Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Money

Mau Boikot Pajak? Ini Dia, Pajak Buat Pundi Pemda Propinsi

10 April 2010   16:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52 643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh undang-undang ditentukan tarifnya maksimum 10% dari nilai jual. Berdasarkan Peraturan Pemerintah diseragam tarifnya di seluruh Indonesia sebagai berikut:

Saat penyerahan pertama (pembeli pertama):


  • 10% dari nilai jual untuk kendaraan bermotor bukan umum
  • 10% dari nilai jual untk kendaraan bermotor umum
  • 3% dari nilai jual untuk kendaraan bermotor alat-alat berat.


Untuk penyerahan kedua dan seterusnya (lazimnya dikenal sebagai jual beli second), tarifnya dikenakan sebagai berikut:


  • 1% dari nilai jual untuk kendaraan bermotor bukan umum
  • 1% atas nilai jual untuk kendaraan bermotor umum
  • 0,3% untuk kendaraan bermotor alat berat.


3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; maksimum 5%

Pajak ini adalah  jenis pajak yang ditalangi oleh penyalur Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Ketika SPBU membayar DO bahan bakar ke pertamina, SPBU telah menalangi pajak ini ke Pertamina sebesar 5% dari harga jual. Misalnya, dengan harga premium yang berlaku sekarang sebesar Rp 4.500 per liter telah termasuk PPN sebesar 10% dan PBBKB sebesar 5%. Jadi harga pokok premium sesungguhnya sebesar Rp 3.900. Sedangkan PBBKB sebesar Rp 196 per liter dan PPN sebesar Rp 404 per liter.

Yang jadi masalah adalah, sejauh mana akses pemerintah daerah mengontrol penjualan penyalur bahan bakar. Data yang valid seharusnya ada di tangan Pertamina karena merekalah yang mencatat dan memungut PBBKB tersebut ketika para penyalur selaku pemegang DO membayar bahan bakar yang mereka ambil dari pertamina. Disinilah terjadi kesepakatan jahat antara oknum bagian distribusi dan pemasaran pertamina dengan aparat pemerintah daerah dengan melibatkan pula pemilik SPBU atau perusahaan penyalur lainnya. Mereka menyepakati jumlah tertentu, kemudian sisanya dibagi-bagi sesama para oknum yang bersekongkol. Banyak rumors yang menyebutkan bahwa kepala daerah dan kepala Dispenda selalu dapat jatah dari penghitunan ini sehingga, yang disetor ke APBD tidak pernah diperiksa ulang kebenaran datanya oleh petugas Dispenda.

4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan;

Dikenakan sebesar 20% dari harga dasar air. Harga Dasar Air di tiap propinsi berbeda-beda, yang ditetapkan oleh Gubernur secara berkala. Dalam mengeluarkan harga dasar air ini biasanya mengacu pada: jenis sumber air, lokasi sumber air, tujuan pemanfaatan, volume yang diambil, kualitas air, luas areal yang jadi sumber pengambilan, serta kemungkinan tingkat kerusakan yang diakibatkan pengambilan air tsb.

Untuk air permukaan tarifnya sebesar 10% dari Harga Dasar Air, sedangkan Air Bawah Tanah sebesar 20%. Persolannya disini, siapa yang mengontrol berapa banyak air telah disedot oleh subjek pajak dan/atau wajib pajak. Selama ini tidak pernah tejadi kontrol yang ketat atas volume air yang diambil baik oleh hotel, perusahaan air minum swasta yang akhir-akhir ini mulai marak, maupun oleh industri yang banyak menggunakan kebutuhan air seperti tekstil dan pencelupan tekstil.***

Pada tulisan berikutnya, akan saya turunkan mengenai pajak Kabupaten/Kota serta kemungkinan permainan mafia di dalamnya.

Sekilas Info, Pajak Daerah Kabupaten/Kota adalah sbb.:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun