Di masa ini pula aku pernah pulang dalam keadaan menangis. Saat itu angkot yang biasa menjemput tidak datang, dengan mengenakan seragam batik aku berjalan menunggu ojek. Tak ada satu pun yang lewat karena pada saat itu baru beberapa orang yang memiliki kendaraan roda dua. Dengan berat aku putuskan untuk pulang ke rumah bertemu ibu.
"Kenapa pulang?"
"Tidak ada angkot," jawabku sambil bermain tepak pensil.
"Ayo berangkat, dengan pak Toni," ujar ibu menyuruh orang yang saat itu sedang bekerja di rumah.
Hatiku gemetar dengan beberapa pikiran. "Apakah aku masih di perbolehkan masuk?" kala itu pukul 08:00.
Pak Toni menurunkanku di depan gerbang, ku lihati para siswa yang datang terlambat di kumpulkan dalam satu barisan
"Hai!" tunjuk salah satu guru yang mengarah ke hadapanku.
"Siapa itu, pulang!"
Hatiku gemetar. Aku tau jika aku salah, datang terlambat ke sekolah. Tapi aku sampai ke sekolah sekarang pun dengan susah payah.
"Pergi! Pergi! Barisan ini juga akan saya pulangkan!"Â
Aku masih terdiam berdiri di tempat. Suara itu semakin mendekat, mendekat dan amat dekat. "Pulang!"Â