Mohon tunggu...
Nabilla RahayuningtyasCA
Nabilla RahayuningtyasCA Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

Have interested on music

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Polemik Patriarki Masih Menjadi Momok Yang Jauh Dari Kata Kesetaraan Gender

10 Desember 2024   18:15 Diperbarui: 10 Desember 2024   18:13 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

PENDAHULUAN 

 Perempuan kerap kali menjadi peran ganda didalam kehidupan. Peran ganda yang dimaksud disini, dapat menjadi sosok perempuan dan sosok laki-laki dalam satu tubuh. Banyak orang berkata bahwa kodrat seorang wanita hanya 3 M, yaitu menstruasi, melahirkan, dan menyusui. Akan tetapi, pada dasarnya perempuan adalah sosok yang multitalenta yang dapat melakukan segala pekerjaan denga mudah. Contohnya, jika seorang perempuan sudah menikah, maka sudah otomatis melakukan tugasnya sebagai istri, dan jika sudah mempunyai anak maka melakukan tugasnya sebagai seorang ibu. Seperti halnya melakukan pekerjaan rumah, dimulai dari hal kecil menyapu,mengepel,mencuci pakaian,mencuci piring,dan pekerjaan rumah lainnya, seorang perempuan melakukan pekerjaan tersebut dikatakan wajib. Hal ini dikarenakan sudah menjadi budaya turun temurun sejak dulu yang berkembang di Indonesia. 

 Dengan adanya budaya yang sudah di anut sejak dulu kala, maka laki-laki maupun keluarga yang menganut budaya patriarki menganggap bahwa perempuan hanya boleh berada dirumah, yaitu berurusan dengan reproduksi dan urusan rumahtangga. Lalu tugas laki-laki adalah bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan tidak diwajibkan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga. Budaya seperti inilah yang masih banyak kita temui di Indonesia, maka masih banyak yang tergolong laki-laki semena-mena karena menganggap bahwa dirinya adalah yang palin berkuasa. 

 Padahal, apabila dua orang yang sudah membina rumah tangga, seperti pekerjaan rumah tersebut seharusnya bisa saling bekerja sama untuk menyelesaikannya. Tugas kecil seperti itu bisa dikatan semua orang harus sudah pasti mempunyai basic skill untuk melakukannya, bukan hanya seorang perempuan saja. Pada dasarnya segala urusan pekerjaan apabila dilakukan bersama akan terasa lebih menyenangkan dan mudah tanpa harus beradu pendapat. 

 Dengan seperti ini, budaya patriarki seharusnya sudah pasti akan hilang jika seluruh elemen masyarakat sadar akan hal itu. Jika hal tersebut sudah dilakukan oleh seluruh masyarakat, maka tidak ada lagi kasus yang menuntut akan adanya  kesetaraan gender. Seluruh gender, yaitu kaum laki-laki dan perempuan akan setara, yang membedakan nya hanya ada pada beberapa hal saja. 

PEMBAHASAN 

1. Budaya Patriarki 

 Realita yang sering kita temui masih ada beberapa masyarakat yang menganut budaya patriarki, mengakibatkan beberapa faktor yang membuat memperkuat stigma mengenai patriarki sangatlah buruk. Budaya patriarki benar-benar memandang kaum perempuan sangatlah rendah dan melihat kaum perempuan kaum lemah yang hanya bisa menuruti perkataan laki-laki.  

 Faktor budaya patriarki ini sangatalah memprihatikan bagi kaum perempuan maupun masyarakat sosial, serta mengakibatkan dampak yang sangat serius kedepannya. Beberapa contoh diantaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). KDRT masih memegang posisi angka paling tinggi penyebab budaya patriarki. Kasus ini berpandangan bahwa laki-laki adalah makhluk yang paling berkuasa dan perempuan akan menuruti segala keinginannya. Lalu penyebab masalah berikutnya adalah pelecehan seksual, karena laki-laki merasa dirinya sangat gagah, maka membuat dirinya sangat mudah untuk melakukan kekerasan seksual , lalu memandang kaum perempuan lemah tanpa daya yang makin membuat para kaum laki-laki semakin membara untuk menyalurkan rasa keangkuhannya. Pernikahan dini juga menjadi masalah yang kerap menjadi sorotan budaya patriarki, karena bagi yang menganut budaya tersebut menganggap perempuan adalah sebagai sasaran empuk sebagai sosok yang hanya terima apa yang kaum laki-laki berikan, hanya bertugas dirumah saja dan mengasuh anak-anak mereka. Dengan segala faktor diatas, hal yang paling buruk terjadi adalah perceraian, apabila perempuan sudah tidak bisa menahan apa yang diperlakukan oleh pemimpin kepala keluarga mereka. Keputusan tersebut dinilai tepat bagi keadaan sosial yang melek mata terkait budaya patriarki yang sangat memperlakukan secara tidak adil terhadap kaum perempuan.

 Salah satu solusi yang ampuh untuk memutus tali patriarki ini adalah didikan dari lingkungan keluarga terutama orangtua. Karena didikan orangtua merupakan yang paling berpengaruh dalam keberlangsungan kehidupan anak meraka dan membangun kepribadian sang anak. Tidak hanya orangtua saja, lingkungan tempat tinggal dan kehidupan sosial juga sangat berpengaruh untuk keberlangsungan kepribadian anak mereka. Karena lingkungan sebagai pemicu paling besar bagaimana sang anak bersikap. Sebagai orangtua seharusnya mulai menyadari bahwa hal seperti ini seharusnya tidak dikembangkan lagi, semestinya para orangtua belajar dari pengalaman mereka dan mendidik anak mereka agar tidak merasakan hal yang serupa ataupun sebagai pelaku, namun kebanyakan dari orangtua masih mengembangkan budaya buruk tersebut secara turun temurun dan menganggap perilaku tersebut adalah hal yang realistis dan wajar. 

2. Kesetaraan Gender 

Penyebab utama yang menjadi budaya patriarki masih terus berkembang adalah tidak adanya kesadaran atas kesetaraan gender. Karena dalam masyarakat sudah terbiasa bahwa kaum laki-laki lah yang paling unggul dan dapat terus berperan. Untuk mengsukseskan kesetaraan gender inilah mulailah melibatkan perempuan didalamnya dengan contoh melibatkan dalam ranah politik, jadikan perempuan sebagai pemimpin dan buktikan bahwa tidak selalu perempuan diremehkan. Perempuan juga bisa bersinar seimbang bahkan lebih dari dari laki-laki.

3. Pilihan Realistis Perempuan 

Penyebab budaya patriarki tidak hanya bisa datang karena pola didikan orang tua dan lingkungan masyarakat saja. Tetapi bisa saja hadir karena underestimated terhadap pilihan hati perempuan. Misalnya, seorang perempuan memilih tetap berada dirumah tidak bekerja kantoran, biasanya alasan utamanya adalah untuk mengurus anak dan suami serta mengurus keperluan rumah. Hal ini yang memicu penafisran bahwa kaum perempuan itu lemah karena hanya bisa bekerja didapur dan mengurus rumah. Padahal perempuan mengorbankan seluruh impian mereka untuk bisa selalu berada di dekat keluarga. Dan pandangan terhadap kaum laki-laki semakin wah dan di agung-agungkan karena bekerja mencari nafkah sedangkan istri hanya menerima gaji yang diberikan suami. Pemikiran kolot inilah yang masih menjadi point utama adanya patriarki. 

Tetapi ada perempuan yang memilih untuk bekerja. Karena setiap individu manusia sudah pasti mempunyai pemilihan masing-masing yang berbeda dan kepetusan tersebut tidak salah. Perempuan yang mrmilih untuk bekerja bukan semerta-merta untuk membuktikan bahwa perempuan bisa jauh lebih tinggi dari laki-laki, namun memang basic skill yang mereka miliki ada dalam pekerjaan yang dibutuhkan. Perempuan yang memilih bekerja pun tidak kalah mulia, karena untuk membantu ekonomi keluarga,untuk menghidupi mereka sendiri dan tidak bergantung dengan laki-laki. Nah hal ini juga bisa menjadi problem dalam budaya patriarki, karena kaum laki-laki merasa dipandang rendah karena merasa tersaingi dengan kaum perempuan karena bisa mengimbangi dengan bekerja. 

KESIMPULAN 

Menurut penjelasan yang sudah dipaparkan diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya patriarki di dalam masyarakat masih mengakar. Budaya patriarki ini semakin memandang rendah kaum perempuan. Point diatas penyebab dari masih berkembangnya budaya patriarki adalah lingkungan keluarga dan pola didik orangtua. Hal tersebut sangatlah mempengaruhi bagaimana anak akan bersikap. Contoh pada lingkungan keluarga maupun masyarakat ada yang melakukan budaya tersebut maka anak akan meniru perlakuan tersebut dan akan terbiasa hingga besar, ini yang menjadikan buih-buih budaya patriarki. 

Lalu solusi apa yang dapat kita berikan untuk permasalahan diatas, yaitu dengan pendidikan dan kesadaran gender. Maksudnya adalah pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal disekolah, hal ini dapat menjadikan sebuah pembelajaran. Karena jika seseorang mengenyam pendidikan maka berbeda pula dengan cara berfikir nya. Pada ranah pendidikan formal, sebaiknya tidak selalu mengajarkan pembelajaran formal saja, bisa juga di selingi denga pendidikan kesetaraan gender dan mengadakan sosialisasi gender. Hal ini dapat dikatakan efektif meminimalisir budaya patriarki, karena disadarkan bahwa yang bisa berkembang dan memiliki power tidak selalu laki-laki. Yang dapat dilakukan selanjutnya adalah, selalu mempartisipasikan perempuan pada setiap elemen. Baik kepemimpinan, politik,pekerjaan. Hal ini diharap dapat memecah pengakaran patriarki. Dengan solusi diatas dapat memberikan ruang terbuka untuk perempuan terus berkembang lebih leluasa daan tidak merasa terkurung dengan pemikiran purbakala. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun