Pandemi Covid-19 adalah krisis kesehatan yang meng-global dan menjadi kendala bagi semua kalangan. Pandemi Covid-19 mengubah masyarakat secara mendalam, hal ini memperburuk ketidaksetaraan sosial dan ekonomi setelahnya. Dalam upaya untuk mengekang penyebarannya, pemerintah di seluruh dunia telah bergerak untuk menangguhkan pengajaran tatap muka di sekolah, yang memengaruhi sekitar 95% populasi siswa dunia sebagai gangguan terbesar terhadap pendidikan dalam sejarah.
Dalam kondisi apapun, negara berkewajiban melindungi setiap warga negaranya. Oleh karena itu negara mempunyai tanggung jawab mencarikan solusi keberlangsungan pendidikan di sekolah. Data per 13 Mei 2020: Ada 15.438 kasus Covid-19 di Indonesia, bertambah 689 (kompas.com). Hal ini menunjukkan perkembangan kasus penyebaran covid yang banyak dan sangat sulit diprediksi pertambahannya juga kapan berakhirnya.Â
Tentu saja hal ini mempengaruhi kepada masa depan sekolah, kapan masuk sekolah lagi, kapan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah seperti biasa dan berbagai kegiatan sekolah lainnya yang tidak menentu. Maka dapat dipastikan bahwa siswa akan terus belajar di rumah dengan tambahan beban himpitan PSBB yang susah untuk berinteraksi di rumahnya masing-masing.
Terkait dengan ini, maka terdapat tuntutan kepada para guru untuk kreatif dan inovatif menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan yang sedang berubah.Â
Kurikulum sebagai salah satu elemen dari sistem pembelajaran harus selalu mengikuti perkembangan kondisi lingkungan. Kurikulum yang sudah terstruktur dan sistematis ditetapkan sejak awal dan segera diadaptasi dengan fakta bahwa siswa dalam kurun waktu yang belum ada kepastian harus tetap berada di rumah.
Kebijakan pemerintah mengenai pembelajaran online pada pandemi Covid-19 ini mengharuskan guru untuk melakukan pengajaran secara online dari rumah. Guru yang biasanya melakukan pembelajaran secara umum harus dilakukan dengan jarak jauh yang membuat guru kebingungan dalam membuat metode pembelajaran agar tetap berjalan secara efektif dan efisien.Â
Dalam hal ini sekolah biasanya melakukan pendekatan dengan mengimplementasikan kurikulum 2013 berbasis model pembelajaran Project-Based Learning sebagai salah satu solusi dalam menyeimbangi kendala yang dihadapi pada masa pandemi ini.
Dalam melaksanakan kurikulum 2013 berbasis Project-Based Learning terdapat satu prinsip yang mana pembelajaran dapat berlangsung di rumah, di sekolah dan di masyarakat, karena itu pembelajaran dalam kurikulum 2013 memerlukan waktu yang lumayan banyak dan memanfaatkan ruang dan waktu secara padu. Pembelajaran tidak hanya memanfaatkan waktu dalam kelas.Â
Project-Based Learning (PBL) dapat digunakan untuk meningkatkan berbagai keterampilan siswa misalnya kemampuan dalam berkomunikasi, keterampilan dalam menjalankan komputer, keterampilan meneliti, keterampilan menulis, keterampilan menggunakan teknologi, keterampilan presentasi, keterampilan berwawancara keterampilan interpersonal, keterampilan dalam memecahkan masalah, keterampilan dalam menilai sesuatu.
Menurut Michael Apple (1982), hidden curriculum mencakup berbagai kepentingan, bentuk budaya, perjuangan, kesepakatan dan kompromi yang terdapat di sekolah.Â
Sekolah bertindak untuk memantau perilaku individu serta memantau makna dari produksi pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum. Proses reproduksi ideologi dominan di sekolah kemudian akan menimbulkan legitimasi budaya, politik, dan ekonomi pada pengetahuan kelompok tertentu di masyarakat.Â
Salah satu bentuk legitimasi budaya pengetahuan pada masyarakat yaitu hadirnya implementasi rasisme di sekolah. Hal ini membuktikan bahwa kurikulum bukanlah sebuah pemberian gratis belaka yang tidak perlu dievaluasi, melainkan terdapat kontestasi kekuasaan di dalamnya. Pendidikan melalui implementasi kurikulum adalah sarana pelestarian status quo bagi kelas dominan atau berkuasa.
Michael Apple melihat bahwa sistem pendidikan dan budaya merupakan elemen yang penting dalam memelihara relasi dominasi dan eksploitasi di dalam masyarakat. Michael Apple melihat bahwa pendidikan bukan suatu kegiatan yang bebas dan bukan sesuatu yang diterima begitu saja tanpa ada pertanyaan fundamental lebih lanjut (Hidayat, 2011:150).Â
Para pendidik, secara sadar atau tidak kenyataannya ikut terlibat di dalam sebuah aksi politik. Michael Apple juga memaparkan adanya kaitan antara ekonomi, politik dan kekuasaan budaya dalam masyarakat.Â
Kurikulum menurut Michael Apple juga menciptakan ketimpangan struktur sosial yang ada di masyarakat. Implementasi ketidaksetaraan ini bisa dilihat dengan adanya perbedaan akses dalam menerima pengetahuan bagi sekelompok kelas sosial, implementasi ini kemudian dipertahankan dan direproduksi oleh sekolah. Sekolah mempertunjukkan peran penting di dalam mewujudkan dan melestarikan ketidakadilan ini. Dalam pedagogis fundamental Michael Apple memaparkan pemikirannya bahwa adanya ketidakadilan yang terjadi dalam implementasi pendidikan.
Di masa pandemi covid-19 dengan hadirnya PJJ ini tentu menyertakan implementasi teknologi, dimana tidak semua daerah di Indonesia mempunyai saluran teknologi yang patut dan layak dalam mendukung proses pembelajaran e-learning ini. Dalam hal ini Michael Apple melihat adanya dampak teknologi sebagai perangkat di dalam meneruskan adanya kekuasaan ekonomi, politik, kultur dan ideologi yang ada selama implementasi nya di sekolah.Â
Terlebih lagi adanya perubahan kurikulum yang terlalu mendadak dengan menyederhanakan kurikulum nasional yang berlaku melahirkan ketidaksigapan para pendidik dan siswa di daerah-daerah sehingga proses pembelajaran menjadi tidak efektif dan tentu saja keterbatasan fasilitas dan tantangan yang telah disebutkan sebelumnya ini melahirkan ketimpangan sosial seperti apa yang dikatakan oleh Michael Apple. Kebijakan pembelajaran e-learning selama masa pandemic covid-19 juga menimbulkan adanya ketimpangan yang dirasakan oleh sejumlah guru, siswa dan orang tua/wali murid di daerah yang tidak terjangkau akses pendidikannya.
Jika dipahami secara mendalam, pada dasarnya secara filosofi penerapan Kurikulum 2013 ini mengikuti cita-cita pendidikan kritis atau Freireian. Artinya pendidikan harus menempatkan siswa sebagai subjek yang mempunyai kesadaran, bukan sebagai objek (atau dapat diibaratkan sebagai tempayan yang terus menurus diisi). Siswa diajari berkembang dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya sendiri. Sehingga ini dapat dikatakan sebagai usaha mendatangkan kesadaran dalam masyarakat, ketergantungan siswa terhadap guru pun lama kelamaan akan memudar. Selain itu siswa nantinya diharapkan dapat memahami secara kritis hubungan antara materi pelajaran dengan realitas sosial masyarakat yang terjadi.
Referensi
Hidayat, R. (2011). Pengantar Sosiologi Kurikulum. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Per Engzell, Arun Frey, and Mark D. Verhagen, 'Learning Loss Due to School Closures
during the COVID-19 Pandemic', Proceedings of the National Academy of Sciences of the United
States of America, (2021), 17.Â
Mastura and Rustan Santaria, 'Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Proses Pengajaran
Bagi Guru Dan Siswa', Jurnal Studi Guru Dan Pembelajaran, 3.2 (2020), 1--7.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H