Â
  Taukah apa itu gratifikasi? apakah termasuk tindak korupsi?
     Istilah gratifikasi mungkin sudah tidak asing lagi bagi masyarakat , pasalnya gratifikasi sering dilakukan agar seseorang mudah untuk mencapai tujuannya. Namun, gratifikasi dapat dianggap sebagai suap bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara apabila berhubungan dengan jabatanya dan berlawanan dengan kewajiban tugasnya.Â
Gratifikasi memiliki arti luas , yaitu meliputi pemberian uang , barang ,diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga , tiket perjalanan , fasilitas penginapan , perjalanan wisata , pengobatan cuma-cuma , dan fasilitas lainnya.
  Dasar Hukum GratifikasiÂ
Gratifikasi dapat dibahas dasar hukumnya, yang diatur dalam pasal 12B Undang -Undang RI NO. 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi , perubahan undang  -undang atas Undang- Undang NO.31 Tahun 1999. Gratifikasi dapat dikatakan korupsi jika tidak memenuhi dua syarat , antaralain:
1. Diberikan atau diterima oleh pegawai negeri
2. Penyelenggara negara dan mempengaruhi keputusan atu kinerja penyelenggara negara.
 Perbedaan antara gratifikasi , suap, pemerasanÂ
1. Gratifikasi menurut pasal 12B ayat (1) Undang -Undang Nomor 31 Tahun 1999 , Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001, yaitu pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemeberian perjalanan wisata,pengobatan cuma-cuma , dan fasilitas lainnya.
2. Â Suap menurut pasal 3 UU No. 11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap, yaitu barang siapa menerima sesuatu atau janji , sedangkan ia mengetahui atau patut dapat menduga bahwa pemberian sesuatu atau janji itu dimaksudkan supaya ia berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam tugasnya , yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum.
3. Pemerasan, lebih ditekankan pada keaktifan pejabat publik dalam transaksi tertentu yang berlawanan dengan kewenangan atau kewajiban yang menyangkut kepentingan umum.Â
 Cara mencegah GratifikasiÂ
Meningkatkan kesadaran : meningkatkan kesadaran dan pemahaman mengenai gratifikasi dan bahaya , serta memperkuat integritas dan etika kerja penyelenggara negara.
Menerapkan sistem pengendalian gratifikasi : menerapkan sistem pengendalian gratifikasi yang efektif dan transparan , seperti pemeriksaan laporan harta kekayaan , pemeriksaan kepatuhan , dan pemeriksaan internal.Â
Menghindari konflik kepentingan : dengan tidak menerima pemberian dari pihak yang terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang diemban.
Menolak gratifikasi : menolak gratifikasi yang diberikan oleh pihak yang terkait dengan pekerjaan atau jabatan yang diembanÂ
Menerapkan sanksi: menerapkan sanksi yang tegas dan efektif bagi pelaku gratifikasi ,seperti sanksi pidana berupa penjara dan denda.
 Pelaporan GratifikasiÂ
penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara wajib dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi slambat - lambatnya 30 ( tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam 12C ayat (2) Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Undang -Undang Nomor 20 Tahun 2001 bahwa penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 ( tiga puluh ) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
 SanksiÂ
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 ( empat ) tahun dan paling lama 20 ( dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 ( dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 ( satu miliar rupiah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H