Mohon tunggu...
Nada Alfani
Nada Alfani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Terus Cari Tambal Dana untuk Defisit, Salah Langkahkah BPJS?

27 Mei 2018   16:24 Diperbarui: 27 Mei 2018   16:29 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan Badan Hukum Publik yang bertugas untuk menyelenggarakan Jaminan kesehatan Nasional (JKN). Sejak awal kemunculannya di tahun 2014, BPJS telah menuai banyak kritik dari berbagai pihak. Salah satu permasalahan yang masih terus hangat diberitakan adalah mengenai BPJS yang mengalami defisit dari tahun ke tahun. 

Sejak 2014 hingga 2017 defisit yang dialami BPJS Kesehatan mencapai Rp17 Triliun dan untuk tahun 2017 mencapai sekitar Rp9 Triliun, seperti yang dipaparkan oleh Timboel Siregar, Koordinator Advokasi BPJS Watch dalam Suparjo, 2017 (Tirto.id). Defisit yang terus menerus membuat Pemerintah dan BPJS terus mencari solusi untuk menutupi kekurangan dana tersebut, dan terus menjadi perhatian banyak pihak.

Seperti yang diberitakan 2017 kemarin bahwa BPJS tidak menghapus 8 jenis penyakit dari daftar tanggungan yang kemudian dinyatakan hoax oleh Dirut BPJS sendiri. Hingga belakangan dikabarkan BPJS sedang menunggu keputusan pemerintah untuk menggunakan cukai hasil tembakau untuk menutupi defisit.

 

Bila kita Tarik ke belakang, bagaimana hal ini dapat terjadi? Defisit yang dihadapi BPJS saat ini dapat dipicu beberapa hal:

                   1. Kecilnya besaran premi

Besaran premi yang dibayar masyarakat tidak mencukupi menjadi akar permasalahan dari defisitnya BPJS Kesehatan dari tahun ke tahun. Seperti yang dikatakan oleh Mundiharno, Direktur Perencanaan dan Pengembangan BPJS pada program TV (dalam Metrotvnews.com) besaran premi yang diusung BPJS dari awal hingga kini memang lebih kecil dari yang diusulkan para ahli, hal ini saja sudah menjadi gambaran jelas mengapa BPJS terus mengalami defisit dengan premi BPJS Kesehatan saat ini untuk kelas I sebesar Rp80 ribu, kelas II Rp 51 ribu, dan kelas tiga Rp25.500.

                2. Peningkatan jumlah peserta

Dalam perjalanannya menuju UHC (Universal Health Coverage) 2019, BPJS terus mengupayakan masalah kepesertaan, hal ini juga diiringi dengan animo masyarakat untuk mendaftar BPJS. Hanya saja peningkatan jumlah peserta ini juga diiringi dengan peningkatan utilisasi, ditambah adanya kecenderungan masyarakat mendaftar disaat sakit atau membutuhkan pelayanan.

                3. Morale Hazard dan ketidakdisiplinan peserta

Peningkatan kepesertaan dan utilisasi yang terjadi sayangnya tidak diiringi dengan kepatuhan peserta dalam membayar premi, kebanyakan dari peserta mandiri baru mendaftar disaat sakit dan menunggak pada bulan-bulan berikutnya. Kemudian adanya kecenderungan morale hazard dari peserta, dimana peserta merasa telah ditanggung oleh BPJS sehingga sekarang lebih mudah jika ingin berobat yang menyebabkan meningkatnya utilisasi.

                 4. Kecurangan dari PPK

Tidak dapat dipungkiri pada era JKN ini masih banyak terdapat fraud yang dilakukan oleh PPK. Seperti yang ditulis oleh Cornelius, 2015: menurut data catatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada tahun 2015 potensipenipuan yang dilakukan rumah sakit (RS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai Rp400 miliar. Kecurangan yang paling sering dilakukan oleh Rumah Sakit berupa Readmisi dan Upcoding.

Banyaknya permasalahan mendasar yang menyebabkan BPJS mengalami defisit tiap tahunnya, untuk menangani hal tersebut BPJS telah melakukan berbagai cara untuk menutupi defisitnya seperti menerima suntikan dana dari pemerintah. Tapi bagaimana jika kejadian ini terus berlanjut dan meningkat hingga ke tahun-tahun berikutnya? Sebaiknya BPJS dan Pemerintah membuat alternatif solusi dari dasar permasalahan yang ada, seperti; menaikkan besaran premi sesuai perhitungan aktuaria, kerja sama dengan pemerintah daerah soal penagihan premi peserta, dan cost sharinguntuk menghindari klaim-klaim kecil.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun