Dengan membawa kembali perlengkapan sidang dan menanha air mata menuju kosan. Di sana aku menngis sepuas mungkin, sudah tidak ada kesempatan lagi untuk ikut sidang skripsi di tahun ini. Namun, Â bersyukurnya kedua dosen pembimbing yang selalu mendukung dan mempermudah setiap langkahku.Â
Atas ijin sang maha pemurah, Â sidang kembali di buka. Tak terlewat sebelum subuh, Â aku melakukan solat dan meminta padaNya agar selalu diberikan kelancaran juga kemudahan dalam setiap langkahku.Â
Pagi harinya lengkap dengan pakaian sidang yang mengenakan pakaian hitam putih jilbab merah lengkap dengan jas yang di pakai tak henti-hentinya aku belajar berbicara di depan cermin.
Perasaan dag dig dug pun menyelimuti.Â
"Semangat Vika...., "Â
"Terimakasih Surya,"
Pada saat sidang, Â Ia datang membawakan minum juga roti sebagai sarapan. Tak lupa meminta doa kepada ibu untuk kelancaran dari sidang ku ini.Â
Dag dig dug sambil menunggu giliran masuk ke ruang sidang. Â "Vika Ayu Dewi"Â
Perasaan ku sangat gerogi di awal namun seiring berjalannya waktu menjadi biasa saja, bahkan jauh dari yang saya pikirkan mengenai sidang skripsi. Â Alhamdulillah, Â pertanyaan penguhji dapat saya jawab.
"Terimakasih, "
Dengan sedikit air mata berlinang bahagia, Â tak henti-hentinya mengucap syukur atas pencapaian ini. Dengan raut bahagia langsung ku temui Surya. Â Ia adalah orang kedua yang telah mendengarkan segala ocehan, memberikan saran, Â bertukar pikiran juga tak bosan-bosannya mendengrakan tangisanku. Siapa sangka jika dulu aku penah menolaknya berkali-kali lantaran ingin fokus mengejar S. Pd., tapi semuanya telah indah pada waktunya. Â