Pada era globalisasi saat ini dimana perkembangan teknologi semakin meningkat dan kebebasan dalam mengakses segala hal menjadi lebih mudah. Hal ini tentu memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya dan masyarakat. Salah satu dampak signifikan  yang saat ini sedang ramai diperbincangkan adalah mengenai fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender).Â
Fenomena tersebut kemudian menjadi tren dikalangan influencer yang mana banyak dari influencer melakukan tindakan tersebut secara terang-terangan dan mengunggahnya di media sosial sehingga mengundang banyak perhatian warganet.Â
Tidak  hanya itu fenomena ini juga menimbulkan maraknya influencer gender yang mengekspresikan gender yang berbeda dari kondisi bioligis mereka dengan tujuan agar viral dan terkenal. Namun, hal ini tentu menjadi perdebatan dalam beberapa hal salah satunya adalah etika dalam bersosial media dan sudut pandang dari agama islam.Â
Teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita untuk mengaksesnya bukan berarti menjadikan kita tidak beretika dalam menggunakannya. Tentu semua hal ada etika dan ada batasannya, mengapa demikian hal ini perlu dilakukan sebagai bentuk saling menghargai dan menghormati dengan adanya perbedaan di kalangan kita semua.
Menurut data per tahun 2024 tercatat ada 157,6 juta pengguna tiktok, 90,41 juta pengguna instagram, 24,85 juta pengguna twiter, 174,3 juta facebook dan 139 juta pengguna youtube (2023) di Indonesia.
 Platform seperti tiktok, instagram, twiter, facebook dan youtube tersebut adalah bentuk dari adanya perkembangan teknologi yang pesat dan dengan jumlah penggunanya yang banyak. Platform itu tentu menjadi wadah bagi setiap individu untuk dapat mengekspresikan dirinya tanpa adanya batasan. Selain itu platform tersebut juga banyak digunakan sebagai sarana bagi setiap individu untuk menunjukan identitas gender mereka secara tidak sesuai dengan kondisi bioligis mereka.Â
Fenomena seperti ini tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua orang individu namun, semakin kesini semakin bermunculan fenomena-fenomena seperti itu. Individu yang baru dalam dunia medsos atau bahkan influencer semakin gencar dalam mengekspresikan kebebasannya. Bisa kita rasakan banyak individu atau influencer saat ini yang terkenal karena memiliki rekam jejak "transgender", "boty/boti'',"waria", ''gay", atau bahkan "lesbian".Â
Karena adanya kebebasan berekspresi dalam dunia maya seperti ini yang menyebabkan banyak generasi muda atau bahkan gen z, gen alpha yang melihatnya justru menanggap sebagai lelucon yang lumrah. Konten Influencer yang seperti ini justru banyak peminatnya. Kebebasan berekspresi dalam membuat konten yang seperti ini terkadang dianggap sebagai bentuk kemajuan dan penerimaan sosial yang lebih inklusif terhadap perbedaan.Â
Namun, hal ini tentu bertentangan dengan sebagian kalangan influencer ataupun individu yang menjunjung nilai-nilai agama islam sebagai pegangan dan batasan terhadap moral dan etika. Tidak sedikit influencer yang membahas tentang kasus LGBT ataupun Influencer Gender. Â
Dalam merespon tindakan LGBT dan Influencer Gender seperti ini menjadi titik penting perdebatan dalam perspektif HAM/ Kebebasan dan Agama. Hak Asasi Manusia yang mana memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk memilih LGBT. Hal ini meminta agar dilindungi hak-hak asasi mereka.Â
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan oleh karena itu, harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapa pun.Â
Namun, menurut perspektif agama islam hal ini menyalahi konsep dari adanya hak asasi manusia. Dikarenakan hal ini bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan pula dengan sunnatullah dan fitrah manusia.
Berdasarkan sebuah penelitian psikologis menangkap bahwasannya fenomena LGBT yang berdampak pada tindakan homoseksual adalah salah satu bentuk gangguan jiwa atau beberapa hasil kritikan menyebutkan bahwa dampak LGBT menyebabkan tindakan seperti kelainan jiwa atau kelainan sex.
Islam Terhadap LGBT?
Dalam Al-Qur'an diabadikan sebuah kisah umat yang dihancurkan oleh Allah Ta'ala karena kedurhakaannya terhadap nabi yang telah diutus. Kisah ini adalah kisah kaum Nabi Luth yang mana saat itu kaum sodom banyak melakukan perbuatan keji yaitu homoseksual.Â
Homoseksual atau liwath adalah satu tindakan dari orientasi fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Tindakan seperti ini menyimpang dari asusila dan fitrah manusia. Disebutkan dalam firman Allah QS An -Nisa ayat 1
Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.Â
Tak hanya itu menurut pandangan beberapa ulama terkait fenomena LGBT ini adalah tindakan yang tidak normaldan tidak sesuai dengan agama. Karena hukum Allah telah mengatur kodrat manusia sebagai laki-laki dan perempuan, hubungan sesama jenis dan perilaku yang menyerupai lawan jenis (tasyabbuh) dilarang dalam Islam.
 Selain itu, lembaga Islam seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa perilaku LGBT tidak sesuai dengan ajaran Islam.Â
Rekaman sejarah mengenai LGBT tidak dapat dimungkiri terpengaruh oleh tindakan kaum Nabi Luth. Homoseksualitas, yang terjadi pada kaum Sodom (umat Nabi Luth), sudah menjadi norma. Dalam surat Al Araf ayat 80--81, Allah menceritakan tentang liwath, homoseks, dan sodomi dalam Alquran:
             .            .
"Dan (Kami juga telah mengutus) Lut, ketika dia berkata kepada kaumnya, "Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas."
Dalam Tafsir al-Maraghi karya Ahmad Mustafa Al-Maraghi,sebuah firman Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan menurunkan siksa yang sangat pedih bagi para pelaku LGBT atau Homoseksual yang terus-menerus berada dalam kesesatan. Selanjutnya Allah SWT menguraikan janji dan ancaman tersebut, kemudian menceritakan pembinasaan kaum Luth disebabkan kemaksiatan dan kejahatan yang mereka teramat besar.Â
Mereka melakukan kekejian yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun di antara manusia sebelumnya, sehingga mereka musnah seperti sedia kala dan menyisakan sisa-sisa jejak sejarah bagi umat selanjutnya.
Ifluencer Gender dan Era TeknologiÂ
Tidak terlepas dari ramainya fenomena LGBT, pergerakan isu gender queer memanfaatkan teknologi media sosial dalam menyuarakan kebebasan gender terhadap kontruksi gender yang telah langgeng di masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan keberagaman gender dalam mengekspresikan kebebasannya dengan berpedoman pada konsep hak asasi manusia. Â
Antara Ekspresi Diri dan Dekadensi Moral Fenomena influencer yang menampilkan ekspresi gender yang tidak sesuai dengan jenis kelamin biologis mereka semakin populer di media sosial. Beberapa di antaranya menggunakan gaya berpakaian, tata rias, dan perilaku yang menyerupai perempuan, meskipun mereka berjenis kelamin laki-laki. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran bahwa norma-norma agama dan budaya tradisional semakin tergerus.
Beberapa waktu belakangan ini mulai bermunculan beauty influencer dari kalangan transgender ada pula dari kalangan laki-laki. Yang mana keberadaannya mulai diakui dalam industri kecantikan.Â
Dengan popularitas yang semakin meningkat mengenai posisinya sebagai beauty influencer, kata "kecantikan" sudah tidak lagi hanya melekat pada perempuan saja. Arti dari "kecantikan" itu sendiri digunakan dalam semua kalangan. Hal ini tidak berfokus hanya pada wajah, namun, juga pada persoalan pakaian, dan gaya hidup.
Untuk menghadapi fenomena  ini, umat Islam harus meningkatkan pendidikan agama yang fleksibel dan relevan dengan zaman. Pendidikan agama tidak hanya mengajarkan hukum agama, tetapi juga mengajarkan pengguna teknologi yang cerdas dan kritis. Tujuannya adalah agar generasi muda tidak hanya mengikuti tren tetapi juga menyadari batasan agama.
Selain itu penggunaan teknologi yang bijak seperti digunakan untuk mendakwah dan menyebarkan nilai-nilai Islam yang baik, media sosial dapat menjadi alat yang bermanfaat, tetapi juga dapat menjadi alat yang merugikan jika tidak digunakan dengan hati-hati. Tidak heran saat ini mulai bermunculan influencer-influencer pendakwah yang membagikan cerita mengenai kehidupan di era teknologi saat ini.
Di era digital, perkembangan teknologi dan tren sosial telah menimbulkan tantangan baru bagi umat Islam dalam mempertahankan prinsip agama mereka. Meskipun kebebasan berekspresi menjadi lebih umum, Islam menekankan bahwa batasan harus diterapkan agar kebebasan tersebut tidak melanggar hukum.Â
Sehingga umat Islam dapat tetap relevan dalam konteks ini tanpa mengorbankan nilai-nilai agama mereka, diperlukan pendekatan yang bijaksana yang memungkinkan kebebasan dan batasan berjalan beriringan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI