Mohon tunggu...
Nabila Rahma Khaerunnisa
Nabila Rahma Khaerunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

yu bisa yuk!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Tren Konten "Galau" sebagai Penyelamat Eksistensi Bahasa Indonesia di Kalangan Pengguna Media Sosial

19 Juni 2022   18:54 Diperbarui: 19 Juni 2022   19:00 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

          Bahasa dapat dideskripsikan sebagai salah satu elemen krusial dalam aktivitas berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena setiap manusia yang melakukan aktivitas komunikasi selalu memerlukan suatu bahasa sebagai media penyampai pesan. Jika tidak terdapat suatu bahasa, maka proses komunikasi tersebut tidak dapat berjalan dengan optimal karena pihak komunikator dan komunikan tidak mampu menyampaikan dan menerima pesan dengan baik. 

Merujuk pada gagasan Keraf yang dikutip oleh Smarapradipha (2005:1), bahasa dideskripsikan sebagai suatu alat komunikasi yang tercipta akibat adanya proses produksi simbol bunyi yang dilakukan oleh manusia melalui alat ucapnya. Selain itu, Keraf juga mendeskripsikan bahasa sebagai suatu sistem komunikasi yang mengaplikasikan simbol-simbol bunyi yang memiliki sifat arbitrer. 

Sifat arbitrer atau manasuka tersebut menyebabkan makna suatu bahasa bergantung pada konvensi atau kesepakatan yang diyakini oleh masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. 

Di sisi lain, merujuk pada gagasan Wibowo (2001:3), bahasa dideskripsikan sebagai suatu sistem bunyi yang mengandung makna serta memiliki artikulasi dengan sifat arbitrer dan konvensional yang disepakati untuk diaplikasikan sebagai alat komunikasi untuk menciptakan suatu perasaan dan pikiran.

            Di Indonesia, salah satu bahasa yang banyak digunakan tentu bahasa Indonesia karena bahasa ini adalah bahasa nasional Indonesia. Namun, eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional tersebut sejak lama mengalami gempuran ancaman dari bahasa lain, baik bahasa daerah maupun asing. 

Hal ini merupakan fenomena yang bisa dipahami karena masyarakat Indonesia terdiri atas beragam suku dan budaya kedaerahan, sehingga mereka memiliki pola komunikasi yang cenderung menggunakan bahasa daerah masing-masing. Dari sisi lain, masuknya pengaruh budaya asing juga turut serta memengaruhi eksistensi bahasa Indonesia. 

Sebut saja pengaruh Korean Pop atau yang lebih dikenal dengan K-pop yang menyebarkan demam berbahasa Korea di kalangan generasi masa kini, terutama remaja dari kalangan generasi Z. Belum lagi pengaruh dari budaya Barat yang menyebarkan demam berbahasa Inggris.

            Jika kita membuka media sosial, seperti Twitter, Instagram, hingga Tiktok, kita dapat dengan mudah menemukan beragam penggunaan bahasa asing maupun bahasa gaul atau bahkan bahasa alay, seperti "bleh knalan g?" dan lain sebagainya.

 Selain itu, banyak pengguna media sosial yang cenderung menggunakan bahasa campur-campur atau penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur aduk dengan bahasa lain dalam satu waktu, seperti "aku literally bener-bener lagi suntuk banget dan butuh healing nih". 

Alih-alih menggunakan bahasa Indonesia yang benar, seperti "aku sungguh-sungguh sedang suntuk dan butuh penyegaran pikiran nih", banyak pengguna media sosial justru lebih menyukai penggunaan bahasa campur-campur tersebut karena dinilai tampak lebih keren dan kekinian. 

Padahal, hal tersebut dapat menyebabkan eksistensi bahasa Indonesia semakin tergeser, sehingga dikhawatirkan bahwa generasi masa depan akan semakin tidak mengenali bahasa Indonesia yang baik dan benar.

            Meskipun mengalami gempuran bahasa lain dan juga bahasa campur-campur yang mengancam eksistensi bahasa Indonesia, beberapa waktu terakhir terdapat suatu tren yang berkembang di media sosial. Jika kita lihat di berbagai mesia sosial, seperti Instagram, Twitter, TikTok, maupun blog pribadi, banyak pengguna media sosial, terutama remaja, yang sering kali membuat unggahan dengan menggunakan bahasa Indonesia. 

Kalangan remaja tersebut seolah berlomba-lomba untuk mengunggah konten galau nan puitis yang dikemas dalam bentuk quotes singkat, puisi, cerita bersambung, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi sebuah angin segar untuk meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia. 

Fenomena "berlomba-lomba mengunggah konten galau" tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk semakin mengenalkan bahasa Indonesia yang baik dan benar kepada generasi muda, terlebih kepada mereka yang gemar bermedia sosial. 

Para pemerhati bahasa Indonesia dapat membuat sebuah gerakan giat berbahasa Indonesia dari adanya tren tersebut. 

Balai bahasa sebagai salah satu lembaga yang berperan untuk melestarikan bahasa Indonesia dapat melakukan suatu upaya kerja sama dengan orang-orang yang berpengaruh di media sosial untuk menyemarakkan gerakan tersebut, sehingga nantinya eksistensi bahasa Indonesia kembali bangkit dan semakin memiliki kekuatan untuk mampu bertahan dari ancaman bahasa lain yang menggerus eksistensinya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun