Mohon tunggu...
Nabilla DP
Nabilla DP Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Ibu dua anak yang doyan bepergian. Ngeblog di bundabiya.com dan bundatraveler.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Kuat Berkat Keluarga Hebat

13 Agustus 2018   19:58 Diperbarui: 13 Agustus 2018   20:18 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skema kolaborasi antara Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat (sumber: Sahabat Keluarga Kemdikbud https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php)

Pendidikan yang kuat bukan tidak mungkin untuk diwujudkan. Bahkan, seluruh unit yang memiliki peran penting dalam proses pendidikan anak, harus terus bersinergi dan berkolaborasi memberikan sumbangsih terbaik bagi pendidikan anak. Pendidikan memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan, serta merupakan investasi bagi terbentuknya sumber daya manusia berkualitas. Melalui pendidikan yang baik, diharapkan tercipta manusia sebagai pelaku pembangunan yang berjiwa pembaharu, yang dapat mengembangkan segala potensi diri dan mengambil peran dalam pembangunan berbagai aspek kehidupan.

Setidaknya terdapat tiga komponen yang saling bersinergi dalam membentuk generasi masa depan yang berkarakter yakni sekolah, keluarga, dan masyarakat. Namun, bagaimanapun juga, menyelaraskan ketiga unsur ini bukan perkara gampang. Sebagai orang tua, kita dapat berperan aktif dalam mewujudkan pendidikan yang kuat, salah satu caranya adalah menjadi keluarga yang hebat.

Skema kolaborasi antara Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat (sumber: Sahabat Keluarga Kemdikbud https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php)
Skema kolaborasi antara Keluarga, Sekolah, dan Masyarakat (sumber: Sahabat Keluarga Kemdikbud https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php)

Peran Penting Keluarga Hebat

Tidak hanya mengandalkan angka dan prestasi atau olah pikir anak, pendidikan yang kuat juga harus mampu memerhatikan olah hati yakni melalui etik dan spiritual, olah rasa yakni estetik, serta olah raga atau kinestetik. Di sekolah, keempat dimensi pendidikan dapat dijumpai pada proses pembelajaran serta ekstrakulikuler. Namun, sesungguhnya, ada unit terkecil dalam masyarakat yang dapat membantu mewujudkan fondasi pendidikan yang kuat, yakni melalui peran keluarga yang hebat.

Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa "di dalam hidupnya anak-anak, ada tiga tempat pergaulan yang menjadi pusat pendidikan yang amat penting baginya, yaitu: alam keluarga, alam perguruan, dan alam pergerakan pemuda." Keluarga, menjadi komponen yang pertama dan utama dalam membentuk karakter anak yang selanjutnya dapat membawa kontribusi positif dalam pendidikan. 

Setidaknya, terdapat dua faktor yang memengaruhi pembentukan karakter, yaitu bawaan dari dalam diri anak dan pandangan anak terhadap dunia yang dimilikinya, seperti pengetauan, pengalaman, prinsip-prinsip moral yang diterima, bibingan, pengarahan, serta interaksi atau hubungan antara orang tua dan anak.

Secara singkat, peran keluarga hebat dapat dilakukan dengan 3 prinsip dasar yakni asah, asih dan asuh. Ketiga hal ini dapat dikatakan sebagai landasan atau prinsip dasar sebab istilah asah, asih, dan asuh sudah sangat familiar di berbagai lapisan masyarakat serta menjunjung kearifan lokal. Sehingga, diharapkan konsep ini bisa lebih mudah diterima serta diaplikasikan dalam tiap keluarga.

Asah berarti melakukan stimulasi atau rangsangan dini pada semua aspek perkembangan. Asah dapat bermakna keterlibatan orang tua dalam perkembangan anak, misalnya membiasakan membaca buku untuk meningkatkan kecintaan pada literasi, berolahraga untuk mengasah keterampilan fisik, dan lain sebagainya.

Asih berarti menciptakan rasa nyaman, aman, serta memberi perlindungan kepada anak dari pengaruh yang kurang baik dan tindak kekerasan. Asih dapat dimulai dari orang tua yang menunjukkan sikap harmonis, saling menyayangi, dan tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan ini menjadi hal yang harus diperhatikan orang tua sebab anak masih menjadi sasaran empuk atas tindakan kekerasan baik di rumah maupun di sekolah.

Sementara asuh memiliki makna upaya pemenuhan kebutuhan nutrisi dan gizi, imunisasi, kebersihan diri dan lingkungan, pengobatan, serta proses bermain. Asuh dapat diterapkan dengan baik apabila orang tua memiliki atau menganut pola pengasuhan yang positif dan mendukung perkembangan anak.

Proses asah, asih, dan asuh ini sejatinya dapat diterapkan pada setiap tahap perkembangan anak. Namun, akan jauh lebih efektif dan lebih baik apabila diterapkan sejak usia 0 hingga 5 tahun, sebagaimana hasil pada penelitian oleh Nelson C.A. tahun 2000 yang menyebutkan bahwa 90% otak anak berkembang dengan pesat sebelum usia 5 tahun. 

Pengasuhan yang positif dalam keluarga mampu membentuk karakter positif pula pada anak. Karakter positif ini akan berhubungan dengan perilaku positif lainnya seperti kejujuran, percaya diri, tanggung jawab, dan lain sebagainya. Meskipun pada dasarnya setiap anak memiliki perilaku positif, namun kemampuan dasar ini harus dikembangkan dan pihak pertama serta utama yang dapat membantu anak untuk mengembangkan sisi positifnya tidak lain adalah orang tua.

Salah satu proses asah, asih, dan asuh adalah dengan merutinkan membaca buku bersama keluarga (sumber foto: freepik.com)
Salah satu proses asah, asih, dan asuh adalah dengan merutinkan membaca buku bersama keluarga (sumber foto: freepik.com)

Keluarga Hebat Menumbuhkan Anak Hebat

Sebagaimana mencintai, mengasuh anak juga merupakan kata kerja, perlu upaya untuk memberikan hasil yang positif. Ada banyak kesadaran diri yang perlu dilibatkan untuk menjadi orang tua yang baik dan hebat. Salah satu yang perlu kita perhatikan sebagai orang tua adalah duduk dan merefleksikan kembali mengenai pembawaan alami kita. Pembawaan alami ini merupakan tindakan dan reaksi yang kita lakukan ketika kita terlalu lelah untuk memilih cara yang lebih baik dalam pengasuhan anak.

Mengenal pembawaan alami kita sebagai orang tua ini sangat penting, sebab, pembawaan alami inilah yang nantinya mengambil posisi ketika orang tua sedang berada di titik lelah, stres, dan seperti tidak ada jalan keluar. Kalau sudah begitu, pembawaan alami juga akan memengaruhi pola pengasuhan kita. Inginnya menerapkan pola pengasuhan yang positif, namun rupanya kita sangat kesusahan. Pada titik ini, orang tua terlebih dahulu perlu membantu dirinya sendiri untuk memahami emosi diri agar orang tua bisa membantu anak untuk mengembangkan sisi positifnya.

Kebanyakan pembawaan alami kita diturunkan dari orang tua. Seolah "setelan" ini sudah mendarah daging dan terprogram ke dalam diri layaknya sebuah motherboard dalam komputer. Pembawaan alami ini bisa dipelajari, dengan cara meletakkan kacamata kita sejenak dan merefleksikannya secara sadar ke dalam diri kita, sudahkah kita menjadi memberi reaksi yang lebih baik kepada anak? Apakah pola pengasuhan yang kita lakukan hanya merupakan sebuah pengulangan dari pengasuhan terdahulu? Apa yang menjadi tujuan kita untuk keluarga dan anak? Apa yang ingin kita ubah?

Meningkatkan kesadaran diri dalam pengasuhan merupakan satu langkah awal untuk menjadi orang tua yang hebat untuk menumbuhkan anak yang hebat pula. Sebab, kejujuran emosional, bukan kesempurnaan, adalah hal yang dibutuhkan anak dari orang tua.

Anak selalu mengamati bagaimana orang tua marah, senang, frustasi, puas, sukses, serta bagaimana orang tua mengekspresikannya. Hal ini sangat wajar, sebab anak lebih mudah meniru perilaku ketimbang menuruti nasihat ibu dan ayahnya. Mereka belajar melalui mengamati apa yang ada dan terjadi di sekitarnya, bukan lewat nasihat semata. Oleh karena itu, penting sekali bagi orang tua untuk menunjukkan secara natural mengenai perilaku dan karakter yang positif dalam keluarga.

Mengapa orang tua perlu mengendalikan emosi? (sumber: Instagram Sahabat Keluarga Kemdikbud)
Mengapa orang tua perlu mengendalikan emosi? (sumber: Instagram Sahabat Keluarga Kemdikbud)

Keluarga Hebat dan Terlibat Membantu Pendidikan Semakin Kuat

Menjadi keluarga yang hebat di rumah dalam mendidik anak, serta terlibat dalam agenda dan kolaborasi dengan sekolah, mampu menjadikan pendidikan kita semakin kuat. Lebih jauh, sikap natural dalam pengasuhan positif dapat membantu anak untuk mengenali emosi sejak dini, bahkan yang paling sulit sekalipun, serta mampu membuat anak lebih mudah untuk mengatur strategi bagi semua masalahnya.

Dukungan keluarga hebat ini, sangat berpengaruh dalam hidup anak serta dalam penguatan pendidikan nasional. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah studi oleh World Bank tahun 2013 mengenai dampak program pendidikan dan pengembangan Anak Usia Dini di 50 kabupaten tertinggal, menunjukkan bahwa intensitas dukungan keluarga berpengaruh meningkatkan pencapaian perkembangan anak usia dini (usia 0-6 tahun). Kemudian selain itu, keterlibatan orang tua dalam proses pendidikan di sekolah juga berpengaruh meningkatkan kemajuan serta kesuksesan anak-anak mereka.

Keluarga berperan besar terhadap pendidikan anak di sekolah dan di kehidupannya kelak (sumber foto: freepik.com)
Keluarga berperan besar terhadap pendidikan anak di sekolah dan di kehidupannya kelak (sumber foto: freepik.com)
Keterlibatan keluarga dalam proses pendidikan anak juga dapat membantu anak untuk:

1. meningkatkan perilaku positif;

2. prestasi belajar;

3. minat untuk melanjutkan pendidikan sesuai dengan passion-nya;

4. mencegah adanya tindak kekerasan pada anak; serta

5. mencegah pengaruh negatif dari lingkungan.

Zaman sekarang, ancaman yang mengintai anak-anak di sekolah semakin beragam, mulai dari kekerasan, narkoba, pornografi (khususnya paparan pornografi akibat pengaruh buruk internet), tindak asusila, serta paham radikal. Dengan menerapkan pola asah, asih, dan asuh yang tepat dan konsisten, anak bisa terhindari dari berbagai ancaman ini. Minimal, jika pun anak menjadi korban maupun pelaku, dapat diatasi dengan cepat.

Oleh karena itu, sudah bukan zamannya lagi orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya ke sekolah serta seolah angkat tangan dengan permasalahan dan perkembangan pendidikan anak-anaknya. Akibatnya, orang tua yang demikian akan selalu menyalahkan sekolah apabila anaknya terlibat dalam masalah. Padahal sesungguhnya, tindak tanduk anak di sekolah tidak lepas dari apa yang ia serap selama di rumah dan interaksinya dengan keluarga. Era kekinian ini merupakan waktu yang tepat untuk berkolaborasi. Keluarga, sudah seharusnya menjadi mitra terbaik di masyarakat serta di dunia pendidikan melalui sekolah.

Referensi:

Jesssica dan Iben, The Danish Way of Parenting, Jakarta: Penerbit B First, 2018.

Sahabat Keluarga Kemdikbud


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun