca, ketika menyuguhkan berita kepada pembaca itu artinya sudah harus siap untuk diterima dan ditolak. Biasanya, seseorang akan langsung menolak sesuatu yang dari luar saja sudah terlihat tidak menarik. Sama halnya dengan berita, jika dari luar (cover) pada berita tersebut sudah terlihat biasa saja, hambar, atau sadis, maka respon pembaca secara tidak langsung juga ikut cepat terserap.
Cover pada berita merupakan pusat perhatian utama pembaca sebelum membaca berita, ketika melihat atau sebelum membaca berita hal yang pertama kali dilihat adalah Kualitas Gambar dan Judul Berita. Dua hal ini sangat fatal hukumnya, terutama jika judul tersebut memiliki nilai atau unsur framing yang bersifat sadisme. Sadisme dalam jurnalistik adalah ketika memberitakan berdasarkan kasus kekerasan, pembunuhan, dan perbuatan kejahatan lainnya namun tidak melakukan sensor dan kefrontalan.Â
Berita sadisme nantinya akan lebih dikuatkan dengan gambar atau judul yang dapat merangkul pembaca (Mhiripiri, 2017, hal.54). Sedangkan, sadis bagi KBBI adaalah tidak mengenal belas kasihan, kejam, buas dan ganas. Dari dua pengertian sadis diatas memiliki arti bahwa, berita yang sadis merupakan berita yang tidak mengenal belas kasihan, terlalu frontal serta tidak menggunakan hati nurani dalam memberitakan suatu informasi.
Memberikan sebuah informasi bagi jurnalis adalah sebuah dilema besar, terutama jika berita yang didapatkan tidak seperti berita pada biasanya. Ketika mereka merasa dilema, ada dua hal yang harus dipikirkan, yaitu; memberikan informasi untuk kepentingan publik atau memberikan informasi untuk kepentingan diri sendiri (egoism). Jika jurnalis memikirkan kepentingan publik, maka saat menyampaikan berita ia sangat berhati-hati. Namun sebaliknya, jika mereka membuat berita untuk kepentingan diri sendiri atau media, maka saat menyampaikan berita tidak ada hal-hal yang ia jadikan sebuah beban.Â
Penguatan berita seorang jurnalistik ada pada framing yang ia buat, seperti judul dan gambar. Untuk menarik perhatian pembaca, para jurnalis, khususnya jurnalisme online akan membuat angle foto yang berbeda dari para jurnalis lainnya. Misal: anjing yang sedang bermain dekat tangan pemiliknya, dan disalah satu objek, ia memiliki bekas luka pada tangannya. Dari data tersebut, jurnalis bisa saja memasukan gambar anjing dan bekas luka tangan pemiliknya, kemudian membuat judul "hati-hati! anjing sudah tidak pantas menjadi binatang peliharaan, gadis cantik ini menjadi korban dari binatang peliharaannya".Â
Judul seperti ini cukup sadis untuk didengar, karena ada kata-kata "tidak pantas", memasukan kata sifat "gadis cantik" yang harusnya dalam menulis sebuah berita kata tersebut kurang pantas untuk dimasukan. Terlebih lagi jika judul dan isi beritanya tidak sinkron, itu hanya akan lebih membuat pembaca menjadi malas untuk membaca berita tersebut.