Nabillah Hasnaa Aziizah Johan (212111049)
Mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah 5B Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
Judul Artikel : Pernikahan Dini di Lereng Gunung Merapi dan Sumbing
Jurnal : Al-Ahwal: Hukum Keluarga Islam
Volume dan Halaman : Vol 13 No.1, terdiri dari 8 halaman
Tahun : 2020
Penulis : Muhammad Julijanto
Artikel yang berjudul  "Pernikahan Dini di Lereng Gunung Merapi dan Sumbing" ini memaparkan mengenai praktik pernikahan dini yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Selo Boyolali dan Kecamatan Kaliangkrik Magelang. Sehingga artikel ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya praktik pernikahan dini secara kompleks, mulai dari faktor pendidikan, perekonomian maupun adat/kebiasaan dari keluarga secara turun-temurun. Selain itu, artikel ini juga bertujuan untuk mengetahui apa yang dilakukan pemerintah dalam mencegah tradisi pernikahan dini yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali dan Kecamatan Kaliangkrik Magelang.Â
Karakteristik Masyarakat di Lereng Merapi dan Sumbing
Masyarakat di Lereng Merapi dan Sumbing rata-rata bekerja di bidang pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan bertani ini dilakukan secara turun-temurun yang diwariskan dari generasi ke generasi. Sehingga, menyebabkan anak-anak yang mulai tumbuh, tidak lagi menghiraukan pendidikan. Melainkan lebih memilih untuk melanjutkan pekerjaan bertani yang diwariskan oleh orang tuanya. Selain itu, ketika mulai dewasa pula, anak diberi kebebasan untuk menikah guna mengurangi beban orang tuanya. Hal ini lah yang menjadi faktor terjadinya pernikahan dini di Lereng Merapi dan Sumbing.
Pernikahan Dini di Lereng Merapi
Praktik pernikahan dini masih sering dilakukan oleh masyarakat di Lereng Merapi, tepatnya di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Pada tahun 2015, telah tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Selo sekitar 45 persen dari 160 pasangan merupakan pernikahan yang usia perempuannya masih di bawah umur. Berdasarkan hasil penelitian, pernikahan dini yang terjadi di Lereng  Merapi ini disebabkan oleh banyaknya perempuan yang hamil di luar nikah. Sehingga, perempuan tersebut terpaksa untuk dinikahkan. Selain itu, adat/kebiasaan juga menjadi penyebab terjadinya pernikahan dini di Lereng Merapi ini. Di mana, telah menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua ketika anaknya sudah ada yang menanyakan kapan akan dinikahkan. Bahkan, para orang tua merasa malu ketika memiliki anak gadis yang belum menikah. Hal inilah yang membuat pernikahan dini menjadi salah satu cara guna menghilangkan rasa malu bagi para orang tua di Lereng Merapi.Â
Pencegahan Pernikahan Dini di Lereng Merapi dan Sumbing
Adapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah khususnya pihak KUA dalam mencegah terjadinya pernikahan dini di Lereng Merapi dan Sumbing yaitu dengan menolak secara tegas pendaftaran pernikahan bagi calon mempelai perempuan ataupun laki-laki yang usianya masih di bawah umur. Selain itu, pemerintah juga membentuk organisasi yang berperan untuk mensosialisasikan undang-undang perkawinan tentang batas usia perkawinan serta melakukan pemutaran film mengenai dampak negatif dari pernikahan dini. Lalu, upaya terakhir yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah terjadinya pernikahan dini di Lereng Merapi yaitu dengan melakukan kesepakatan dengan kepala desa di Kecamatan Selo untuk tidak menghadiri hajatan yang digelar oleh keluarga yang menikahkan anaknya di bawah umur. Hal ini dilakukan guna memberikan sanksi terhadap kasus pernikahan dini yang seringkali terjadi di wilayah tersebut.
Hasil AnalisisÂ
Menurut pendapat saya pribadi terhadap praktik pernikahan dini yang kerap terjadi di beberapa wilayah Indonesia, khususnya di Lereng Merapi dan Sumbing memang sangat disayangkan. Akan tetapi, kerapnya para orang tua yang tinggal di Lereng Merapi dan Sumbing ini menganggap pernikahan dini merupakan suatu hal yang sangat membanggakan, bahkan memalukan apabila anak gadisnya belum menikah di usia muda. Padahal, secara psikologis anak belum siap dan mengerti mengenai hubungan seksual, belum siap juga untuk hidup berumah tangga sehingga bisa menimbulkan trauma bagi psikis anak yang berkepanjangan. Seharusnya anak dengan usia di bawah umur  masih bisa menikmati masa-masa mudanya terlebih dahulu dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ataupun melakukan kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh anak - anak seusianya.Â
Selain itu, terjadinya hamil di luar pernikahan yang menyebabkan seseorang terpaksa untuk melakukan pernikahan dini juga lebih amat disayangkan dan sudah seharusnya dihentikan. Hal ini dikarenakan anak di bawah umur yang hamil di luar nikah akan rentan mengalami stress dan depresi karena merasa malu, dikucilkan di lingkungan pertemanannya, dan menghambat cita-cita anak. Secara psikologis, anak juga belum siap untuk menjadi ibu. Sehingga, kehamilan usia dini bisa mempengaruhi perkembangan kepribadian mereka.Â
Oleh sebab itu, seharusnya pemerintah bisa lebih tegas lagi dalam mengendalikan kenaikan angka pernikahan dini yang terjadi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H