2. Dampak terhadap daya beli masysarakat
Kenaikan PPN diperkirakan akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah. Pengamat ekonomi seperti Eko Listyanto dan Ronny P Sasmita menyatakan bahwa kenaikan pajak ini dapat menggerus konsumsi masyarakat, memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan inflasi. Kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN yang lebih tinggi dapat membuat masyarakat lebih selektif dalam pengeluaran mereka.
3. Penurunan pertumbuhan ekonomi
Kenaikan tarif PPN akan menyebabkan harga barang dan jasa meningkat, yang pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat. Beberapa ekonom memperkirakan bahwa kenaikan PPN akan menekan pertubuhan ekonomi indonesia. Dengan harga yang lebih tinggi, konsumen akan lebih berhati-hati dalam pengeluaran mereka, terutama untuk barang-barang non-primer. Penurunan daya beli dapat mengurangi konsumsi rumah tangga, yang merupakan komponen penting dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika konsumsi menurun, maka produksi perusahaan juga akan terpengaruh, berpotensi menyebabkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan peningkatan angka pengangguran.
Respon Masyarakat dan Ekonom
Respon masyarakat terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai Januari 2025 cenderung negatif, dengan banyak warga yang khawatir akan dampaknya terhadap daya beli mereka. Banyak konsumen, terutama dari kalangan menengah ke bawah, merasa terbebani oleh kemungkinan kenaikan harga barang dan jasa yang diakibatkan oleh tarif PPN yang lebih tinggi. Mereka mengungkapkan kekhawatiran bahwa meskipun pemerintah beralasan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan, dampak langsungnya adalah peningkatan biaya hidup yang signifikan. Beberapa orang bahkan mulai melakukan gerakan boikot belanja dan mengurangi pengeluaran sehari-hari sebagai bentuk protes terhadap kebijakan ini.
Di sisi lain, para ekonom juga memberikan keprihatinan mereka tentang kebijakan ini. Mereka menekankan bahwa di bawah kondisi ekonomi yang masih belum pulih pasca pandemi, kebijakan dari peningkatan PPN malah akan memperburuk kondisi perekonomian dan mengurangi khasanah domestik. Sebagai contoh, ekonom dari INDEF dan CORE Indonesia merekomendasikan bahwa pemerintah sebaiknya menunda kenaikan PPN hingga kondisi ekonomi warga membaik. Mereka berpendapat bahwa pada kondisi seperti saat ini, berarti ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan pajak, sebab hal ini bisa menurunkan daya beli masyarakat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi keseluruhan.
Sebagai alternatif terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk menerapkan kebijakan perpajakan yang lebih progresif, seperti meningkatkan pajak pada barang-barang mewah dan produk yang tidak esensial, sambil mempertahankan tarif  PPN pada barang dan jasa pokok. Selain itu, pemerintah juga bisa fokus pada penguatan sistem perpajakan yang ada dengan memperbaiki administrasi perpajakan dan mengurangi kebocoran pajak, sehingga dapat meningkatkan penerimaan tanpa membebani masyarakat secara langsung. Pemberian insentif pajak bagi usaha kecil dan menengah (UKM) serta program bantuan sosial untuk kelompok rentan juga bisa menjadi langkah strategis untuk menjaga daya beli masyarakat. Dengan pendekatan ini, pemerintah dapat tetap mencapai target pendapatan negara tanpa menambah beban pada masyarakat yang sudah menghadapi tantangan ekonomi. Sebagian ekonom juga barpendapat agar pemerintah mempertimbangkan insentif atau subsidi untuk membantu masyarakat kelas menengah dan bawah agar tidak terlalu terbebani oleh kenaikan pajak. Hal ini dinilai penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Kenaikan PPN menjadi 12% membawa konsekuensi kompleks bagi perekonomian Indonesia. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, dampaknya terhadap inflasi, daya beli masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi perlu diperhatikan dengan serius oleh pemerintah untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga di tengah kebijakan fiskal yang ketat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H