A. Pengangguran dan Kemiskinan
Pengangguran merujuk kepada situasi di mana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja berkeinginan untuk bekerja tetapi belum berhasil mendapatkan pekerjaan. Individu yang tidak bekerja tetapi tidak secara aktif mencari pekerjaan tidak dianggap sebagai penganggur. Keadaan pengangguran dapat timbul karena ketidakseimbangan dalam pasar tenaga kerja, yang mencerminkan jumlah tenaga kerja yang tersedia melampaui permintaan. Menurut Sadono Sukirno, pengangguran dapat dijelaskan sebagai situasi di mana individu yang termasuk dalam angkatan kerja berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan namun belum berhasil melakukannya. Di Indonesia, tingkat pengangguran semakin meningkat. Pengangguran sering diartikan sebagai kondisi di mana seseorang ingin bekerja tetapi tidak berhasil mendapatkan pekerjaan. Pengangguran dapat dibagi menjadi tiga kategori:
- Pengangguran Terselubung merujuk pada tenaga kerja yang tidak bekerja secara maksimal karena beberapa alasan tertentu.
- Setengah Menganggur merujuk pada tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu.
- Pengangguran Terbuka merujuk pada tenaga kerja yang benar-benar tidak memiliki pekerjaan.
Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia yang melimpah, namun keberlimpahan ini tidak menjamin keberadaan sumber daya manusia yang kompeten. Salah satu penyebab tingginya tingkat pengangguran adalah kurangnya jumlah tenaga kerja yang memiliki keahlian dan keterampilan yang memadai. Selain itu, budaya malas juga turut menjadi faktor peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia.
 Kemiskinan berasal dari kata dasar "miskin," yang mengindikasikan kemampuan untuk bekerja atau berusaha namun tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ini adalah kondisi di mana kekurangan dalam hal-hal pokok seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum terjadi, dan ini sangat berkaitan dengan kualitas hidup. Kemiskinan juga dapat mencakup kurangnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang dapat mengatasi masalah kemiskinan serta mendapatkan pengakuan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global, dan pemahaman terhadap istilah ini bisa bersifat subjektif dan komparatif bagi sebagian orang, sementara yang lain melihatnya dari perspektif moral dan evaluatif. Secara spesifik, kemiskinan dapat diartikan sebagai keadaan kekurangan uang dan barang yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup, dan dalam konteks yang lebih luas, kemiskinan dapat dianggap sebagai fenomena multidimensional. Chambers, misalnya, menyatakan bahwa kemiskinan adalah konsep terpadu yang memiliki lima dimensi.
Â
- Kemiskinan (proper)
- Ketidakberdayaan (powerless)
- Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)
- Ketergantungan (dependence)
- Keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis.
Â
Menjalani kehidupan dalam kondisi kemiskinan tidak hanya mencakup kekurangan uang dan pendapatan yang rendah, melainkan juga melibatkan berbagai aspek lainnya seperti kesehatan yang kurang baik, tingkat pendidikan yang rendah, pengalaman perlakuan tidak adil dalam sistem hukum, rentan terhadap ancaman kejahatan, kurangnya kekuatan dalam menghadapi kekuasaan, dan ketidakmampuan untuk mengontrol arah hidup sendiri.[2]
Â
B. Pendidikan Islam sebagai Upaya Menanggulangi Kemiskinan
Achmadi menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah upaya untuk menjaga dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusianya, dengan tujuan mencapai kondisi manusia yang sempurna (insan kamil) sesuai dengan norma-norma Islam. Sementara itu, menurut Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan untuk aspek jasmani dan rohani berdasarkan prinsip-prinsip agama Islam, dengan fokus pada pembentukan kepribadian utama sesuai standar Islam. Dalam perspektif Islam, kemiskinan dianggap sebagai permasalahan yang memerlukan penyelesaian, namun juga dianggap sebagai ancaman yang harus dihilangkan karena dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Namun, penting untuk melakukan upaya konkret dalam mencari solusi agar masalah kemiskinan dapat diminimalisir atau dikurangi. Dalam Al-Quran, istilah "al-masakin" disebutkan dalam Surat at-Taubah ayat 60.
Â
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".
Kemiskinan membawa potensi bahaya bagi manusia karena dapat merusak keyakinan, perilaku, pemikiran, dan keberlangsungan keluarga. Oleh karena itu, penanganan kemiskinan dapat ditemukan melalui kebijakan fiskal, khususnya dalam bentuk zakat. Dalam Islam, terdapat metode untuk memberikan perhatian dan mengatasi kemiskinan, sehingga orang-orang miskin dan kaum dhuafa dapat terbebas dari kondisi tersebut. Penting untuk konsisten dalam pendekatan ini karena Islam memiliki konsep untuk mengentaskan kemiskinan dan membangun tatanan sosial yang saling tolong-menolong. Konsep tersebut mencakup ide bahwa orang kaya seharusnya mendistribusikan sebagian kecil harta mereka kepada orang miskin dan golongan yang kurang mampu melalui zakat, infaq, dan shadaqah. Setiap muslim yang mampu diharapkan memenuhi kewajiban syariat Islam dengan memberikan zakat, sehingga dapat menyempurnakan rukun Islam yang keempat.
Zakat memiliki potensi yang efektif sebagai alat untuk memberdayakan ekonomi umat, dengan harapan bahwa zakat dapat berperan dalam mengatasi kemiskinan, terutama yang dialami oleh orang-orang miskin yang membutuhkan perhatian dari seluruh pihak. Zakat dapat diterapkan dalam bentuk pembiayaan modal usaha dan pemanfaatan sumber daya masyarakat miskin, dengan tujuan agar masyarakat dapat memiliki modal dan pengalaman yang bermanfaat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dengan menyelenggarakan pendidikan yang unggul dan merata, akan dihasilkan individu yang terdidik dengan kecerdasan, karakter, dan keahlian atau profesionalisme, yang siap untuk memasuki dunia kerja. Sebagai bagian dari usaha untuk mengatasi kemiskinan, langkah-langkah seperti menciptakan peluang kerja dan membayar pajak dapat memberikan kontribusi positif. Melalui pembayaran pajak, masyarakat mendukung pemerintah dalam menyediakan kesejahteraan, membiayai tanggung jawab konstitusionalnya, seperti memberikan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.
Â
C. Pendidikan Islam sebagai Upaya Menanggulangi Pengangguran
 Menurut Kemendiknas, pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang mendapat perhatian yang memadai dari dunia pendidikan dan masyarakat. Banyak pendidik yang tidak cukup fokus pada perkembangan karakter dan sikap wirausaha siswa, baik di sekolah-sekolah kejuruan maupun di pendidikan profesional. Mayoritas dari mereka hanya berorientasi pada persiapan tenaga kerja. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencari solusi bagaimana pendidikan dapat berperan dalam mengubah siswa menjadi sumber daya manusia (SDM) yang memiliki karakter dan sikap wirausaha.
 Salah satu cara untuk mengatasi pengangguran adalah melalui kewirausahaan dengan mengembangkan lapangan kerja di pedesaan. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai akar yang kuat pada masyarakat lokal dan masyarakat desa. Sekilas tentang Pondok Pesantren yang berfungsi untuk memperkuat perekonomian masyarakat desa, khususnya melalui pemanfaatan metode pertanian pondok pesantren. Santri-santri ponpes diharapkan siap menjadi wirausaha dan mengatasi masalah pengangguran di pedesaan. Banyaknya pesantren yang berlokasi di pedesaan menjadikan peluang pertanian sebagai salah satu alternatif kegiatan pemberdayaan ekonomi pesantren.
Konsep pembangunan pertanian yang dilaksanakan pesantren hendaknya mengadopsi pendekatan agribisnis. Sistem agribisnis memungkinkan petani memberikan nilai tambah melalui seluruh aktivitas subsistem yang tercantum di dalamnya. Peternakan pesantren sudah banyak yang menerapkan hal ini. Selain itu, Kementerian Pertanian telah memiliki program pengembangan ekonomi pertanian pada lembaga berbasis sosial lembaga pendidikan keagamaan. Pendidikan Islam memainkan peran kunci dalam menanggulangi pengangguran melalui berbagai cara. Pertama-tama, pendidikan Islam memberikan landasan etika dan moral yang kuat, membentuk individu yang tidak hanya kompeten dalam bidang agama, tetapi juga memiliki sikap tanggung jawab terhadap masyarakat. Hal ini dapat membantu dalam membentuk karakter pekerja yang disiplin, jujur, dan bertanggung jawab, sifat-sifat yang dihargai dalam dunia kerja.
Dalam konteks keilmuan, pendidikan Islam juga mencakup berbagai disiplin ilmu, termasuk ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ekonomi Islam menekankan keadilan distributif, pemberdayaan masyarakat, dan penolakan terhadap eksploitasi. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, lulusan pendidikan Islam dapat menjadi agen perubahan dalam menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan inklusif, mengurangi ketidaksetaraan yang sering menjadi akar masalah pengangguran. Selain itu, pendidikan Islam juga dapat memberikan keterampilan praktis yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Misalnya, pendidikan keusahawanan Islam dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip bisnis yang etis dan berkelanjutan. Ini dapat mendorong masyarakat untuk membuka usaha sendiri, mengurangi tekanan pada lapangan kerja formal dan membantu mengatasi masalah pengangguran. Dengan pendidikan Islam yang holistik, yang tidak hanya menekankan aspek keagamaan tetapi juga aspek sosial dan ekonomi, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi tantangan pengangguran dan memainkan peran aktif dalam pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Â
D. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Kreatif
 Istilah "pemberdayaan masyarakat" sering terdengar dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi akrab di telinga kita. Hal ini tidak mengherankan mengingat banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang saat ini dilaksanakan oleh pemerintah, BUMN, organisasi sosial atau kemasyarakatan, dan sektor swasta. Berita mengenai program-program ini kerap muncul dalam berbagai media, termasuk koran, radio, televisi, dan internet. Program pemberdayaan masyarakat yang umumnya dikenal bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Â
Istilah "pemberdayaan" berasal dari kata dasar "daya" yang merujuk pada "kekuatan" dan merupakan terjemahan dari kata "empowerment" dalam bahasa Inggris. Dalam konteks ini, konsep pemberdayaan mencakup memberikan daya atau kekuatan kepada kelompok yang rentan dan belum memiliki kemampuan untuk mandiri, terutama dalam memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan.
Â
Pemberdayaan masyarakat pada umumnya ditujukan kepada kelompok yang rentan dan lemah, dengan tujuan memberikan kekuatan atau kemampuan agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, dan papan setelah diberdayakan. Selain memastikan pemenuhan kebutuhan dasar, diharapkan bahwa masyarakat juga dapat mengakses sumber-sumber produktif untuk meningkatkan pendapatan dan mendapatkan barang/jasa dengan kualitas yang baik. Melalui pemberdayaan, diharapkan masyarakat mampu berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan yang memengaruhi mereka. Tujuan utama dari pemberdayaan masyarakat adalah memberikan kekuatan kepada kelompok yang lemah dan tidak berdaya. Kelemahan ini dapat disebabkan oleh kondisi internal (persepsi mereka sendiri) atau kondisi eksternal (penindasan oleh struktur sosial yang tidak adil). Dengan pemberdayaan, diharapkan masyarakat dapat mencapai sejahtera, memiliki daya atau kekuatan dalam memenuhi kebutuhan hidup, dan pada akhirnya menjadi mandiri. Kemandirian yang diinginkan tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga mencakup dimensi sosial, budaya, hak bersuara/berpendapat, bahkan hak politik.
Â
Dalam konteks ekonomi kreatif, pemberdayaan masyarakat mencakup penggalian dan pengembangan potensi kreativitas, inovasi, dan invensti dalam diri masyarakat. Ekonomi kreatif menjadi konsep penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, terutama di sektor industri rumahan (UMKM) yang telah berhasil dalam bidang ekonomi kreatif. Pemberdayaan ekonomi kreatif mengartikan pemanfaatan sumber daya tidak hanya terbarukan, tetapi bahkan tak terbatas, seperti ide, gagasan, bakat, talenta, dan kreativitas yang dimiliki oleh masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi kreatif dianggap sebagai pilihan terbaik dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Berikut beberapa cara pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan kreatif:
Â
1. Pendidikan Kontekstual
Mengaitkan pembelajaran dengan konteks kehidupan sehari-hari masyarakat. Pendidikan kontekstual memungkinkan peserta didik untuk melihat relevansi dan aplikasi langsung dari apa yang mereka pelajari dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pengembangan Keterampilan Berpikir Kreatif
Mendorong masyarakat untuk mengembangkan keterampilan berpikir kreatif melalui pendekatan pembelajaran yang menekankan eksplorasi, eksperimen, dan solusi kreatif terhadap masalah.
3. Kolaborasi dan Pembelajaran Berbasis Proyek
Menggalakkan kerja sama dan kolaborasi dalam proyek-proyek pembelajaran yang menantang. Pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam konteks nyata.
4. Menggunakan Teknologi dan Media Inovatif
Memanfaatkan teknologi dan media inovatif untuk meningkatkan pembelajaran. Ini dapat mencakup penggunaan aplikasi, platform daring, dan sumber daya digital lainnya yang dapat merangsang kreativitas.
5. Pendekatan Pembelajaran Aktif
Menggeser paradigma pembelajaran dari pendekatan pasif menjadi aktif, di mana peserta didik lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran, seperti diskusi, simulasi, dan permainan peran.
6. Pendidikan Keusahawanan
Mendorong sikap keusahawanan dan kewirausahaan dalam masyarakat dengan memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk memulai dan mengelola bisnis atau proyek kreatif.
7. Pengembangan Kreativitas dalam Kurikulum
Memasukkan elemen kreativitas dan inovasi dalam kurikulum formal, sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuan kreatif mereka sepanjang pendidikan formal mereka.
8. Pelatihan Keterampilan Soft
Selain keterampilan teknis, memberikan pelatihan keterampilan soft seperti kemampuan berkomunikasi, kerjasama, dan pemecahan masalah, yang penting dalam menghadapi tantangan dunia nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H