Mohon tunggu...
Nabila Rachmadhani
Nabila Rachmadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - NAMA : NABILA RACHMADHANI / NIM : 43222010038 / AKUNTANSI S1 / FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MAHASISWI MERCU BUANA TUGAS BESAR

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Kuis: Diskursus Jeremy Bentham's Hedonistic Calculus dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

15 Desember 2023   00:20 Diperbarui: 15 Desember 2023   00:20 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.canva.com/design/DAF21qj6c4Q/HVWbcZPK7E1tHdksnJcWJg/edit?utm_content=DAF21qj6c4Q&utm_campaign=designshare&utm_medium=link2&utm_source=shar

Oleh karena itu, kedudukan teori utilitarian Jeremy Bentham sama dengan posisi teori positivisme hukum. Perbedaan aliran positivis hukum dengan teori utilitarian Jeremy Bentham terletak pada bagaimana tujuan kepastian hukum dapat dilihat ujungnya. Dalam aliran positivis hukum, kepastian hukum berakhir ketika suatu keputusan, atau peraturan hukum telah ditetapkan, namun dalam teori utilitarian Jeremy Bentham, kepastian hukum tidak hanya berakhir disitu saja, kepastian hukum diyakini juga harus lewat evaluasi. karena etis, dapat menentukan kelayakan dan keberlanjutan produk yang sah.

Teori utilitarianisme merupakan salah satu aspek pemikiran yang berada dalam ranah positivisme hukum dan tidak berdiri sendiri, namun dengan mengkaji fakta atau kenyataan di lapangan, teori utilitarianisme, utilitarianisme Jeremy Bentham mempunyai visi keamanan hukum yang berbeda dengan teori utilitarianisme. aliran umum positivisme hukum. Teori Utilitarianisme Jeremy Bentham berpendapat bahwa kepastian hukum tidak hanya sebatas mengidentifikasi suatu produk hukum tetapi juga harus di evaluasi kegunaannya dalam masyarakat, agar dapat dijadikan acuan ketahanan suatu produk hukum. Hal ini berbeda dengan positivisme hukum saat ini yang berpendapat bahwa kepastian hukum akan tercapai apabila telah ada penetapan suatu produk hukum.

Meskipun teori ini merupakan penyimpangan dari positivisme hukum saat ini dalam pemahamannya tentang akhir dari kepastian hukum, tujuan teori utilitarianisme Jeremy Bentham sudah pasti secara hukum. Meskipun banyak ahli hukum Indonesia yang menganggap kemaslahatan sebagai tujuan dalam teori utilitarianisme Jeremy Bentham, namun nyatanya pemahaman yang berbeda, karena jika kemaslahatan adalah tujuan akhir maka pembahasan buku Jeremy Bentham itu pada tataran merumuskan peraturan perundang-undangan, menganalisis aspek empiris dari kebutuhan masyarakat, yang selanjutnya akan diatur melalui peraturan perundang-undangan. Namun sebaliknya, pembahasan Jeremy Bentham lebih pada evaluasi produk legislasi dan regulasi yang ada. Utilitas dengan demikian merupakan salah satu dari beberapa standar suatu produk yang sah, yang meskipun ternyata produk yang sah tidak memberikan manfaat bagi sebagian besar orang yang terikat pada produk tersebut, hal ini juga tidak mempengaruhi prinsip validitas produk hukum.

Meskipun utilitarianisme klasik cenderung abstrak dalam mengukur kesejahteraan, keuntungannya adalah ia dapat mengetahui tindakan mana yang menghasilkan manfaat. Dalam utilitarianisme modern, preferensi ini hanya muncul jika subjek sudah mempunyai pengalaman yang relevan dengan tindakan yang ingin dilakukannya. Artinya, utilitarianisme modern mempunyai ukuran yang lebih jelas, namun kelemahannya adalah harus didahului oleh pengalaman awal. Kedua pandangan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bahwa ada gunanya mencoba keduanya secara berlebihan ketika menentukan aspek kemanfaatan suatu perbuatan, dalam hal ini mengukur aspek kemanfaatan dari penerapan hukuman mati bagi koruptor.

Peradaban dunia semakin bergerak ke arah modernisasi yang dapat mempengaruhi pola hidup dan perilaku manusia. Salah satu jenis kejahatan yang berkembang seiring berjalannya waktu adalah kejahatan abnormal kejahatan ini disebut "penyimpangan" karena pada awalnya dimaknai sebagai kejahatan yang mengancam tatanan dunia dan mempunyai akibat yang sangat mengerikan bagi kemanusiaan.

Dengan disepakatinya Statuta Roma pada tahun 1998, definisi kejahatan luar biasa dibatasi pada empat jenis kejahatan :

1. Genosida

2. Kejahatan terhadap kemanusiaan

3. Kejahatan perang

4. Agresi kriminal (Hobbs, 2020).

Namun, cakupan kejahatan luar biasa terus berkembang seiring berjalannya waktu. Kejahatan yang sangat mempengaruhi stabilitas politik, ketertiban dan keamanan negara juga tergolong kejahatan luar baiasa (Siswadi, 2015). Di Indonesia, beberapa kejahatan diklasifikasikan sebagai kejahatan yang sangat luar biasa, meskipun Statuta Romawi tidak mencantumkan kejahatan tersebut. Kejahatan spesifik tersebut antara lain kejahatan korupsi (Binaji & Hartanti, 2019), narkotika dan psikotropika, serta pencemaran lingkungan hidup yang serius (Prahassacitta, 2016). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun