3. Untuk memberikan kesempatan kepada mantan suami istri untuk berpikir, merenungkan sebab-sebab putusnya perkawinan dan mempertimbangkan kembali kemungkinan untuk hidup bersama lagi di kemudian hari.
Iddah Menurut Peraturan Perundang-Undangan
Iddah telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan Indonesia yaitu terdapat pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam pasal 11 Undang-Undang Perkawinan berbunyi bahwa:
Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu tunggu.Â
    2. Tenggang waktu jangka waktu tunggu tersebut ayat (1) akan diatur dalam Peraturan Pemerintah lebih lanjut.
Berdasarkan pada pasal 11 ayat (2) UU Perkawinan, terdapat jangka waktu masa iddah yang tertuang dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai berikut:
Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut:
         (a)  Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari
         (b) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari;Â
         (c) Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.Â
Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.
    3. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami.Â