Mohon tunggu...
Nabilah Putri Fauzyyah
Nabilah Putri Fauzyyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum UPN "Veteran: Jakarta

Memiliki hobi menonton film

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Apa Itu Iddah dalam Perspektif Hukum Islam?

15 Mei 2024   19:54 Diperbarui: 15 Mei 2024   19:59 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dalam hubungan pernikahan ketika suami dan istri memutuskan untuk bercerai, suami atau si pria bisa langsung melakukan pernikahan lagi setelah dinyatakan sah bercerai dengan istri yang pertama. Tetapi, bagaimana dengan sang istri atau si wanita? Dalam ajaran agama Islam, wanita yang sudah bercerai dan ingin menikah lagi harus melewati masa iddah terlebih dahulu.

Apa Itu Masa Iddah?

Iddah atau Idah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai masa tenggang waktu tunggu bagi wanita yang bercerai dengan suaminya, baik karena perceraian maupun kematian (wafat). Sedangkan secara etimologis, iddah adalah masa dimana seorang wanita harus menahan diri dalam waktu tertentu untuk tidak menjalin pernikahan setelah suaminya meninggal dunia atau diceraikan oleh suaminya. 

Dasar Hukum Iddah

Bagi wanita yang menjalankan masa iddah, hendaknya mengetahui berapa lama masa iddah itu dilakukan sesuai situasi dan kondisi tertentu. Kewajiban menjalankan masa iddah bagi wanita tercantum di dalam Al-Qur'an sebagai berikut:

Surah Al-Baqarah ayat 228:


228. Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka lebih berhak kembali kepada mereka dalam (masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.

Surah Al-Baqarah ayat 234:


234. Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Surah At-Thalaq ayat 4:


4. Perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara istri-istrimu jika kamu ragu-ragu (tentang masa idahnya) maka idahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu idah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.

Surah Al-Ahzab ayat 49:


49. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menikahi perempuan-perempuan mukmin, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka tidak ada masa idah atas mereka yang perlu kamu perhitungkan. Namun berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.

Macam-Macam Iddah

Masa iddah juga terbagi menjadi 3 macam, yaitu:

  1. Iddah dengan melahirkan

Jenis iddah ini ditujukan untuk wanita yang diceraikan atau ditinggal mati oleh suaminya dalam keadaan hamil, di mana masa iddahnya adalah sampai wanita tersebut melahirkan kandungannya. 

  1. Iddah dengan Iqra'

Jenis iddah ini berlaku bagi wanita yang sudah dan masih haid yang bercerai dengan suaminya dalam keadaan tidak hamil, di mana masa iddahnya adalah tiga kali quru' atau tiga kali haid.

  1. Iddah dengan hitungan bulan

Jenis iddah ini diperuntukkan untuk wanita yang tidak pernah haid atau menopause, dimana masa iddah ini yaitu selama 3 (tiga) bulan. 

Tujuan Dilakukannya Masa Iddah

Menurut 'Athiyah Saqar, disyariatkannya iddah memiliki tiga tujuan dasar, yaitu:

  1. Untuk menjamin kesucian rahim istri agar tetap terjaga keturunannya, oleh karena itu iddah tidak berlaku bagi istri yang belum pernah melakukan hubungan seksual. 

       2. Untuk memuliakan hubungan dan ikatan pernikahan yang pernah terjalin. 

       3. Untuk memberikan kesempatan kepada mantan suami istri untuk berpikir, merenungkan sebab-sebab putusnya perkawinan dan mempertimbangkan kembali kemungkinan untuk hidup bersama lagi di kemudian hari.

Iddah Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Iddah telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 11 Undang-Undang Perkawinan berbunyi bahwa:

  1. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu. 

       2. Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.

Berdasarkan pada pasal 11 ayat (2) UU Perkawinan, terdapat jangka waktu masa iddah yang tertuang dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai berikut:

  1. Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut:

                 (a)  Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari

                 (b) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari; 

                 (c) Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan. 

  1. Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.

       3. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami. 

Referensi: 

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Khitam, H. (2020). Nafkah dan Iddah: Perspektif Hukum Islam. Az-Zarqa': Jurnal Hukum Bisnis Islam, 12(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun