Pada Januari 2020, Pemerintah membahas Rancangan UU Omnibus LAW mengenai penciptaan lapangan kerja baru. Salah satu topik menarik dan cukup kontroversial dalam pembahasan tersebut adalah rencana penerapan sistem upah per jam.
Skema upah per jam diharapkan akan menggenjot investasi dan memberikan kebebasan bagi perusahaan maupun perorangan dalam menerapkan sistem pengupahan. Terdapat setidaknya sepuluh negara yang memberlakukan sistem ini, yaitu Australia, Perancis, Jerman, Selandia Baru, Belanda, Inggris, Irlandia, Kanada, Belgia, dan Luksemburg.
Penerapan sistem upah per jam akan diterapkan kepada para pekerja jasa dan pekerja paruh waktu. Namun, skema ini menimbulkan pro dan kontra di sejumlah kalangan seperti buruh dan pengusaha. Yuk telusuri pro dan kontra skema upah per jam!
Pro
1. Meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja
Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, waktu kerja yaitu sebanyak 40 jam per minggu. Skema ini memudahkan para pengusaha dan pekerja yang memiliki jam kerja di bawah 40 jam dengan formula perhitungan yang ditentukan.
2. Kamu berhak menerima upah lembur ketika bekerja lebih dari 40 jam per minggu
Kamu bisa mendapatkan penghasilan lebih banyak daripada gaji bulanan kamu jika bekerja overtime. Perusahaan akan membayar extra jika kamu bekerja lebih dari 40 jam dalam satu minggu. Upah lembur bisa kamu jadikan penghasilan lebih loh. Eits, tetap harus sesuai dengan aturan perusahaan ya!
3. Kamu akan diberikan kompensasi untuk setiap jam kamu bekerja tanpa pengecualian
Berbeda halnya dengan pekerja yang mendapat gaji bulanan, penghasilan kamu tergantung pada jumlah waktu yang kamu kerahkan untuk menyelesaikan tugas. So, no more pemberian gaji buta bagi perusahaan and no more bermalas-malas bagi pekerja!
4. Kamu bisa mencapai work life balanceÂ