Mohon tunggu...
Nabila Shobawa
Nabila Shobawa Mohon Tunggu... Guru - Teacher

Focus on the positives and be grateful

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Penghujung Perjalanan

23 Juni 2020   15:00 Diperbarui: 23 Juni 2020   14:56 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ku langkahkan kaki dengan cepat menuju kampus. Tak ada angkot yang melintas saat itu. Mencoba menunggu, akhirnya angkot melintas seperti biasa meski dengan mengetem untuk mencari penumpang. 

Tampaknya perkuliahan sudah dimulai terdengar dari luar ruangan suara Ika salah satu teman yang presentasi hari ini. 

Jika yang lain pergi makan-makan atau nongkrong-nongkrong,  tapi aku berbeda.  Aku di sibukkan dengan bagian akademik yang mengharuskanku keluar masuk kampus.  Yaaa, saat itu aku adalah mahasiswi pindahan dari fakultas ekonomi ke fakultas keguruan dan ilmu pendidikan.

Meski sudah beberapa semster namun tetap saja setiap kali ulangan terjadi beberapa kendala sehingga mau tidak mau harus bolak-balik ke bagian TU untuk mengurusnya. 

Jika yang lain mengukuti alur sebenarnya,  tapi untukku tidak.  Aku terlebih dahulu mengikuti kegiatan kukiah kerja nyata atau KKN di sebuah desa dengan limpahan hasil padinya juga hewan kerbau sebagai daya tariknya. 

"Dreeeet, dreet, " 

"Halo? "

"Ada dimana?" 

"Masih di kampus. " ucapku sambil memilah-milah berkas. 

"Nanti langsung pulang ya,  ngga perlu beli makan, " 

Pada saat hendak mengikuti kegiatan magang di sekolah tentu persyaratan yang harus dilaengkapi jauh lebih banyak dari umumnya. Mengingat aku adalah mahasiswi pindahan. 

"Ini dengan mba Vika? "

"Iya,  betul? "

"Ada pesanan makanan dari mas Surya untuk mba Vika, " ucap tukang ojol.

"Jangan lupa di makan ya," tulis Surya melalui whatsapp.

Pada saat mengikuti kegiatan magang disekolah banyak sekali air mata yang mengalir. Hampir di setiap malam. Mungkin ini adalah alur yang diberikan Tuhan untukku, bagaimana tidak menangis.  Saat itu aku harus memilih untuk tetap melakukan magang di sekolah atau memilih untuk mengantar ibu terapi di rumah sakit.  

Dengan berbagai pertimbangan dan keputusan ibu yang menyuruhku untuk tetap melanjutkan magang di sekolah. Berat rasanya, namun mau bagaimana lagi.

"Alhamdulillah, akhirnya satu tahap telah selesai, " ucapku sambil memandang dan memeluk rekan sesama magang.

Siapa sangka jika pada saat itu aku melakukan kegiatan magang di sekolah sambil menyususn skripsi dan juga mengantar ibu terapi di rumah sakit.  "Qodarulloh" tak ada yang tak mungkin atas kuasaNya. Meski banyak pernyataan yang mengatakan "Ngga mungkin,  itu bisa di selesaikan, "

Sebagai seorang wanita yang terlahir sebagai anak bungsu,  aku hanya bisa menangis mengingat pernyataan orang lain tentang kemampuanku.  Aku tidak mungkin untuk bercerita kepada ibu tentang apa yang terjadi padaku. Ku putuskan untuk mempercayakan seseorang yang dapat mendengar keluh kesah juga canda tawa.  

"Ngga mungkin,  bisa ikut sidah sekarang! " ucap salah satu dosen. 

"Tapi,  bu,"

Dengan membawa kembali perlengkapan sidang dan menanha air mata menuju kosan. Di sana aku menngis sepuas mungkin, sudah tidak ada kesempatan lagi untuk ikut sidang skripsi di tahun ini. Namun,  bersyukurnya kedua dosen pembimbing yang selalu mendukung dan mempermudah setiap langkahku. 

Atas ijin sang maha pemurah,  sidang kembali di buka. Tak terlewat sebelum subuh,  aku melakukan solat dan meminta padaNya agar selalu diberikan kelancaran juga kemudahan dalam setiap langkahku. 

Pagi harinya lengkap dengan pakaian sidang yang mengenakan pakaian hitam putih jilbab merah lengkap dengan jas yang di pakai tak henti-hentinya aku belajar berbicara di depan cermin.

Perasaan dag dig dug pun menyelimuti. 

"Semangat Vika...., " 

"Terimakasih Surya,"

Pada saat sidang,  Ia datang membawakan minum juga roti sebagai sarapan. Tak lupa meminta doa kepada ibu untuk kelancaran dari sidang ku ini. 

Dag dig dug sambil menunggu giliran masuk ke ruang sidang.  "Vika Ayu Dewi" 

Perasaan ku sangat gerogi di awal namun seiring berjalannya waktu menjadi biasa saja, bahkan jauh dari yang saya pikirkan mengenai sidang skripsi.  Alhamdulillah,  pertanyaan penguhji dapat saya jawab.

"Terimakasih, "

Dengan sedikit air mata berlinang bahagia,  tak henti-hentinya mengucap syukur atas pencapaian ini. Dengan raut bahagia langsung ku temui Surya.  Ia adalah orang kedua yang telah mendengarkan segala ocehan, memberikan saran,  bertukar pikiran juga tak bosan-bosannya mendengrakan tangisanku. Siapa sangka jika dulu aku penah menolaknya berkali-kali lantaran ingin fokus mengejar S. Pd., tapi semuanya telah indah pada waktunya.  

Dia adalah teman semasa aku mengikuti kegiatan kuliah kerja nyata.  Tanpa di sadari ia jatuh hati pada wanita sepertiku yang begitu cengeng. Terimakasih karena telah hadir di penghujung perjalananku menuju S. Pd., semoga kita berdua bisa melewati segala macam kerikil kehidupan dan menuju jalan kebahagiaan tentunya dalam rindho Allah SWT. Amiin.... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun