Pertama, kemenangan Anies-Sandi di Jakarta adalah kemenangan pembenci Ahok, bukan kemenangan pendukung Anies-Sandi. Sedangkan dalam pilkada di Jawa Barat kelak, dilihat dari figur-figur potensial yang akan muncul, Â tidak ada yang bisa merepresentasikan figur Ahok untuk melampiaskan kebencian yang menggunpalkan emosi umat islam.
Kedua, figur-figur potensial yang bakal muncul beragama islam semua. Maka  akan sia-sia membawa bawa simbol atau idiom pembelaan Islam di kancah pilkada Jawa Barat kelak. Atau bahkan penyeru isyu tersebut hanya akan terlihat bodoh di mata para pemilih Jawa Barat.
Ketiga, perlawana  politik  sebagaimana terjadi di Jakarta bukan saja karena faktor tunggal (agama islam), faktor non agama juga berkolaborasi dan ikut andil, yaitu sikap Ahok yang tempramental dan mudah mengumbar amarah di depan publik. Sedangkan di Jawa Barat tidak akan ada figur tempramental yang akan muncul sehingga elemen publik berkolaborasi melawan.
Keempat, masih bertalian pada poin ketiga, pada saat pilkada Jakarta Ahok adalah incumbent yang tentunya kebijakannya selama menjabat bisa saja merugikan kelompok para penikmat anggaran APBD DKI kemudian ikut dalam kolaborasi perlawanan terhadap Ahok. Sedangkan dalam Pilkada Jawa Barat kelak incumbent sudah tidak bisa mencalonkan diri. Pilkada Jabar justru diwarnai oleh figur baru sehingga tidak ada elemen barisan sakit hati yang bisa digalang.
Berdasarkan keempat hal di atas saya berkesimpulan bahwa modus politik Jakarta tidak akan efektif kalau di-'ekspor' ke Jawa Barat. Kalaupun dipaksakan, tidak akan mengasilkan kemenangan seperti diraih Anies-Sandi dan malahan hanya menambah keterbelahan umat islam itu sendiri.Â
Percaya deh....
*******