Belum ada peristiwa politik di Indonesia sepanas peristiwa politik pada Pilkada Jakarta. Tidak hanya panas di Jakarta tapi juga panas se-Indonesia, bahkan mungkin se-dunia.Â
Pilkada Jakarta tak lepas dari fenomena Ahok; tindakannya yang cepat dan tegas dalam berbagai persoalan masyarakat Jakarta yang memang ruwet, Â sering kali ditingkahi pula oleh gaya bicaranya yang asal nyeplos dan sering menyakitkan.
Fenomena Ahok membuat pilkada DKI Jakarta begitu hingar bingar, bahkan sempat bikin cemas kalau-kalau terjadi kerusuhan. Masyarakat Indonesia pun seakan terbelah tiga: pendukung Ahok di satu sisi berhadapan dengan kelompok anti Ahok, di pihak lain ada yang diam tak peduli karena merasa bukan orang Jakarta.
Jakarta di bawah Ahok memang fenomenal dalam banyak hal: mulai dari tunjangan PNS yang naik berlipat-lipat, umroh marbot masjid, hingga perseteruan dengan DPRD DKI soal anggaran siluman hingga membuahkan istilah "uang nenek lu" dalam penyusunan anggaran yang asal-asalan.
Tentu banyak yang tak nyaman dengan Ahok karena sikap dan juga tutur katanya yang kasar. Hingga muncul pemeo di masyarakat  "pilih santun tapi korup" sebagai ekspresi pembelaan terhadap Ahok.
Sikap Ahok yang asal nyerocos itu akhinya membuahkan hasil saat ia dengan serampangan menyebut surat almaidah ayat 51 yang direkam dipublish oleh tim Humas nya sendiri (memang Ahok terbiasa mempublish kegiatannya, termasuk rapat-rapat yang digelar di gubernuran). Saya sendiri menganggap bahwa bukan pada tempatnya dan bukan kapasitasnya Ahok mengulas keyakinan orang lain dan dikaitkan dengan pemilihan gubernur. Tapi itulah Ahok saat jadi Gubernur selalu merasa benar.
Kealpaan Ahok dalam soal surat Almaidah ini menjadi momentum cantik bagi lawan-lawan politik Ahok. Ini problem agama, dan problem agama selalu sensitif dan mudah membangkitkan solidaritas emosional dimana pun.
Emosi bahkan kemarahan umat islam tertuju pada Ahok. Ia dituduh telah menistakan agama Islam. Terlepas dari pro kontra apakah hal itu sebagai politsasi agama atau bukan, yang pasti momentum perlawanan terhadap Ahok ketemu dalam peroalan Almaidah. Dan sebagaimana kita ketahui, Ahok kemudian kalah dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta bahkan ia mendekam di penjara karena dakwaan pidana penistaan agama.
Pasangan Ahok-Jarot kalah, sedangkan pasangan Anies-Sandi keluar sebagai pemenang dan telah resmi menjabat sebagai gubernur Jakarta sejak oktober 2017.
Kemenangan gemilang Anies tersebut kelihatannya akan dicoba praktekkan di Jawa Barat yang sebentar lagi akan melakukan perhelatan Pilkada. Di media sosial sudah mulai ada seruan-seruan agar tak memilih  calon yang diusung 'partai pendukung penista agama'.
Saya ingin sampaikan pesan kepada saudar-saudara yang mencoba melakukan propaganda ala jakarta di Jawa Barat dengan catatan sebagai berikut: