Nama : Nabilla Kusumaningayu H
Nim   : 222111238
Kelas : 5 FÂ
Profil Maximilian Karl Emil Weber
- Nama Lengkap:Â Maximilian Karl Emil Weber
- Lahir:Â 21 April 1864, Erfurt, Kerajaan Prusia (sekarang Jerman)
- Meninggal: 14 Juni 1920, Munich, Jerman
- Pekerjaan: Sosiolog, filsuf, ekonom politik, sejarawan
- Bidang Utama:Â Sosiologi, ekonomi politik, studi agama
Karya karya utama :Â
- The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism (1905)
- Economy and Society (dipublikasikan pasca-kematian pada 1922)
- Sociology of Religion (1920)
- The Methodology of the Social Sciences (1903-1917)
Profil Herbert Lionel Adolphus Hart
- Nama Lengkap: Herbert Lionel Adolphus Hart
- Lahir: 18 Juli 1907, Harrogate, Inggris
- Meninggal: 19 Desember 1992, Oxford, Inggris
- Pekerjaan: Filsuf hukum, profesor
- Bidang Utama: Filsafat hukum, etika
Karya karya utama :
- The Concept of Law (1961)
- Law, Liberty, and Morality (1963)
- The Morality of the Criminal Law (1965)
- Punishment and Responsibility (1968)
Pokok pokok Pemikiran Maximilian Karl Emil Weber
Tindakan Sosial: Weber membedakan empat jenis tindakan sosial (rasional-instrumental, rasional-nilai, afektif, tradisional) berdasarkan makna dan tujuan tindakan individu.
Birokrasi: Birokrasi ideal menurut Weber adalah sistem organisasi yang rasional dengan hierarki, aturan formal, dan pembagian kerja jelas, yang efisien tapi bisa terlalu kaku.
Etika Protestan dan Kapitalisme: Weber berpendapat bahwa etika kerja Protestan, khususnya Calvinisme, mendorong perkembangan kapitalisme di Eropa Barat melalui kerja keras dan penghematan.
Tipe Otoritas: Ada tiga jenis otoritas menurut Weber---otoritas tradisional (berdasar kebiasaan), karismatik (berdasar kharisma pemimpin), dan rasional-legal (berdasar aturan formal).
Rasionalisasi: Proses masyarakat modern yang semakin berorientasi pada logika dan efisiensi, tetapi bisa membuat hidup menjadi "kaku" dan kehilangan nilai kemanusiaan.
Verstehen: Pendekatan untuk memahami tindakan sosial dari sudut pandang individu yang melakukannya, menggunakan metode interpretatif.
Kritik Terhadap Marx: Weber menolak pandangan Marx yang hanya melihat ekonomi sebagai penggerak perubahan, dan menekankan pentingnya agama, budaya, dan politik.
Kelas, Status, dan Kekuasaan: Weber memperluas konsep stratifikasi sosial dengan menambahkan status (kehormatan) dan kekuasaan politik, selain kelas ekonomi.
Agama dan Kekuasaan Sosial: Weber meneliti bagaimana agama mempengaruhi kekuasaan dan struktur sosial di berbagai masyarakat.
Ideal-Tipe: Model konseptual yang Weber gunakan untuk menganalisis fenomena sosial dengan menyederhanakan elemen-elemen kunci, bukan gambaran realitas, tetapi alat analisis.
Pokok pokok Pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart
Positivisme Hukum: Hart membela positivisme hukum, yang memisahkan hukum dari moralitas. Hukum dianggap sebagai aturan yang dibuat manusia dan sah jika sesuai dengan aturan yang diakui dalam sistem hukum, tanpa harus moral.
Perbedaan Aturan Primer dan Sekunder: Hart membedakan antara aturan primer, yang mengatur perilaku manusia, dan aturan sekunder, yang mengatur bagaimana aturan primer dibuat, diubah, dan ditegakkan. Aturan sekunder termasuk "aturan pengakuan" yang menentukan validitas hukum.
Aturan Pengakuan (Rule of Recognition): Ini adalah konsep penting yang mengacu pada kriteria atau aturan yang diakui oleh masyarakat atau otoritas hukum sebagai dasar untuk menentukan apakah suatu hukum sah.
Kritik terhadap John Austin: Hart mengkritik teori perintah hukum dari John Austin, yang menganggap hukum sebagai perintah dari penguasa yang berdaulat. Hart menekankan bahwa hukum tidak hanya berupa perintah yang disertai ancaman, melainkan sistem aturan yang kompleks.
Hukum dan Moralitas: Hart menegaskan bahwa hukum dan moralitas harus dipisahkan, meskipun hukum bisa mencerminkan moralitas masyarakat. Ia menolak pandangan bahwa semua hukum harus memiliki landasan moral agar sah.
Debat dengan Ronald Dworkin: Hart terlibat debat penting dengan Ronald Dworkin. Dworkin berpendapat bahwa hukum tidak hanya terdiri dari aturan, tetapi juga prinsip-prinsip yang tidak sekaku aturan, sesuatu yang tidak diakui oleh Hart.
The Concept of Law: Dalam bukunya yang paling berpengaruh, The Concept of Law, Hart mengeksplorasi berbagai aspek hukum, termasuk sifat aturan, otoritas, kewajiban, dan hubungan antara hukum dan moral.
Penalaran Hukum: Hart menganggap bahwa hakim memiliki peran untuk menafsirkan hukum ketika ada kasus di mana aturan hukum tidak jelas atau ada kekosongan hukum, tetapi hakim tidak boleh menciptakan hukum berdasarkan preferensi pribadi.
Sistem Hukum sebagai Sistem Sosial: Hart memandang hukum sebagai sistem sosial yang berfungsi karena ada penerimaan umum dari aturan-aturan yang mengatur perilaku dan proses hukum.
Penekanan pada Otonomi Individu: Hart mendukung pentingnya kebebasan individu dan berpendapat bahwa hukum harus memungkinkan individu untuk membuat keputusan moral sendiri, tanpa paksaan dari negara yang mengatur moralitas secara ketat.
 Pendapat saya tentang pemikiran Maximilian Karl Emil Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart
Pendapat saya baik pemikiran max waber ataupun hla hart memberikan kontribusi yang sangat berharga dalam hal untuk memahami hukum , masyarakatdan etika , Pemikiran untuk keduanya masih relevan hingga saat ini dan pemikiran keduanya dapat digunakan sabagai alat untuk menganalisis berbagai masalah sosial dan hukum yang dihadapi di era sekarang ini. contohnya untuk memahami antara birokrasi pemerintahan dengan masyarakat serta dapat menilai pengaruh budaya terhadap kebijakan publik itu untuk contoh pimikiran max waber dan contoh untuk pemikiran hla hart contohnya untuk menganalisis perdebatan mengenai hukum adat dan hukum nasional ataupun peranan MK dalam menginterpretasi Undang Undang Dasar.
Pemikiran Maximilian Karl Emil Weber dan Herbert Lionel Adolphus Hart untuk menganalisis perkembangan hukum di Indonesia
1. Analisis Berdasarkan Pemikiran Max Weber
Weber mengutamakan konsep rasionalisasi, otoritas, dan birokrasi, yang sangat relevan dalam memahami dinamika hukum di Indonesia.
a. Rasionalisasi Hukum
Menurut Weber, hukum di masyarakat modern semakin berkembang dengan pendekatan rasionalisasi, di mana keputusan hukum diambil berdasarkan aturan formal, efisiensi, dan logika, bukan tradisi atau norma budaya tertentu. Di Indonesia, upaya untuk memperkuat sistem hukum formal dan tertulis terlihat melalui kodifikasi hukum, peraturan perundang-undangan yang lebih rinci, dan reformasi birokrasi hukum.
Namun, proses rasionalisasi hukum di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama karena adanya pengaruh hukum adat yang bersifat tradisional serta praktik hukum yang seringkali dipengaruhi oleh politik atau korupsi. Oleh karena itu, meskipun hukum Indonesia sedang bergerak menuju "rasionalitas formal" sebagaimana dipahami oleh Weber, masih terdapat kesenjangan antara aturan tertulis dan penerapan hukum di lapangan.
b. Tipe Otoritas
Weber membedakan otoritas menjadi tiga jenis: tradisional, karismatik, dan rasional-legal. Perkembangan hukum modern di Indonesia diarahkan ke otoritas rasional-legal, di mana hukum berdasarkan aturan tertulis yang diresmikan oleh negara. Hal ini dipengaruhi oleh sistem hukum Belanda dan penerapan hukum perdata.
Namun, unsur otoritas tradisional masih berperan dalam konteks hukum adat dan agama di Indonesia. Hukum adat, yang diakui dalam UUD 1945, dan pengaruh kuat hukum Islam dalam kehidupan masyarakat menunjukkan bahwa otoritas tradisional masih memiliki relevansi. Selain itu, otoritas karismatik juga muncul melalui pemimpin politik atau agama yang memiliki pengaruh besar di luar kerangka hukum formal.
c. Birokrasi dan Hukum
Weber melihat birokrasi sebagai sistem organisasi yang rasional dan efisien dalam penerapan hukum. Namun, di Indonesia, sistem birokrasi hukum masih menghadapi masalah seperti korupsi, prosedur yang rumit, dan penegakan hukum yang tidak konsisten. Hal ini menjadi tantangan untuk mewujudkan birokrasi yang ideal sesuai dengan teori Weber. Reformasi birokrasi, termasuk peningkatan profesionalisme dan pengurangan korupsi, menjadi langkah penting untuk meningkatkan rasionalisasi dan efisiensi hukum di Indonesia.
2. Analisis Berdasarkan Pemikiran Herbert Lionel Adolphus Hart
Hart memperkenalkan teori positivisme hukum, yang fokus pada aturan primer dan sekunder, serta hubungan antara hukum dan moralitas. Pemikirannya relevan dalam memahami struktur hukum Indonesia.
a. Aturan Primer dan Sekunder
Hart membedakan antara aturan primer yang langsung mengatur perilaku, dan aturan sekunder yang mengatur cara aturan primer dibuat, diubah, dan ditegakkan. Di Indonesia, aturan primer dapat ditemukan dalam berbagai hukum substantif seperti hukum pidana dan perdata. Aturan sekunder tercermin dalam proses legislasi dan peran lembaga-lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Perkembangan hukum Indonesia terus berusaha memperbaiki aturan sekunder melalui reformasi proses perundang-undangan dan penguatan lembaga hukum. Namun, tantangan tetap ada terkait konsistensi dan penerapan hukum. Misalnya, masih ada ketidaksepakatan tentang kewenangan antara lembaga-lembaga tinggi negara dalam beberapa kasus.
b. Aturan Pengakuan (Rule of Recognition)
Dalam teori Hart, aturan pengakuan menentukan validitas hukum dalam suatu sistem. Di Indonesia, aturan pengakuan berasal dari UUD 1945 sebagai sumber hukum tertinggi, yang menjadi dasar validitas peraturan lainnya. Namun, dalam praktiknya, terdapat perdebatan tentang pengakuan hukum lain, seperti hukum adat dan agama, yang masih diterapkan secara paralel dengan hukum nasional.
Ketika hukum adat atau agama bertentangan dengan hukum positif, sering muncul pertanyaan tentang otoritas hukum mana yang lebih dominan. Di sini, pandangan Hart membantu menganalisis bagaimana aturan pengakuan di Indonesia perlu diperjelas untuk menghindari konflik antar sistem hukum.
c. Hukum dan Moralitas
Hart menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas, meskipun dia mengakui bahwa hukum dapat mencerminkan moralitas masyarakat. Di Indonesia, hukum sering kali tidak hanya dipengaruhi oleh moralitas, tetapi juga oleh norma agama, terutama dalam isu-isu sosial seperti hukum keluarga dan perlindungan moral.
Misalnya, penerapan hukum syariah di Aceh atau Undang-Undang Anti Pornografi mencerminkan bahwa hukum Indonesia sering kali dipengaruhi oleh norma moral tertentu. Dari sudut pandang Hart, tantangannya adalah bagaimana memastikan bahwa hukum tetap rasional dan tidak terlalu dipengaruhi oleh nilai moral yang subjektif atau sektarian.
d. Penalaran Hukum
Hart menyatakan bahwa hakim memiliki kebebasan dalam menafsirkan hukum, terutama dalam kasus yang sulit atau ketika aturan tidak jelas. Di Indonesia, peran hakim dalam menafsirkan hukum sangat penting, terutama di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, yang sering kali harus menafsirkan undang-undang dalam konteks sosial dan politik yang dinamis. Konsistensi dan objektivitas dalam penafsiran hukum, menurut Hart, adalah kunci untuk menjaga legitimasi hukum di mata masyarakat.
#uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #prodihesfasyauinsaidsurakarta2024
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H